Cakrawala memang telah rimpuh, namun pesonanya tidak akan pernah berubah, petang ini bersama dengan secercah cahaya jingga yang terhalau oleh tirai hujan, dirinya bersandar pada kursi putar dengan nyaman.
Lembar demi lembar halaman pada buku berhasil membuatnya sedikit tenang, suara gemercik air hujan masih berirama dengan merdu, serta sang anila tiada bosan berhembus melalui celah-celah jendela membuat suasana sangat tenang.
Meski begitu, sekeras apapun mencoba, tidak akan pernah bisa ia membohongi diri bahwa ia baik-baik saja, karna di saat ia sendiri dan tidak ada orang lain yang melihat, disitulah jadi diri ia yang sebenarnya.
Sebuah topeng dengan image ceria yang takkan pernah luntur itupun berhasil ia lepas untuk sesaat, karena sejatinya manusia memang butuh menyisihkan waktu untuk sekedar beristirahat sejenak dan juga menjadi dirinya sendiri.
Menghela nafas panjang dirinya menutup buku yang sebenarnya belum habis ia baca, beranjak dari kursi putar langkahnya menuntun ia untuk berdiri tepat di depan jendela menatap semesta yang masih di penuhi oleh tirai hujan.
Sudah menjadi hal lumrah bagi manusia di saat ia termenung pasti sedang memikirkan entah itu masa lalu ataupun masa yang akan datang. Seperti dirinya saat ini, bayang-bayang akan masa lalu terus berputar hingga dengan nyaman hinggap di seluruh bagian kepalanya.
Sebuah kalimat yang ia sangat ingat jelas saat ini adalah kalimat yang dahulu pernah ia katakan untuk dirinya sendiri, yaitu:
"Jauh di masa depan sana, di saat aku bisa tersenyum. Aku akan mengatakan, seperti itulah dulu adanya"
Namun ia kembali termenung, apakah saat ini ia tengah berpijak di antara waktu yang di sebut masa depan, ataukah masa depan masih berada jauh di ujung sana.
Pasalnya, dirinya belum bisa untuk benar-benar tersenyum, bahkan ia lupa, senyum seperti apakah yang di maksud oleh dirinya pada masa itu.
Rintik hujan perlahan memudar, menciptakan ritme yang jauh lebih lamban dari sebelumnya. Sepertinya, hujan telah pergi dan hujan tengah memanggil malam, langit perlahan gelap meski masih tertoreh sapuan jingga kemerahan di sana.
Dirinya menutup tirai gorden rapat seraya memejamkan kedua mata untuk sesaat, seakan mengusir jauh-jauh banyaknya pikiran yang tentu saja membuatnya merasa lelah.
Dirinya melangkah untuk sampai pada ranjang empuknya, yang ia harapkan nanti di saat ia kembali membuka kedua mata adalah semoga saja setidaknya keadaan jauh lebih baik, meski ia tahu setiap harinya keadaan memang terus berputar seperti itu, namun baginya tidak ada salahnya seorang manusia untuk terus berharap
Karena hanya itu yang bisa dirinya lakukan.
~~•••~~
KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO O'CLOCK | BTS [✓]
Fanfic[END] Setiap langkah yang menuntun pada sebuah awal, menciptakan jejak aktual dan tidak ada sedikitpun masa yang menampakkan kata mudah. Kisah dalam proses menuju puncak akan selalu menjadi sejarah berharga yang mustahil untuk dilupakan. Keringat, d...