Part 3

11 8 13
                                    


"Hari ini aku sadar, bahwa kesalahan yang aku lihat ada pada diri seseorang belum tentu itu adalah sebuah kesalahan"

-Rikal-

--

     Cahaya mentari pagi mulai memasuki kamarku. Suara bising di luar kamar pun seakan bekerja sama untuk membangunkan tidur nyenyakku semalam. Ya, baru semalam aku tidur nyenyak. Karena sebelumnya yang aku pikirkan setiap malam hanya penyesalan yang tiada lelah menghampiriku. Namun, setelah berbincang sedikit kemarin dengan kakek, perlahan aku mulai mengikhlaskan kepergian nenek. Benar kata orang, bahwa yang bisa mengendalikan diri seseorang hanya diri itu sendiri. Ia harus terbiasa dengan keadaan saat ini. Dan ia harus percaya bahwa takdir Allah sudah berada disetiap garis tangan orang-orang.

     Aku bangkit dari tidur. Mengucek mataku sebentar karena masih terlihat buram. Aku menatap sekeliling kamarku. Kamar yang masih belum kurapihkan sejak aku datang ke rumah kakek. Sebentar, baru saja aku tersadar bahwa aku belum merapikan sebagian barang-barangku. Namun, kemana koperku yang belum sempat aku keluarkan semua barang-barangnya? Aku ssegera bangkit dan berjalan menuju lemari pakaian. Benar saja dugaanku. Seluruh pakaian yang sudah aku tata sebagian kemarin pun tidak ada. Aku langsung bergegas ke luar rumah. Betapa terkejutnya aku ketika koper-koperku akan dimasukkan ke dalam sebuah mobil yang aku yakini itu adalah mobil papa.

"Mau dibawa kemana koperku?" Ucapku yang menahan amarah. Siapa yang tidak marah jika barang pribadinya tiba-tiba diambil paksa tanpa izin dari yang punya.

"Sayang, sudah waktunya kita pergi." Ucap mama yang terlihat sudah rapih dengan pakaian formalnya.

"Pergi? Siapa yang mau pergi?" Ucapku seraya berjalan ke arah mobil dan menurunkan kembali koper-koperku yang sudah lebih dulu berada di bagasi mobil papa.

"Kitalah." Ucap mama. "Eh eh, kenapa diturunkan lagi, Nak?" Ucap mama menahan koper-koperku.

"Aku udah bilang kan kalau aku akan tetap disini. Aku mau temani kakek dan tinggal disini." Ucapku tegas.

"Ada apa ini?" Tanya papa yang baru saja datang. Aku prediksi bahwa papa baru saja menerima panggilan telpon, karena ketika datang tadi papa sedang memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Itu sudah menjadi kebiasaan papa yang membuatku tau apa saja yang sudah papa lakukan.

"Aku ga mau ikut kalian pulang." Ucapku dengan tegas.

"Apa-apan ini. Kita sudah membicarakannya kan? Kita udah ga ada waktu." Ucap papa yang memasukkan kemabli koper-koperku.

"Pa, please aku mau tetap disini. Aku mau tinggal disini sama kakek. Kalau bukan aku, siapa yang jagain kakek?" Ucapku memohon pada papa.

"Ada bi Imah sama mang Ujang kan. Udah clear. Sekarang cepat masuk mobil!" Ucap papa yang tidak kalah tegas. 

    Tiba-tiba kakek keluar dari kamarnya. Sepertinya percakapan kami mengganggu tidur kakek. Melihat raut wajah kakek, aku tau pasti kakek sudah mendengar semua yang kami perdebatkan sejak tadi. Aku tau kakek pasti sangat sedih melihat kekacauan pagi ini di rumahnya.

"Ayrein, kamu ikut saja pulang bersama Mama dan Papa kamu. Benar kata papa kamu, disini sudah ada bi Ijah dan mang Ujang yang bisa temani Kakek." Ucap kakek.

"Aku minta maaf, Yah. Karena kami belum bisa menetap disini." Ucap papa pada kakek. Kakek hanya tersenyum dengan anggukkan.

     Aku sudah tidak tahan. Aku sudah lelah dengan semua ini. Aku sudah cape menahan semua kekesalan, amarah, dan semua yang bercampur aduk dalam hati.

PUZZLE [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang