𓄷 O1.

205 30 105
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Iris biru secerah langit milik Hiiro melebar, senada dengan mulutnya yang tak bisa berhenti menganga kagum karena melihat kumpulan obyek menarik di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Iris biru secerah langit milik Hiiro melebar, senada dengan mulutnya yang tak bisa berhenti menganga kagum karena melihat kumpulan obyek menarik di depannya.

Bahkan sebelum mereka tiba di tempat itu—pantai, mendengarnya saja dari Tatsumi, Hiiro sudah menghujani Tatsumi dengan banyak pertanyaan. Seperti apa yang biasanya dilakukan di sana, apakah Ia bisa berenang di pinggir pantai tanpa ada ikan yang mendekatinya, sampai ukuran ikan terbesar yang pernah ada.

Hiiro masih berdiri di titik pertamanya tadi, mengabaikan teman-temannya yang sudah berpencar atau mulai menikmati waktu mereka. Dilihatnya sang kakak yang iseng mencipratkan air laut kepada snack yang dibawa Niki, juga Aira yang tampak bingung sendirian dengan mulutnya yang mengerucut dan pipinya yang memerah kepanasan.

"Aira!!"

Sosok yang dipanggil menghadap ke arahnya, "H–Hiro-kun? Kau tidak mengikuti Tattsun-senpai membeli makanan?"

"Tatsumi-senpai mengatakan kalau Ia sudah ditemani Mayoi-senpai! Tadi aku maunya menyusul nii-san, tapi aku melihatmu di sini sendirian, ada apa?"

Aira berbalik dan pipinya semakin menggembung, "Aku mencari Kohakucchi! Sepertinya dia pergi ke suatu tempat tanpa memberitahuku lebih dulu, uu~... Padahal aku ingin membeli es krim dengannya..."

"Kohaku ... cchi? Oh!! Tadi aku melihatnya berjalan ke toko souvenir bersama HiMERU-san."

"Benarkah? Hee..?! Seharusnya Kohakucchi bilang dulu kepadaku!"

Aira menghentakkan kakinya kesal, bertepatan dengan suara naiknya ombak ganas jauh tempat mereka. Seperti mewakili perasaan marah dan kesal Aira yang berkecamuk dalam hatinya.

"Sebenarnya apa yang kau lakukan di sini, Hiro-kun?"

"Aku tidak tahu."

"Kukira kau ada kegiatan lain," ujar Aira pada akhirnya. Kaki mungilnya bergerak menyusuri pinggir pantai, dengan Hiiro yang membuntutinya.

"Aira, apa kau pernah berpikir bahwa pasir pantai bisa menghisapmu?"

"Um ... saat kecil pernah. Dan itu sempat membuatku takut mendekati pantai. Ehehe, tapi ujung-ujungnya aku berani karena dukungan dari orang tuaku."

Seiring hilangnya muka masam Aira sedikit demi sedikit, demikian pula Hiiro tersenyum. Hiiro terus berjalan di belakang Aira, hingga sebuah suara membuatnya berhenti.

"Hiro-kun?"

"Uwoohh, Aira! Lihat, di sana ada kapal yang bergerak karena mesin! Itu sangat menarik dan aku ingin mencobanya!!"

"Tungg– Jangan tarik tanganku secara tiba-tiba!"

Langkah kaki berat dan cepat membuat cipratan di sepanjang garis pantai basah. Surai mereka melambai-lambai tertiup angin dari arah berlawanan, sampai Aira menutup matanya karena pandangannya terganggu.

"Hiro-kun! Apakah kau mende– AAAA KEPITING!!"

DUK

Pegangan terlepas, keduanya membeku beberapa saat. Aira merasakan nyeri di kakinya begitu melihat kepiting yang disandungnya tadi pergi menghindari mereka.

"Aira, Aira! Kau baik-baik saja?!"

"Apa aku terlihat baik-baik saja?!" balas Aira sembari memperlihatkan pergelangan kakinya yang tergores capit kepiting.

"Aku sudah memperingatimu untuk jangan menarik dan berlari tiba-tiba, mana anginnya kencang, dan sekarang aku berdarah! Uh..."

Iris hijaunya memanas menahan tangis, mengalihkan titik fokusnya dari Hiiro.

"Aku mau membersihkan ini dulu."

"Eh— Tunggu Aira!"

Seruannya tidak diindahkan. Perasaan bersalah muncul di benak polosnya. Mulai melamun mengapa dirinya lepas kendali karena antusiasmenya tadi.

yeoubi › hiiaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang