❃ halaman pertama

4.7K 842 159
                                    

ㅤㅤㅤ› 〉 𝐒𝐚𝐭𝐮 𝐝𝐞𝐭𝐢𝐤

•••

Distrik Shibuya terlihat ramai sore ini. Bahkan saat matahari sudah sampai di penghujung cakrawala, orang-orang masih tampak nyaman berlalu-lalang.

Lain halnya dengan gadis satu ini, yang sedikit kerepotan mencari jalan. Baru saja pindah kemari, dan ia sudah disuruh mengambil barang-barang? Ah, untung saja itu orang tuanya sendiri. Jika tidak, mungkin ia akan menghajarnya sampi babak belur. Walau memang itu yang ia inginkan.

Sialan.

Gadis itu menenggadah ketika gelap menutupi dirinya. Bayangan di belakang tumpang tindih dengan seorang pria jangkung.

"Gadis kecil, kau terlihat tersesat. Mau kubantu?"

Menjijikkan. Tatapan itu, senyum itu, si gadis tahu benar mereka tidak berniat baik.

"Enyahlah," ujarnya. Nada yang begitu monoton, juga terdengar begitu dingin. Seakan jika terlalu lama berdiri di dekatnya, kita akan ikut membeku.

"Ck, padahal aku menawari baik-baik. Dasar tidak tahu terima kasih!"

"Memangnya aku minta ditawari?"

Gadis itu menaikkan alisnya saat tiga laki-laki di hadapannya mendekat.

"... sepertinya kau harus diberi pelajaran."

•••

Takashi sedang tidak ingin mengendarai motornya, oleh karena itu dia memilih untuk berjalan kaki. Meski begitu, ia terlihat sangat menikmatinya.

Itu adalah apa yang ia pikirkan sebelum sampai di depan sumber keributan.

Para penonton diam-diam merasa jijik, sementara para penonton enggan melangkah pergi. Mereka menatap, tanpa adanya niat terlibat.

"Kubilang enyahlah, kau tuli ya?"

Takashi menaikkan alisnya. Apa gadis ini tidak punya rasa takut? Dia dikelilingi oleh tiga laki-laki busuk seperti itu, tapi wajahnya bahkan tidak menunjukkan jejak kecemasan.

"Hah ... aku tidak boleh terlibat perkelahian," gumam Takashi. Baru saja hendak memutar badan, sebuah ilusi di depan mata muncul.

Itu adalah adiknya.

Apa jika suatu saat adiknya diganggu seperti itu, ia akan langsung ada di sana? Bagaimana jika orang lain juga hanya melihat, sedangkan tak ada niat terlibat? Bagaimana jika saat adiknya diperlakukan seperti itu, yang para saksi lakukan adalah memutar badan?

Tidak!

Takashi memutar badan dengan niat mengulurkan tangan.

Tapi semuanya sirna, dan rasa kagum muncul ke permukaan ketika gadis itu menatap rendah para lelaki yang terbaring di bawah.

Saat itu, sang matahari tidak tahu apakah itu adalah rasa kagum, atau perasaan asing yang lain.

"... dia kuat."

•••

Kakinya melangkah mendekat. Takashi tidak perlu repot-repot menunduk sebab tinggi gadis itu hampir sama dengannya.

"Permisi, kau baik-baik saja?"

Takashi bertanya dengan senyuman tipis, tampaknya ia tidak ingin gadis itu merasa takut.

Namun gadis itu tidak merasa takut sama sekali, melainkan terganggu. Bulu matanya bergerak turun, sementara ia melirik lewat ekor mata.

Tatapan itu tajam, juga memberikan rasa dingin yang menusuk tulang.

"Aku tahu kau tadi berniat pergi. Sana, jangan memedulikanku."

Rupanya gadis itu sadar.

Takashi merasa tidak enak. Kemudian, ia menghela napas dan mendekat.

"Maaf. Kalau begitu, mau kuantar? Di sini banyak sekali berandalan—"

Langkah kaki gadis itu berhenti secara tiba-tiba, dan tubuhnya berputar dengan cepat. Menatap Takashi yang terdiam.

"Bukannya kamu salah satu berandalan itu?"

Tatapan matanya bergulir dari rambut, ke anting, lalu tato, dan gadis itu terus mengamati penampilannya hingga ia mendesah pelan.

"Apa ini tren anak Tokyo?"

Takashi terdiam sejenak.

"Aku akan menjaga jarak, lima langkah di belakangmu, bagaimana?"

Gadis asing itu kini menaikkan kedua alisnya bersamaan.

"Kau sangat keras kepala ya," gumamnya pelan. "Ya sudah. Terserahmu."

Takashi tersenyum tipis. Entah lega atau senang. Lalu, sesuai dengan kata-katanya tadi. Dia mengikuti si gadis asing lima langkah dari belakang. Walau tahu gadis itu tidaklah lemah, tapi tetap saja ia merasa khawatir. Bagaimana jika nanti ia mengalami yang lebih parah?

Sementara itu, si gadis dengan poni sealis terdiam sejenak. Rasanya ia melupakan sesuatu.

Apa ya?

•••

Langkah kakinya berhenti di depan sebuah gerbang. Kemudian dia menoleh ke samping kiri, dimana lelaki dengan surai perak ungu ikut berhenti.

"Sudah sampai. Puas kan?"

Takashi tidak menarik kurva mau pun berwajah masam. Entah gadis ini memang memiliki sifat kasar, atau baru menjalani hari buruk.

"Hm," sahut laki-laki itu.

Ketika tangan yang terangkat menyentuh pagar besi, semilir angin yang datang dengan tiba-tiba mengacak surainya. Membuat rambut panjang itu dengan nakal menyentuh permukaan wajah.

Lalu, jarinya beralih menyingkirkan helaian tersebut. Matanya yang menyipit dengan samar melihat sosok lelaki yang dengan ragu bertanya.

"Boleh aku tahu namamu?"

Karena sesungguhnya, jatuh cinta itu hanya membutuhkan satu detik.

"Aku Mitsuya Takashi."

Wajahnya masih terlihat normal. Walau pada kenyataannya, jantungnya serasa ingin melompat keluar.

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

4 Juli 2021

𝐍𝐄𝐏𝐓𝐔𝐍𝐔𝐒! mitsuyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang