"Vivian pergi dulu ya bi!"
"Iya non hati-hati" jawab Bi Siti yang berdiri diteras rumah sambil tersenyum.
Aku mulai menjalankan mobilku dijalan. Aku tidak bersama Andreas, karena dirinya bilang kalau pagi ini dia bersama pacarnya.
30menit aku sudah sampai di sekolahku dan langsung memarkirkan mobilku.
Saat sedang menyusuri koridor. Aku melihat sosok yang sangat aku kenali. Dia memakai sweater hitam dengan tangan yang dimasukannya kedalam saku celana OSIS miliknya.
Oh tuhan, hati ini kenapa? Aku merasa sangat tidak enak dibagian dada. Kenapa koridor sekolah ini terasa begitu jauh dan waktu kenapa juga menjadi sangat lambat.
Saking geroginya, aku tidak sadar kalau ada tangga menurun didepan ku.
"Aaahhhh" teriakku ketika aku akan terjatuh.
Tapi....
Aku tidak merasakan diriku terbentur pada lantai. Melainkan aroma parfum yang khas dan membuatku candu.
Saat aku membuka mataku...
Shitt!!
Cowok itu...
"Lo gapapa..??" Tanyanya dengan muka datar dan tatapan yang tajam.
Aku tidak fokus untuk saat ini. Aku susah bicara. Siapapun tolong....
"Heyyy?? Lo gapapa..???"
"Eehhh haahh?? Iya iya gue gapapa. Sorry btw" ucap ku dan langsung melepaskan pelukannya.
"Makasi..." Ucapku kembali dan langsung berjalan menuju kelas.
......
"Gila gila Viviaannn!!"
"Lo kenapa si? Aneh banget" ucap Andreas.
"G-gue ketemu samaa diaaaaaa, Andreaasss"
"dia siapa? Maksud Lo??"
"Ya Tuhan, si crushh"
"Whatt!!? Kok dia bisa disini??"
"Ya gatauuu. Ih ya ampun. Mana gue dipeluk lagi" jawabku yang mana ekspresi ku berubah menjadi seperti orang kurang obat.
"Heee ngimpi Lo "
"Ngimpi apaan gue beneran. Orang tadi-"
"Heh heh diem diem Bu Asih udah dateng" ucap temanku Agam sang ketua kelas.
Semua murid pun duduk dengan tenang dan rapi ketika melihat Bu Asih berjalan menuju kelas. Tunggu dulu?
Siapa lelaki dibelakangnya??
Ya ampunnn dia??
"Vi...??" Ucap Andreas kepadaku dengan nada pelan.
"Iya gue tauuu" jawabku sama dengan nada pelan Andreas.
"Oke anak-anak dikelas ini akan ada murid baru. Dia pindahan dari Thailand. Semoga kalian bisa berteman dengan baik. Untukmu anak baru, silahkan perkenalkan dirimu"
"Pagi, perkenalkan gue Azifdan Tivano Xanderle. Panggil aja Vano. Semoga kita bisa berteman dengan baik." Ucap cowok itu.
"Oh jadi namanya Vano" batinku.
"Oke Vano silahkan duduk dibelakang Vivian" ucap Bu Asih.
"Ya Tuhan, apaa lagi ini... Ya Allah kuat kuat"
......
Jam istirahat tiba. Aku duduk dipojok kantin bersama Andreas dengan 2 cup berisikan jus strawberry.
Entah mengapa hari ini dadaku terasa aneh, aku seperti senang tapi juga seperti gelisah. Kenapa ini?
"Btw Lo ga niat mau deketin dia??" Ucap Andreas kepadaku.
"Hemm niat sih, tapi bisa ga ya??"
"Bisalah, orang Lo cantik"
"Dimata dia maybe gue kaya badut dodol"
"Haha ngelawak Lo gila!!" Jawab Andreas dengan tawanya.
"Eh eh! Itu dia?"
Mendengar kata 'dia' aku reflek menoleh kebelakang. Benar saja, sudah ada Vano disana. Dia sedang berbincang dengan kelas sebelah.
"Udah pada kenal ya emang??" Tanyaku dalam hati.
Secara tidak sadar aku terlalu lama menatapnya, sampai Vano membalas tatapanku.
Oh shit apa ini?!
Aku yang gelagapan langsung berbalik dan menarik tangan Andreas untuk pergi dari kantin.
"Yuk cabut!"
"Heh heh apaan sih belum habis ini...." Tolak Andreas.
"Hih udah gamasalah, cepet!"
Andreas pun pasrah ketika tangannya aku tarik.
Hati ini, kenapa??
Padahal aku bertemu dengannya hanya sekali, saat malam aku dari rumah Andreas. Tapi astaga perasaan ini.
.....
Hari ini sungguh melelahkan, banyak sekali cerita hari ini, sungguh aku sangat capek.
Tin tin !!
Suara klakson membuyarkan lamunanku. Secara mendadak aku memberhentikan mobilku dipinggir jalan. Dan aku pun keluar dari mobil.
"Apaan sih Lo!?" Ucapku kepada cowok yang masih duduk diatas motor ninjanya. Secara perlahan cowok itu membuka helm yang menutupi kepala dan wajahnya.
Deg!!
Vano???
_________________________________________
Terimakasih masih mau melanjutkan membacanya. Semoga kalian tertarik, dan menunggu eps-eps selanjutnya.
Ig : vi.vialy01
KAMU SEDANG MEMBACA
the last five minutes
Teen FictionDia, sosok yang sangat aku cintai. Senyum dan tatapan matanya yang selalu membuat dadaku terasa begitu nyeri. Tunggu, bukan nyeri karena sakit, tetapi karena terlalu bahagia. Dia, ku harapkan menjadi milikku.