22 - Dia benar-benar pergi

1K 94 30
                                    

"Tak ada yang abadi."

- Pak Wijaya.











Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.























Agam duduk termenung di kursi panjang teras rumah. Masa cuti kerja nya tinggal seminggu lagi. Tapi rasanya dia masih enggan untuk meninggalkan rumah ini.

Dia kemudian meminum kopi yang sudah mulai dingin. Agam ragu, apakah dia harus keluar dari pekerjaan nya atau dia harus kembali ke Jakarta. Butuh waktu lama lagi untuk pulang. Karena pekerjaan Agam lumayan padat, jadi dia tidak bisa sering pulang ke Bandung.

"Mas jadi balik?" Jay datang dan duduk disebelah Agam.

"Gak tau, masih pengen dirumah."

Jay menghela napas pelan, "Kita semua bakalan baik-baik aja kok, Mas. Lo gak usah khawatir.''

Agam menunduk, "Lo yakin? Kita udah dua kali kehilangan."

"Itu gak bisa kita prediksi, Mas. Kehilangan Papa maupun Saga, ikhlas."

Agam menatap adiknya itu, "Gue ikhlas, tapi gue nyesel karena gak banyak waktu untuk keluarga. Sejak gue kerja di Jakarta, gue gak tau apa yang terjadi dirumah. Gue yakin kalian yang dirumah juga ada nutupin sesuatu dan diam-diam aja biar gue kerjanya fokus."

Jay diam, Agam melanjutkan, "Waktu Papa meninggal, gue gak karuan buat bisa pulang detik itu juga. Selama perjalanan pulang, gue gak bisa mikir apa-apa selain Papa. Gue nyesel karena waktu gue untuk Papa cuma dikit. Dan sekarang Saga, setelah gue pulang bahkan gue gak sempat banyak cerita sama dia. Dan sekarang dia pergi."

Jay mengusap pelan punggung Abang nya itu, dia tau itu sangat sulit bagi Agam. Selama dia bekerja di Jakarta memang banyak sesuatu yang ditutupi oleh mereka agar Agam fokus dengan pekerjaannya.

"Papa maupun Saga bangga kok sama lo, Mas. Lo harus tau, Saga selalu bilang sama gue kalau dia kagum punya Mas kaya lo. Mungkin Saga adalah orang yang paling jarang nelfon lo, tapi sebenarnya dia diam-diam nanya lo sama kita, kalau lo nelfon Jean, dia pasti duduk di samping Jean."

Agam melihat lurus ke depan, rasanya Sagara berdiri di depannya sekarang. Terlihat Sagara tersenyum padanya, lalu melambaikan tangannya. Kemudian Sagara menghilang. Agam berdiri, ingin menahan. Tapi tak ada siapapun di depannya.

"Dia udah pergi, Mas." Ucap Jay, dia berdiri dan membawa Agam masuk ke dalam rumah.

Sathala terbangun dari tidurnya. Lagi-lagi dia tertidur di kasur milik Sagara. Rasanya nyaman sekali, padahal kasur miliknya dan Sagara sama saja. Setiap tidur disini, dia seperti tidur bersama kembaran nya itu.

Dia menghela napas pelan, kemudian melihat ke arah samping nya. Sama seperti Agam, dia melihat Sagara sedang tidur di sampingnya. Sagara membuka matanya dan tersenyum. Sathala hanya diam termenung, sedangkan Sagara mengelus pelan rambut Sathala.

Sagara | Sunghoon Park.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang