Chapter 9 | Air Mata Darah

206 55 4
                                    

Setiap masa, mereka kehilangan orang yang mereka cinta
Air mata dan darah syahidnya pejuang,
Selalu menghiasi Palestina

Tak bisakah mereka berhenti?
Berhenti tuk tak menyerang mereka tanpa hati?
Tak punyakah mereka naluri?
Naluri sebagai manusia simpati?

Sampai kapankah mereka akan terus menyerang?
Berusaha mengambil apa yang mereka inginkan?
Tak bisakah mereka membiarkan penduduk Gaza tersenyum ceria,
Dan menyerah atas apa yang tak pernah mereka dapatkan?



"Kau membohongi dirimu sendiri.. "

Haura menatap ke arah Zayed dan Rahaf yang tengah berlatih. Dia mulai menggelengkan kepalanya secara berulang-ulang.

Fadel melirik Haura sekilas. "Ada apa denganmu? ". Salah satu alisnya terangkat ke atas.

Sontak, Haura tersentak kaget. "Hah? Tidak apa-apa.. ". Dia melirik Fadel sekilas. Lalu, kembali melihat aktifitas Zayed dan Rahaf.

Deringan ponsel terdengar. Haura merogoh saku gamisnya. Tangannya memegang sebuah gawai. Haura mengerutkan keningnya. Terlihat, sebuah panggilan telepon. Ibu jarinya mengangkat panel hijau itu. Lalu, meletakkan ponsel itu ke telinganya.

"Assalamu'alaikum.. "

" .... "

"Aku berada di Tepi Barat. Ada apa? "

" ...... "

Haura menipiskan bibirnya. Mendengar apa yang dikatakan dari sang penelpon.

" ..... "

Haura mengerjap beberapa kali.

"Ya, aku masih disini. Lalu, bagaimana dengan para pengungsi? Apakah mereka baik-baik saja? "

" ..... "

"Apakah tidak ada pasukan Hamas yang membantu mereka? "

Fadel yang mendengar perkataan tersebut pun menoleh ke arah Haura.

" ......... "

"Aku akan segera ke sana! "

" ..... "

"Wa'alaikmussalam warahmatullaah.. "

Haura kembali memasukkan ponsel genggamnya ke dalam saku gamis.

"Siapa yang menelponmu? "

Haura menoleh ke arah Fadel. Tetesan bening mengalir di cadarnya. "Syifa, rekan kerjaku. Dia mengatakan, jika para pengungsi di Jalur Gaza, tengah diserang beberapa perwira Israel.. "

Fadel mengepalkan kedua tangannya. Kedua matanya memerah. Dia menatap lurus ke dapan. Terlihat, Zayed dan Rahaf berjalan ke arah mereka. Sepertinya, mereka telah selesai, pikir Fadel.

Fadel berdiri. Kemudian, berlari cepat ke arah Zayed. "Capten, mereka membutuhkan kita!! " teriak Fadel dengan kencang.

Zayed mengepalkan kedua tangannya. Zayed berjongkok. Kemudian, mulai menggendong Rahaf supaya lebih cepat. "Kita ke mobil sekarang!! "

Fadel berlari bersama Haura menuju mobil jep yang berada di luar tempat pengungsian.

Fadel mengambil alih kemudi. Haura memilih duduk di kursi belakang. Sedangkan Zayed duduk di kursi sebelah Fadel dengan Rahaf yang berada di atas kedua pahanya.

Assalamu'alaikum, Heaven Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang