❃ halaman keempat

2.7K 716 158
                                    

ㅤㅤㅤ› 〉 𝐁𝐞𝐫𝐝𝐚𝐦𝐩𝐢𝐧𝐠𝐚𝐧

•••

Sudah cukup lama waktu berlalu. Hari demi hari, dan detik demi detik. Takashi belum memiliki keberanian untuk menyatakan.

Sedangkan (Name) belum memiliki niat untuk mengakui.

Bahwa dia sudah jatuh.

Bahwa dinding esnya telah runtuh.

Bahwa matahari, memang sudah membuatnya luluh.

•••

Lagi-lagi ia sendirian.

Rasa bosan yang ia benci kembali muncul ke permukaan. Kesunyian membuatnya berdecak, dan hening membuatnya marah.

Tiba-tiba, sebuah suara seakan berbisik di telinganya.

Memanggilnya.

"(Surname)-san."

Mengapa laki-laki itu yang dia pikirkan!

Ponselnya bergetar. Membuat sang gadis berdecak pelan. (Name) mengangkatnya tanpa pikir panjang.

"(Surname)-san?"

Gerakannya terhenti, dan tubuhnya mematung. Baru saja dipikirkan, orangnya langsung datang.

Mengapa dia tidak melihat nama orang yang memanggilnya?!

"Apa?"

Suaranya menyahut dengan ketus.

"Maaf mengganggumu malam-malam. Apa kamu ada di rumah?"

"Iya. Kenapa?"

Tak ada jawaban dari seberang sana.

"... boleh pinjam waktumu?"

Perasaan asing yang mengetuk pintu hati, memohon sang pemilik untuk membukanya. Memintanya untuk mencoba dan memberi kesempatan.

"Kau ada dimana?"

Orang di seberang diam-diam mengulas senyum.

"Di depan rumahmu."

•••

Takashi tidak membawa motor. Mungkin ia ingin menikmati waktunya lebih lama dengan gadis pujaan.

Keduanya berjalan di bawah langit malam. Tepat ketika menenggadah, bintang menyambut, dan bulan seakan mengukir senyum. Seolah merasa senang dengan kehadiran mereka berdua.

Sekarang, mereka jalan berdampingan. Tidak jauh, namun berjarak.

"(Surname)-san?"

Gadis di sampingnya berdeham sebagai jawaban.

Ini adalah pertama kalinya dalam hidup Takashi. Dia tidak tahu caranya bersikap romantis. Dia tidak tahu caranya menyenangkan hati seorang gadis, apalagi memenangkannya dengan mudah. Ini juga pertama kalinya dia jatuh cinta.

Tapi dia tidak akan mundur.

Dia akan berusaha, sampai gadis itu mau mencoba. Membuka hati untuknya.

"Hari ini, guruku berbicara tentang tata surya."

(Name) masih mendengarkannya. Keduanya berjalan tanpa menatap. Hanya mendengarkan dengan seksama. Gadis ini masih setia walau merasa topiknya sangat absurd.

"Apa (Surname)-san tahu mengapa neptunus menjadi planet paling dingin dalam tata surya?"

"Hm?"

Kurva terbentuk pada paras tampan laki-laki beranting itu. Ia berusaha berbicara dengan tenang meski jantungnya menggila. Dadanya berdebar, dan tangannya bergetar.

Haruskah ia lanjutkan?

"Karena neptunus begitu jauh dari matahari."

Langkah kaki ganda mereka terdengar. Pandangannya masih menatap langit, berusaha menenangkan dada yang bergemuruh.

"Aku tahu. Lalu, apa hubungannya denganku?"

Lelaki itu tetap melangkah maju, namun mengikis jarak dengan gadis di sampingnya. Tangan kiri Takashi bergerak perlahan. Jari jemarinya mengetuk lawan dengan malu-malu.

"Makanya, (Surname)-san."

Ketukan itu dibalas dengan sentuhan jari telunjuk, dan beralih dengan tangan yang saling bertaut.

"Jangan jauh-jauh dariku."

•••

Mereka tenggelam dalam euforia sesaat. Mengitari jalanan dengan perlahan, tanpa peduli waktu. Tanpa peduli dengan orang lain yang melirik tautan malu-malu.

Seolah dunia ini adalah milik mereka berdua.

Jemari yang tertaut, kini menari dengan pelan. Suhu tubuh meningkat kala detak jantung berpacu cepat.

Apakah dia akan mendengarnya?

Mereka bergumam dalam batin, berharap yang di samping menulikan telinga. Takut bila ditajamkan, suara yang bergemuruh akan terdengar jelas.

"... (Surname)-san, apa orang tuamu sudah pulang?"

"Uhm."

"Apa tidak msalah kalau kau keluar begini denganku?"

Langkah kaki itu kembali memelan. Seolah takut jika jawaban yang akan dikeluarkan oleh gadis di sampingnya, dapat membuat mereka berpisah.

"Sekali-kali nakal juga tidak masalah kan?"

Kekehan pelan meluncur dari bibir lelaki beranting.

Keduanya berjalan menuju taman. Dengan niat menghabiskan waktu bersama, berdua. Di tengah sana, dan di bawah rembulan.

Setidaknya, itu yang mereka harapkan, sebelum akhirnya sepasang manik ungu itu menangkap sosok tak asing di sana.

Hanma Shuji.

Dan antek-anteknya.

"Sial. (Surname)-san, aku ada urusan. Bisa tolong pulang duluan?"

Tatapan mata lelaki di dalam taman sana sudah terkunci pada manik lavender.

Seringai terukir kala sang gadis memasang wajah bingung.

"Apa maksudmu?"

Shuji di tengah taman memiringkan kepalanya. Diam-diam tertawa melihat interaksi Takashi.

"Aku ada urusan. Maaf, aku tidak mengantarmu."

Tidak.

(Name) tidak boleh terlibat dengan dunianya.

Ketika tautan itu terlepas, langkah kaki membawa gadisnya menjauh. Membuatnya maju berdiri di hadapan lelaki sialan yang tak pernah ia duga akan bertemu disini.

Wajah Takashi menggelap, sementara lawannya memasang wajah santai.

"Kau Mitsuya dari Touman kan?"

"Apa urusanmu, brengsek?"

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

7 Juli 2021

𝐍𝐄𝐏𝐓𝐔𝐍𝐔𝐒! mitsuyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang