Maara dan Cakra sudah tersedia lagi 1ebooknya.
Yang belum sempat cuss meluncur ya, link ada di Bio dan beranda wattpad.
Happy Reading beloved reader
Maara dan Cakra sudah tersedia lagi ebooknya.
Yang belum sempat cuss meluncur ya, link ada di Bio dan beranda wattpad.
Happy Reading beloved readerNamaku Amaara, putri kedua dari Hakim Hutama dan Liliana Hutama, seorang yang di kenal sebagai salah satu Komandan di salah satu Kesatuan Angkatan Darat yang memimpin satu daerah Militer.
Status Ayahku yang sering kali tampak mencolok kehadirannya di tambah dengan tongkat komando yang selalu di bawa beliau membuatku merasa lingkup pertemananku menjadi agak terbatas.
Jika para wanita lainnya seusiaku yang selain mengejar Coass juga mengejar jodoh, maka pengalamanku dalam percintaan adalah nol besar. Tidak tahu alasan pastinya, tapi menurut yang di katakan oleh rekan-rekanku adalah kebanyakan dari laki-laki yang ingin mendekat padaku sudah kena mental duluan.
Minder karena Ayah yang seorang di mata mereka memiliki power di tambah dengan Kakakku yang juga memilih jalan pengabdian yang sama, membuat mereka yang ingin mendekat merasa lebih baik mundur dari pada di tolak lebih dahulu.
Menyedihkan bukan kisah cintaku?
Jika para gadis lainnya menginginkan menjadi sepertiku, maka aku justru seperti menanggung beban karena status tersebut.Dan setiap kali aku melontarkan kegelisahanku ini pada rekanku, selalu sama jawaban yang mereka berikan.
"Nggak perlu khawatir soal jodoh, Ra. Kamu cantik, anaknya Ayahmu yang punya bling-bling emas pula di bahunya, Ayahmu tinggal tunjuk anak buahnya yang sip, maka tara, jodoh untukmu yang pantas dan setara sudah dapat."
See, menyebalkan bukan jawaban dari teman-temanku tersebut, setiap patah hati karena di PHP selalu itu kalimat penyemangat mereka, mereka pikir jodoh yang akan menemani kita seumur hidup itu semudah Ayah memberikan perintah.
Yah, anggota Ayah mungkin ada beberapa good looking, dan perjodohan di antara Putri Komandan dan Anggotanya yang di anggap mempunyai karier yang cemerlang bukan hal yang tabu di lingkungan Militer, tapi menikah dengan sosok yang tidak kita cintai entah kenapa terlihat menakutkan dalam gambaranku.
Dan hari ini, aku merasa tidak ada yang istimewa dalam hariku, pagi di mulai dari rutinitasku yang biasa, bangun karena teriakan Bunda Sang Ratu rumah ini yang membuatku terlempar dari tempat tidurku yang nyaman, dan setelah mempersiapkan diri selayaknya Coass si mahluk paling hina di rumah sakit, aku bersiap untuk turun dan menghadap Ayahku di ruang makan.
Ya, hari-hari yang membosankan. Mungkin hiburanku di pagi hari yang agak menyegarkan mata adalah melihat beberapa anggota Ayah yang sedang bertugas kembali dari Jogging-nya.
"Kalau nggak Bunda bangunin mungkin kamu bangun besok siang, Ra." Dan layaknya rutinitas, kalimat dari Bunda selalu sama setiap harinya saat aku meraih tangan beliau untuk memberi salam, jangan lupakan juga dengan wajah Bunda yang tertekuk karena kesal. "Anak gadis kok kayak gini, Bunda itu loh, seumuran kamu sudah punya Kak Adam. Lha kamu, bangun saja mesti di bangunin pakai toa."
Aku merengut, mengambil roti isiku dengan wajah cemberut, "gimana bisa Bunda bandingin Maara sama Bunda kalau kenyataannya setiap cowok yang mau dekat sama Maara udah keder duluan sama Ayah dan Kak Adam."
Mendengar nama Kakakku di sebut, mendadak Bunda meletakkan roti isi beliau, wajah beliau yang tampak mendung membuatku tahu jika aku telah memancing sesuatu yang membuat beliau gelisah.
"Kenapa sih Yah anak-anak kita kayaknya punya trouble sama masalah percintaan mereka, Adam yang mendadak bisu karena gugurnya Tita, dan sekarang Amaara yang ngeluh karena sulit jodoh."
Selera makanku mendadak hilang saat nama Tita di sebut kembali, nama tersebut memang tidak asing di telingaku, seorang Kowad yang menjadi dokter Militer dan yang aku tahu, dia menjalin hubungan dengan Kakakku, hingga akhirnya 6 bulan yang lalu saat aku sedang keluar kota untuk tugas dari rumah sakit, aku mendengar kabar jika dia gugur di tugasnya bersama Kak Adam karena serangan KKB.
Hanya sebatas itu yang aku tahu, karena semenjak kejadian itu, aku juga mendapati Kakakku berubah sepenuhnya, dia menjadi jarang pulang menemui Ayah dan Bunda, dan lebih memilih menenggelamkan dirinya dalam latihan dan tugas di Batalyon yang tidak jauh dari rumah kami.
Sepertinya kehilangan kekasihnya membuat Kak Adam melupakan keluarganya sendiri.
"Ngomong apa sih Bunda ini, ya namanya belum jadi jodohnya mau gimana? Berhenti ngomong yang nggak-nggak, ucapan seorang Ibu itu doa!"
Aku terkikik mendengar teguran Ayah yang membuat Bunda langsung dengan cepat memukul bibirnya pelan, merutuki kalimat beliau beberapa saat yang lalu.
Sungguh interaksi antara Ayah dan Bunda seperti inilah yang aku inginkan aku miliki di masa depan, Ayah yang senantiasa membimbing tanpa menggurui, dan Bunda yang begitu taat pada Ayah.
Cinta, mungkin bagi Ayah dan Bunda, hubungan mereka sudah jauh di tahap melebihi kata cinta tersebut, tanpa berkata-kata dan hanya saling pandang mereka sudah tahu isi hati satu sama lain.
Hal yang begitu manis dan membuat iri.
"Diem kamu, Ra. Jangan ngetawain Bunda, ketawain saja hidupmu yang 24 tahun jomblo sendirian."
Kikikan tawaku lenyap dalam sekejap mendengar ejekan dari Bunda, Ibu Persit yang tampak rapi karena mau mendampingi Ayah ini memang selalu mempunyai kalimat untuk membuatku mati kutu.
Bukan hanya Bunda yang terkikik padaku, tapi juga Ayah yang turut tertawa melihat wajah manyunku. "Ra, kalau kamu kesusahan buat cari jodoh, gimana kalau Ayah cariin Anggota Ayah yang sekiranya sip buat kamu."
Nafsu makanku kini hilang sepenuhnya mendengar usulan Ayah, dengan malas aku menatap Ayah, ingin sekali memaki beliau tapi apa daya aku tidak ingin kualat.
Bukan hanya Ayah yang menatapku antusias, tapi juga Bunda yang tampak berbinar-binar, memang di saat ada pertemuan dengan para Istri Prajurit lainnya, maka Bunda adalah orang yang antusias saat membicarakan menantu mereka.
Menolak tawaran Ayah secara terang-terangan pasti akan memicu perdebatan di atas meja makan dengan aku yang mengalami kekalahan telak, hingga akhirnya aku tidak mempunyai pilihan lain.
"Kalau ada anggota Ayah yang ganteng di atas rata-rata yang lainnya, yang body-nya oke, yang wangi nggak bau matahari, yang usianya sama kayak Kak Adam tapi kariernya sudah oke, yang pinter dan nyambung juga di ajak ngobrol, dan yang paling penting, dia sama jomblonya kayak Amaara, bukan pacar orang dan nggak ninggalin pacarnya demi Amaara, Amaara mau, Yah."
Aku tersenyum lebar, jika ada seorang Tentara dengan ciri-ciri tersebut, okelah nggak apa-apa di kenalkan sama Ayah, tapi membayangkan para Tentara kebanyakan gosong terkena matahari, dan kebanyakan yang good looking sudah pasti mempunyai pacar sejak mereka mengenyam pendidikan Taruna, jadi yang aku minta pada Ayah nyaris mustahil untuk di kabulkan.
Sebuah lemparan kecil buah anggur mendarat di kepalaku, membuatku meringis saat melihat Bunda yang melotot.
"Kamu minta Suami dengan ciri setinggi langit, kamu nggak nyadar kalau kamu sendiri banyak kekurangan, Ra."
Aku mengangkat bahuku acuh, toh apa salahku, aku hanya menjawab apa pertanyaan Ayah. Berbeda dengan Bunda yang kesal, Ayah justru tersenyum penuh makna saat aku menatap beliau.
"Bagaimana dengan dia, Ra?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Loving You, Letnan. (Maara Dan Cakra)
RomanceHal yang paling buruk saat mencintai adalah saat menerima kenyataan jika sebenarnya orang tersebut sama sekali tidak mencintai kita. Dan yang paling menyakitkan adalah dia membuat kita jatuh cinta hanya untuk menjadi ajang balas dendam cinta pertam...