01 - Pelanggan Baru

491 41 13
                                    

Hari Kamis malam, bukan pemandangan yang sibuk di Seishin Izakaya, sebuah kedai makanan khas Jepang yang dicintai banyak pengunjung setianya. Letaknya di sebuah bangunan dua lantai di daerah kuliner ibukota bagian selatan. Bangunannya sedang-sedang saja, cukup untuk delapan meja ukuran empat orang, tiga meja ukuran dua orang, satu meja memanjang di depan teppan untuk delapan pelanggan yang penasaran dengan klentang-klenting lihai dari tangan koki dan kobaran api yang menyembur dari siraman minyak. Tak hanya itu, pojok teppan diisi dengan mini bar tempat meracik minuman beralkohol yang juga jadi daya tarik bagi para pelanggan.

Bar yang sederhana, tetapi selalu hidup. Dan menghidupi lima orang kru tulang punggung bar.



Karena Izakaya tak terlalu ramai, aktivitas di dalamnya pun terbilang tak padat. Sesuai pesanan pelanggan, Chief Cook sekaligus pemilik Izakaya menyiapkan potongan sushi dan sashimi andalan, salah satu menu yang direkomendasikan dari restoran. Chief Cook memotong-motong perut salmon dengan seksama, sekecil kepalan sushi biasa. Potongannya selalu konsisten dan tidak pernah mengubah rasa. Tapi, jangan dikira salmon raksasa yang dia kuliti, dia memotong-motong daging salmon ukuran 250gram yang sudah disiapkan sejak awal untuk memudahkan dan mempercepat proses pengolahan.

Chief Cook adalah spesialis sushi, sashimi, soup-based, dan sesekali grill sate-satean. Dia tidak menyerahkan pengolahan spesialisnya ke asistennya atau dengan kata lain, hanya Chief Cook yang boleh bikin sushi, sashimi, dan soup-based, kalau grill sih bisa bergantian. Oleh karena itu, asistennya diberi tanggung jawab untuk memasak makanan gorengan, teppanyaki, dan grilled. Dua tukang masak inilah yang banting tulang memasak bagi puluhan, hingga ratusan pelanggan mereka, dengan resep yang terus disempurnakan oleh satu sama lain.

"Table 8 ready!" ujar Chief Cook memanggil pelayan sambil mengoper sepiring sashimi dan sushi roll ke atas meja pesanan.

Kedai ini punya vibe yang informal dan sangat santai. Buktinya, si satu-satunya pelayan melenggak-lenggok mengantar piring sambil melantunkan lagu Blackpink Don't Know What to Do yang mendentum cukup keras di earbud di kuping kirinya. Sesekali, ia juga bernyanyi menghibur pelanggan dengan suaranya yang imut-imut, melemparkan satu dua bait lirik. Namun lantunannya kali ini tidak menggerakkan hati pelanggan di table 8.

"I don't what to do without you~" nyanyinya menggoda pelanggan itu, sambil menaruh piring pesanan ke atas meja nomor 8.

"Silakan dinikmati, Kakak!" Senyum si pelayan sudah lebar, tapi si pelanggan hanya memberi senyum kecut 2 detik. Sudah mah tidak mengucapkan terima kasih pesanannya sudah diantar, ditambah lagi warna mukanya jutek. Lantas, di dalam hati, si pelayan mengumpat, "Sombong amat. Emang tuh orang masalah di hidupnya paling berat sedunia," sindirnya. Lalu, si pelayan kembali bertengger di dekat meja pesanan, sembari menunggu ada pesanan baru.



Kurang lebih dua jam telah berlalu, sautan-sautan table ini itu ready tetap terdengar secara kontinu. Hingga akhirnya waktu menunjukkan Pukul 22 lebih 10. Hanya tinggal tiga meja yang terisi. Dua meja lainnya sudah bersiap-siap untuk menutup bill, tapi di satu meja lain malah menambah pesanan.

"Table 8 minta sake tuh," ujar si pelayan kepada bartender, satu-satunya bartender di kedai sederhana ini, bertanggung jawab meracik minuman-minuman beralkohol ataupun sekadar menyajikan gelas-gelas kecil untuk minum sake dan soju.

"Hah? Seriusan lu?" balas si bartender kaget, sambil mengintip isi meja 8.

"Itu kakak-kakak cewek sendirian, pesen sebotol sake segede gini? Coba dicek lagi deh, Yuna, takutnya lo salah denger," tambahnya.

Soulful RecipeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang