s a t u;

170 28 2
                                    




Bunyi bel gereja berdenting halus, burung merpati terbang memenuhi langit senja dengan kepakan sayap yang indah. Kau di sana berdiri dengan menenteng sebuah paper bag berukuran sedang, hendak menyebrangi jalan dengan mata hazel yang menyorot tajam. Apa kau benar-benar membenci kehadiranku?





⭐⭐⭐


Han Jisung tak henti-hentinya menyumpah serapahi oknum yang membuatnya harus pulang pergi dari pengadilan menuju kantor pemerintah hampir tiga kali. Siapa yang sudi melakukan hal itu? Bayangkan saja jarak Southwark menuju Westminster tidak bisa dikatakan dekat, jika bukan karena totalitasnya dalam bekerja Jisung tidak akan sudi melakukan hal seperti ini.

Pemuda bersurai dark brown dengan potongan lurus yang rapi itu berdiri gelisah di antara kerumunan orang yang hendak menyebrang. Saat ini ia tengah berada di daerah stasiun Westminster, beruntung ia berhasil tepat waktu masuk ke dalam kereta menuju borough tersibuk ke dua setelah Kensington itu untuk yang ke tiga kalinya.

Lampu lalu lintas berganti warna hijau, para pejalan kaki dengan cepat mulai melangkah menyebrangi jalan begitu juga Jisung yang tampak kesusahan dengan beberapa berkas yang didekapnya. Mungkin kesialan Jisung hari ini akan berlanjut, hampir saja ia berhasil menyebrangi jalan sebelum seseorang dengan lancang menabraknya, membuat seluruh berkas penting itu berhamburan di pinggir jalan.

"Sial!" Umpatnya dan segera mengumpulkan berkas-berkasnya tanpa melirik pelaku yang telah membuat kesialannya  hari ini semakin bertambah. Dalam pikirannya saat ini hanya satu—menyelesaikan kekacauan dengan segera, lalu pulang dan bertemu dengan kasur empuknya. Membayangkannya saja membuat Jisung sedikit jengkel.

"Kamu baik-baik saja?"

Jisung dapat mendengar suara seorang pria dewasa, ia yakin pria itu adalah pelaku yang telah menabraknya. Namun, ia hanya diam dan bersikap tak acuh.

"Maaf, aku akan membantumu," Kata pria itu lagi.

Jisung mendengus, tidak bisakah pria ini diam?

"Tidak perlu, anda pergi saja," Ketusnya.

Pria itu hendak mengambil sebuah kertas yang tergeletak cukup jauh dari lokasi mereka jatuh, namun lagi-lagi Jisung menepis tangannya dan mendongak, menatap nyalang pria berpakaian rapi layaknya seorang petinggi itu yang tengah berdiri diam di hadapannya.

"Permisi," Tandasnya kemudian berlalu setelah mengambil seluruh berkasnya. Meninggalkan seorang pria yang masih diam memandang punggung Jisung yang mulai menjauh.

Pemuda aneh, Pikirnya. Mengangkat kedua bahunya tak acuh dan kembali berjalan—sial, ia benar-benar terlambat kali ini.

⭐⭐⭐

"Anda terlambat dua puluh menit, Tuan Lee. Jadi, apa yang membuat seorang pemimpin disiplin sepertimu harus terlambat seperti ini?"

Kim Mingyu mendongak, matanya sedikit memicing kala melihat sahabat kecilnya terengah layaknya seorang atlet yang baru saja menyelesaikan perlombaan lari.

Bagaimana tidak? Seorang Lee Minho—CEO Lee Corporation—yang tiap harinya selalu berpenampilan rapi dan berwibawa tiba-tiba berubah menjadi Lee Minho yang kacau dengan peluh bercucuran di pelipisnya sore hari ini. Hal ini sontak membuat Kim Mingyu—atau mungkin sebagian pegawainya—terheran-heran melihat penampilan langka sang CEO.

Sedangkan Minho yang masih kesusahan menetralkan deru napasnya itu hanya diam, membiarkan Mingyu tenggelam dalam asumsi-asumsi tak bergunanya. Lagipula ini semua bukan seratus persen kesalahannya, salahkan mobilnya yang tiba-tiba tidak bisa diajak bekerja sama dengannya membuat ia harus rela bersabar menggunakan transportasi umum. Belum ditambah dengan kejadian saat di stasiun Westminster—ah, dia jadi teringat dengan pemuda pemarah itu.

yugen. | minsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang