Musim kemarau, Desember 2009, Ghana- Afrika
Udara panas berpendar di bawah kemilau cahaya matahari. Menerpa wajah dan menyengat kulit bersamaan. Di penghujung jalan, lautan seakan mengambang di bawah langit, menayangkan permukaan sebening kristal yang dengan cara bagaimanappun tampak bagai keajaiban yang sepadan. Fatamorgana mengelabui. Di kedua sisi jalan, saturasi warna keemasan bagaikan kanvas yang menyatu dengan alam.
Pekatnya jalanan aspal membelah padang sabana dalam dua bentangan sempurna. Hanya satu dari sepuluh kendaraan yang melewati jalan tersebut peka terhadap apa yang tengah terjadi. Sebuah mobil Chevrolet captiva merah berhenti di tepi jalan dalam kondisi pintu kemudi terbuka. Menyendiri dan tak bertuan.
Tidak ada yang menyangka bahwa di dalam mobil tersebut terdapat satu nyawa kecil yang membutuhkan pertolongan. Seorang wanita berkulit hitam berusia empat puluh tahunan yang kebetulan melajukan mobilnya pelan merasa aneh dengan apa yang ia temukan. Alitash mematikan radio mobilnya ketika samar-samar mendengar suara tangis histeris membelah udara, melolong ke segala penjuru padang sabana. Ia menepi, menghentikan mobilnya tepat di depan Chevrolet merah tersebut lalu menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa ia tidak salah dengar. Kendaraan merah itu masih diam dan tak berubah sama sekali. Alitash mematikan mesin mobilnya dan sesegera mungkin keluar dari ruang kemudi.
Saat ia hendak menghampiri Chevrolet tersebut, matanya menangkap gerakan aneh dari sesosok binatang berwarna kuning keemasan sedang berjalan pelan. Seekor singa betina merayap pelan dua ratus meter di belakang Chevrolet. Alitash terpaku di atas kakinya sendiri dalam bayang-bayang kecemasan.
Pandangannya menerobos ke dalam melalui kaca depan Chevrolet, bayi itu masih menangis dan ia tidak melihat siapa pun berada di dalamnya selain makhluk kecil yang terikat sabuk pengaman di baby seat bagian belakang. Terik matahari menyengat di atas kepala Alitash. Matanya mengawasi singa itu, sesekali melihat bayi dalam belas kasihan yang mengurung hatinya.
"Sial!" umpatnya. Ia merogoh ponsel dari dalam saku celana untuk menghubungi polisi lalu melaporkan apa yang ia temui begitu tersambung dengan seorang polisi wanita.
Senapan bukanlah pilihannya jika ia sendiri tidak sedang terancam bahaya. Kemungkinan besar singa itu tersesat jauh dari kawanan, menerobos pagar pembatas jalan rusak yang seharusnya mengurung mereka untuk tetap berada di kawasan cagar alam. Alitash mengambil senapan yang sering ia gunakan untuk menembak burung di ladang jagungnya. Senjata itu selalu tersedia di bagasi belakang mobil. Matanya sesekali mengawasi singa. Ia berusaha bergerak cepat, singa tersebut berjalan semakin mendekat, berharap saja tidak lari ke arahnya dalam satu kesempatan.
"Halo, Anda sedang bicara dengan staf polisi kota Accra. Silakan sampaikan laporan Anda," sapa seseorang di seberang teleponnya.
"Halo, aku Alitash. Saat ini sedang berada di jalan taman nasional Mole." Ia menarik napas, maju beberapa langkah untuk menggapai bagasi belakang mobilnya. Singa itu masih berada di sana, melangkahkan satu per satu kakinya ke depan. "Aku kebetulan lewat dan tanpa sengaja menemukan sebuah mobil chevrolet merah di pinggir jalan." Ia memindahkan ponsel ke tangan kiri dan menempelakkannya ke telinga agar tangan kanannya bisa digunakan untuk membuka bagasi. "Arhh, sial!" Alitash kesulitan membuka bagasi.
"Baik, tenanglah, Nyonya. Apa situasi daruratmu?"
"Ada bayi. Ada bayi perempuan di dalam mobil dan sialnya, seekor singa betina mengawasi kami dalam jarak 200 meter."
"Apa kau melihat orang lain? Mungkin orang tua bayi tersebut?"
"Tidak, aku tidak melihat siapa pun. Bayi ini sendiri." Terdengar bunyi krak saat ia berhasil membuka bagasi.
"Bisa kau sebutkan berapa usia bayi itu?"
Alitash mengesah kesal. "Ayolah, apa kau tidak mendengar suara tangisannya? Aku tidak tahu berapa usia bayi itu. Mungkin sembilan bulan. Tapi cuaca di sini sangat panas dan aku tidak tahu harus bagaimana agar singa itu tidak menerkam salah satu dari kami."
"Baik. Sebutkan detail lokasimu, kami akan mengirim personil polisi ke sana secepat mungkin." Alitash pun menjelaskan lokasi keberadaannya saat ini sekaligus memberi tahu nomor plat mobil Chevrolet sampai polisi itu mengerti.
"Paling tidak beri tahu apa yang harus kulakukan? Aku tidak ingin dihukum hanya karena menembak hewan yang dilindungi." Alitash mengambil senapan lalu menutup bagasinya. Polisi di balik teleponnya menyarankan untuk menghubungi jagawana di taman nasional tersebut tetapi Alitash tidak tahu nomor yang bisa dihubungi.
Di ujung, singa itu berjalan lebih dekat, menyeringai menunjukkan taring. Alitash semakin ketakutan, panik dalam waktu bersamaan. "Apa yang harus kulakukan?" Ia meneriaki polisi tersebut.
"Nyonya Alitash, jika Anda punya kesempatan untuk mengeluarkan bayi tersebut sebelum singa itu lebih dekat, lakukanlah. Tapi jika tidak, Anda bisa menutup pintu mobil Chevrolet, membuka sedikit jendela agar udara bisa masuk. Setelah itu, kembalilah ke dalam mobil Anda sampai polisi datang." Alitash membasahi bibirnya yang kering selagi polisi itu terus bicara. "Aku menyarankan untuk tidak masuk ke dalam chevrolet apa lagi menyentuh bagian dalam mobil karena Anda bisa merusak barang bukti yang tertinggal di TKP."
Tangisan bayi masih meraung-raung. Alitash mengarahkan senapannya ke singa tersebut, bersikap siaga bilamana jarak mereka semakin dekat. Tangan kirinya menutup pintu kemudi Chevrolet kemudian menyambar pintu bagian belakang untuk memeriksa bayi tersebut. Ia tak punya waktu banyak untuk berbelas kasih lebih jauh selain menurunkan kaca jendela selebar lima senti untuk sirkulasi udara.
Singa itu merunduk dan itu bukanlah gerakan bagus. Alitash dengan cepat menutup kembali pintu Chevrolet tepat di saat singa betina berlari kencang ke arahnya. Ia panik bukan main. Jantungnya menggedor dada. Tangannya mengokang senapan dengan lihai kemudian menembak singa itu satu kali dalam usaha yang sia-sia. Bidikannya meleset dan ia tak punya pilihan lain kecuali masuk ke dalam Chevrolet. Singa itu kini sudah berada di samping chevrolet, raungannya menakutkan.
Alitash melihat bayi yang berbalut pakaian kuning pucat, wajahnya merah padam dan basah karena air mata. Sementara satu kaki singa tersebut menggapai-gapai jendela yang sedikit terbuka tepat di sebelah sang bayi.
Persetan dengan barang bukti. Alitash menutup penuh kaca jendela lalu menghidupkan mesin dengan telapak tangan yang tak sengaja menyentuh bercak darah di setir.
------------
Halo, selamat datang di seri kedua Pölzl. Aku tidak berharap terlalu banyak sama cerita ini apakah bakal lebih bagus atau sebaliknya dari cerita sebelumnya. Tapi aku sajikan nuansa yg sangat berbeda dengan latar yang mungkin belum pernah kalian temui di kisah2 lain.Kuharap kalian menikmati perjalanan cerita Under The Mirage. Fokusnya kali ini tentg kehidupan Theodore dan Laura/ Felicia setelah menikah, dan kehidupan Monica setelah dipenjara.
Apa saja yg bakal terjadi? Pantengin on goingnya ya. Teror aja Thorjid kalau lama ga update🤭
Jangan lupa masukin ke Library biar dapet notifnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Under The Mirage
Misterio / SuspensoSejak Monica Pölzl--narapidana paling berbahaya yang menguasai hipnosis--berhasil kabur dari penjara Jerman tepat di hari pernikahan Theodore dan Laura, Theodore bertindak cepat dengan membawa istrinya tinggal di Ghana agar keberadaan dan rahasia me...