BAB 2

2 1 0
                                    

Flashback on

"Bangku ini kosong kan?" tanya seseorang yang dijawab anggukan kepala oleh lawan bicaranya dan setelahnya Ia duduk disampingnya.

Tidak ada percakapan diantara keduanya, mereka saling diam dan sibuk dengan dunianya sendiri. Keduanya cuek dan tidak suka bersikap SKSD dengan seseorang yang tidak dikenal, keduanya juga sulit memulai pembicaraan.

Salah seorang dari mereka adalah Ara dan yang duduk disampingnya adalah cowok. Ara memilih diam karena merasa canggung jika harus berdekatan dengan cowok. Mungkin untuk perempuan lain itu adalah hal biasa namun tidak dengan Ara, circle pertemanannya lebih banyak perempuan dibanding cowok meskipun begitu Ara sangat selektif memilih teman, Ia tidak mau terjebak dalam circle pertemanan yang toxic.

Ara bukan murid yang suka duduk dibaris paling depan agar terlihat oleh guru karena menurutnya akan sangat membosankan jika pelajaran yang berlangsung adalah pelajaran yang tidak begitu Ia sukai ataupun cara mengajar guru yang membuatnya mengantuk. Ara memilih baris yang menurutnya aman, yaitu baris ke 3 dari 5 baris, tidak terlalu didepan namun tidak di belakang jadi pas bukan?

"Aksa" ucapnya sembari mengulurkan tangannya ke arah gadis disampingnya

"Ara" jawabnya singkat sembari menjabat tangan cowok tersebut

"Nama kita hampir mirip." Ucap Aksa yang Ara balas dengan anggukan kepala dan senyum

Entahlah Ara merasa canggung, Ia suka sepi tapi tidak menyukai kesendirian. Terkadang Ia hanya ingin sibuk dengan dunianya tanpa harus diganggu. Tapi disisi lain Ara juga membutuhkan teman yang membuatnya nyaman dan betah berada disekitar mereka.

Setelahnya tidak ada lagi percakapan diantara mereka, keduanya memilih diam dan menenggelamkan diri dalam kesibukan sendiri hingga guru masuk dan memulai perkenalan dan pembelajaran.

Flashback off

"WOY." Tepukan dibahunya menyadarkan Ara dari sepenggal memori yang kembali muncul tanpa diminta

"Mau bikin gue mati Lo? " tanya Ara sarkas

"Jangan lupa datengin gue, siapa tau lo kesepian." Jawab Aca yang dihadiahi lemparan sedotan dari Ara

"Jorok bego"

"Damat tan"

"Tan? Tan mantan?" pertanyaan retorik dari Oliv yang tidak Ara indahkan

"Tadi ada mantan kabur, giliran jauhan ngomongin man..."

"Tan setan bukan mantan". Ucap Ara lebih dulu memotong kalimat Sasha

"Punya mantan lo?" tanya Sasha sembari duduk disamping Ara

"Mantan gebetan mah Ara banyak." Sahut Oliv kemudian duduk dihadapan Sasha

"Ara kan pawang buaya" lanjut Aca yang kini sudah duduk dihadapan Ara

"Palelo"

"Mau makan apa? Biar gue pesenin."

"Nasi goreng + es jeruk aja." Ucap Ara kepada Aca

"Samain aja biar gampang"

Setelahnya mereka diam untuk beberapa waktu, melihat notifikasi whatsapp ataupun berselancar di instagram, sampai suara Oliv memecah kesunyian diantara mereka.

"Ra, Rasya nanyain nomor lo nih"

"Jangan" ucap Ara cepat menjawab ucapan Oliv

"Ga mau coba kenalan?"

"Masih sayang?"

Ucapan Aca dan Sasha membuat Ara bungkam dan tidak menjawab, Ia bukan masih sayang hanya saja .... sulit dideskripsikan

"Kasih IG aja, nomor whatsapp privasi. Gimana Ra?" tanya Aca sembari melihat ke arah Ara

"Iya" jawab Ara singkat

"Oke udah, jangan lupa di follback." Ucap Oliv yang Ara balas dengan anggukan kemudian memakan nasi goreng pesanannya yang sudah tiba begitupun dengan ketiga sahabatnya.

❀❀❀

Sepulang dari kampus Ara tidak langsung pulang melainkan mampir ke coffee shop langganannya, tempat hangout Ia dan ketiga sahabat gilanya. Kenapa Ara menyebutnya gila, karena diantara mereka tidak ada yang benar-benar waras atau lurus pemikirannya, tidak ada yang benar-benar pendiam atau menjadi penengah jika ada perselisihan, mereka akan mengkompori satu sama lain, gila bukan? Ya memang semuanya memiliki kebobrokan akut. Dan mungkin karena hal tersebut kami merasa klop, dekat dan cocok.

Kami seolah memiliki ikatan batin meski tidak sedarah, kami akan tahu jika diantara kami ada yang keadaannya tidak baik-baik saja dan tanpa diminta kami satu sama lain akan menyediakan tempat untuk pulang, pundak untuk bersandar dan pelukan untuk menenangkan.

Apakah mereka sepenting itu? Akan Ara jawab dengan lantang "IYA". Porsi mereka sama pentingnya dengan keluarga, mereka adalah keluarga kedua, rumah kedua untuk pulang, tempat Ara berkeluh kesah ataupun berbagi kebahagiaan.

Ara memilih duduk di pojok kanan coffee shop, posisinya diujung dengan batasan kaca sehingga Ia bisa melihat pemandangan jalan diluar. Coffee shop ini tempatnya tidak terlalu jauh dari kampus sehingga sudah bisa ditebak jika sebagian pengunjungnya saat ini adalah mahasiswa/i kampusnya.

Ara memesan double chocolate cream frappuccino, menikmati rasa minuman coklat dingin yang membasahi tenggorokannya sembari memainkan ponsel. Alasan Ara tidak langsung pulang bukan karena tidak betah di rumah, Ara adalah tim mageran luar biasa, Ia bisa berhari-hari tidak keluar rumah jika tidak dibutuhkan, namun jika sudah diluar rumah Ara akan malas untuk pulang.

Melihat ke arah pintu masuk, Ara tidak sengaja bersitatap mata untuk beberapa detik dengan salah satu cowo yang baru saja masuk dengan teman-temannya. Keduanya diam seolah menyelami arti tatapan mata masing-masing hingga Ara memutus kontak mata diantara mereka. Ara kembali melihat pemandangan luar meski tidak semenarik sebelumnya.

Beberapa kali Ara mengehela nafas saat kilas memori berlomba untuk diingat, Ia menatap kosong ke depan.

Flashback on

"Ra bisa ikut saya?"

"Ke ruang olahraga, ketemu Pak Dimas." Ucapnya menjelaskan kepada Ara, seolah diwajahnya sudah ada pertanyaan untuk lawan bicaranya

Kami berjalan bersisian namun kembali saling bungkam seolah tidak ada hal yang bisa kami bicarakan berdua. Sesampainya di ruang olahraga kami langsung menyampiri Pak Dimas yang sedang berada disisi ujung kanan lapangan.

"Siang Pak, ada yang bisa kami bantu?" tanya Ara sopan pada Pak Dimas yang merupakan guru olahraga

"Siang Ara, kita ke tribun dulu duduk disana, ada yang mau saya bahas dengan kamu dan Aksa tentang pertandingan basket". Ara dan cowo disampingnya yang tidak lain Aksa hanya menganggukan kepala dan mengikuti langkah Pak Dimas menuju tribun.

Disekolahnya ada 2 lapangan untuk olahraga yaitu lapangan indoor dan outdoor. Lapangan indoor dilengkapi tribun yang menurut Ara cukup besar untuk menampung penonton jika sedang diadakan pertandingan basket ataupun futsal disekolahnya.

Ara, Aksa dan Pak Dimas cukup lama berbincang membahas tentang persiapan dan jadwal latihan agar semakin mantap untuk menjadi juara di pertandingan basket kali ini, bukan hanya itu saja pertandingan basket yang sebentar lagi akan berlangsung akan diadakan di sekolah kami, rasanya malu jika tuan rumah dikalahkan oleh lawan. Setelah selesai berdikusi dengan Pak Dimas, Ara dan Aksa pamit untuk kembali ke kelas karena KBM sedang berlangsung.

Aksa adalah kapten tim basket putra di sekolah dan Ara sendiri adalah kapten tim basket putri. Sebenarnya diantara mereka bisa saja terjadi percakapan panjang mengingat Ara dan Aksa memiliki beberapa kesamaan, namun keduanya merasa tidak sedekat itu meskipun  mereka berdua sebangku dikelas 11 ini.

"Lo duluan aja, saya harus ke ruang guru." Ucap Aksa sembari melangkah menjauh dari Ara, dan Ara pun langsung berjalan menuju kelasnya

Flashback off

Kembali ke dunianya saat ini, Ara melangkahkan kakinya meninggalkan coffee shop juga mengabaikan sepasang mata yang terus menatap dan mengawasinya.

❀❀❀

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang