12. Akhir Dari Pengabaian

3.5K 317 20
                                    

Hai, guys🤗
Aku mau menepati janjiku ke kalian semua, ya untuk publish segara bab berikutnya.

Hm ... penasaran gak nih, apakah Amaya akan tetap berkepala batu atau mulai mengikuti kata hatinya? Yuk, temukan jawabannya denga ikuti terus ceritanya.

happy reading!



Bandung, 2019

"Hai, May. Jemput anak-anak, ya?"

Amaya tahu itu hanyalah sapaan biasa yang seharusnya dapat ia balas dengan mudah. Namun, menjawab pertanyaan semudah itu pun akan jadi sulit jika Sakya yang menanyakannya. Terlebih di saat laki-laki itu mendapati dirinya tengah bersama laki-laki lain yang dipanggil "Ayah" dengan begitu ringannya oleh Bintang.

"Ya. Kamu sendiri ...?"balas Amaya akhirnya setelah berhasil mengontrol ekspresi terkejutnya karena bisa bertemu dengan Sakya di sekolah anak-anaknya dalam situasi secanggung ini, sementara ia susah payah menyembunyikan Radhi dari laki-laki itu.

"Tentu aku jemput keponakanku," jawab Sakya tanpa repot-repot menyembunyikan senyum tipisnya yang dingin.

"Hey, Mario. Lihat kan? Aku dan Bulan juga punya Ayah. Malah Bunda kami juga ikut jemput." celetukan Bintang yang terdengar angkuh seketika menarik perhatian semua orang yang ada di sana termasuk Amaya dan Sakya yang sedari tadi seolah tak dapat melepaskan kontak mata satu sama lain.

Mario memasang wajah masam mendengar Bintang yang memamerkan orangtuanya. Amaya mau tak mau tersenyum maklum melihatnya. Padahal terakhir kali mereka bertiga sudah nampak akur. Dasar anak-anak.

Lagi-lagi Mario mengingatkan Amaya pada sosok dirinya di masa lalu yang masih menjadi anak panti asuhan. Dia juga pernah menjadi begitu pemberontak dan ketus dulu.

"Lain kali, kamu juga minta jemput Mamamu dong. Aku juga kan ingin kenal?" tantang Bintang dan Amaya rasa ia harus menghentikan bocah itu saat ini juga sebelum situasi menjadi bertambah canggung.

"Bintang," tegurnya bersamaan dengan Radhi.

"Maafin, Bintang ya?" Amaya merunduk dan mengusap pelan kepala Mario. "Nanti Tante akan marahi dia karena sudah gak sopan sama Mario."

Mario tersenyum kali ini. "Hm. Kalau Mario udah punya Mama yang mirip kayak Tante pasti Mario bawa ke sekolah juga," ucap bocah itu dengan polosnya, yang mana langsung membuat Amaya tersipu.

Amaya menoleh pada Radhi yang kini nampak menarik pelan tas ransel di punggung Bulan. Laki-laki itu pasti sedang menjalankan misinya mendekati gadis kecil itu.

Amaya kembali memusatkan perhatian pada Mario dan berkata, "Mario pasti akan punya Mama yang lebih baik daripada Tante. Bintang?"

Amaya menoleh pada Bintang meminta bocah kesayangannya itu maju dan meminta maaf.

Sementara kedua bocah itu bermaafan, Sakya lagi-lagi menarik perhatian Amaya karena ia dapat merasakan tatapan tajam laki-laki itu nampaknya tak pernah berhenti mengawasinya.

"Kamu sudah tahu kalau Mario anaknya Bang Satya?" tanya laki-laki itu dengan kening berkerut karena Amaya seolah sudah dekat dengan Mario.

"Hm. Terakhir kali aku dan anak-anak malah makan siang bareng Mario dan Kak Satya." jawab Amaya jujur.

Kenapa Bang Satya gak pernah cerita kalau Mario satu sekolah dengan anak-anaknya Amaya? pikir Sakya heran.

"Oh begitu."

"Hm."

Situasi canggung yang tak kunjung mencair meskipun Amaya berusaha bersikap senormal mungkin membuatnya kian ingin kembali ke butik saja. Rencananya untuk menyembunyikan Radhi dari Sakya pun telah gagal. Barangkali laki-laki di hadapannya itu sudah patah hati sekarang dan tidak ingin berurusan dengannya lagi.

The ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang