04 - Di Sepertiga Malam

293 30 21
                                    

| WARNING!! |


Dini hari itu, penerangan di kamar Ryujin temaram, mengandalkan cahaya lampu duduk di meja kecil di sisi kanan kasur. Biasanya, menuju tidur, lampu kamarnya selalu mati. Kecuali ketika benaknya disambangi skenario thriller menuju horror atau ketika mimpi buruk mengetuk alam bawah sadarnya, maka terang benderang lah kamar ukuran 3x4m itu.

Sprei dan bed cover agak kusut, karena penghuninya masih bergelagat di atas double bed. Satu bantal sengaja dipindahkan ke sisi kasur untuk memberi ruang yang lebih luas bagi pergerakan si penghuni. Temperatur di kamar juga relatif tidak dingin, 26 derajat celsius semilir angin dihembuskan AC. Sebab salah satu penghuni kamar itu hanya mengenakan bra hitam dan celana pendek piyama.



"Ah... R-Ryu...," Jisu agak mengerang merespon jemari Ryujin yang berkontak erat dengan bagian sensitifnya. "Pelan-pelan...," pintanya.

"S-sorry... Segini cukup?" Ryujin mengurangi tekanan dan kecepatan jemarinya, ia agak khawatir dengan respon Jisu yang tidak nyaman.

"Yeah...," jawab Jisu pelan dan singkat, kedua tangannya sambil meremas sprei abu polos kasur Ryujin, mengantisipasi kejutan yang akan diberikan tangan Ryujin.

Jemari Ryujin mulanya mendarat di atas pundak Jisu. Kemudian, berkelana di sepanjang punggung hingga turun ke pinggang. Di pertengahan perjalanan jemarinya, Ryujin sempat meminta izin untuk melepaskan kaitan bra yang mengelilingi dada Jisu. Sepatah "maaf" dari Ryujin dijawab dengan anggukan Jisu yang terengah-engah mengontrol nafasnya.



Selang waktu berjalan, Jisu hanya menikmati setiap gerakan tangan Ryujin, tak ada lagi keberatan tentang tekanan yang terlalu kuat ataupun kecepatan yang terlalu kencang keluar dari mulutnya. Separuh beban tubuhnya terasa terangkat, sedikit demi sedikit kepalanya juga terbebas dari penat dan pening. Dua kata yang menurut Jisu mendeskripsikan tentang sentuhan-sentuhan Ryujin yang menggugah panas tubuhnya: liberating dan rejuvenating.

Pada perspektif lain, jemari Ryujin juga semakin familiar dengan titik-titik tubuh Jisu, arena ia berkitar. Ryujin –yang berada di atas Jisu– tambah piawai memberikan perlakuan ke sepanjang tubuhnya. Jari-jari Ryujin jadi paham titik mana yang mesti disambangi, ia jadi fasih mengukur laju dan pijatan. Setiap sentuhan Ryujin, semua adalah remedi bagi Jisu.



"Ah... Iya, Ryu, di situ...," ucap Jisu sembari menggigit bibir bawahnya. Kendati bercampur sedikit rasa nyeri, kalimat itu menjadi titah bagi Ryujin.

"Di sini ya," Ryujin patuh, suara ia lafalkan serendah mungkin supaya tak meruntuhkan ketenteraman yang mereka bangun sejak sentuhan pertama Ryujin.

"Terus di situ, Ryu... Udah mau keluar...," tambah Jisu. "You're... really good at this," Jisu mengapresiasi dengan napas termengah.

Ryujin menyeringai. Tanpa berkata-kata, ia terus berkonsentrasi di satu titik yang dikehendaki Jisu dengan dorongan-dorongan yang stabil. Jisu mencoba rileks, ia lemas dan berserah untuk melepaskan ganjalan yang tertanam cukup lama di raganya. Perlahan, dorongan tangan Ryujin membawa Jisu mencapai puncak, hingga mereka menyelesaikan sesi tukar hangat yang telah berlangsung hampir 20 menit itu.


Klimaksnya, Jisu menutup dengan sendawa panjang. Gas yang terjebak di tubuh Jisu beriringan keluar lewat mulutnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Soulful RecipeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang