Tirai hujan terus membasahi ujung-ujung sepatu, langkah mengarungi genangan demi genangan bersama dengan payung hitam di genggamnya.
Keadaan langit tidak sepenuhnya gelap walau hujan semakin deras menghampiri, masih ada sapuan jingga di sana.
Langkahnya masih nyaman berjalan ditepian rel kereta yang saat itu benar-benar sepi, hanya ada suara bising di saat kereta itu lewat dan juga suara gemuruh hujan.
Pandangnya menghadap ke udara berharap agar hujan cepat reda, namun ternyata sebaliknya.
Bersama payung hitam ia memutuskan untuk terus berdiri seakan menunggu kembali kereta yang akan berlalu, walau sebenarnya kini ia berpijak tanpa ada tujuan yang jelas.
Di antara ruang sepi tahu-tahu air mata itu kembali hadir, hal itu hadir tanpa di undang dan tanpa diinginkan, semua hal yang telah berlalu.
Di saat dirinya diam-diam mengambil kata-kata yang melayang di udara atau bahkan jika ia berbicara pada diri sendiri itu tidaklah mudah, seperti is my fault? Is my wrong? Namun, tidak ada jawaban, hanya ada suara dari gemanya saja.
Satu, dua, atau bahkan tiga rangkaian kereta sudah berlalu melewatinya, ia yang katanya hanya ingin berdiri menunggu kereta itu lewat namun yang dilakukannya hanya diam ditemani oleh tangisnya.
Tetapi, tetap saja pada akhirnya ia harus menghapus air mata yang terus membuatnya hancur, langkahnya kembali berjalan menuju arah pulang seakan menyudahi semua yang telah terjadi.
Jiwanya tertutupi oleh penghujung hari, bertanya-tanya dimanakah malaikatnya? Atau seseorang datanglah dan selamatkan-lah. Namun, lagi-lagi hanya ada desahan dari hari yang melelahkan ini.
Ia hanya ingin lebih bahagia, apakah itu keserakahan yang begitu besar?
~~•••~~
KAMU SEDANG MEMBACA
ZERO O'CLOCK | BTS [✓]
Fiksi Penggemar[END] Setiap langkah yang menuntun pada sebuah awal, menciptakan jejak aktual dan tidak ada sedikitpun masa yang menampakkan kata mudah. Kisah dalam proses menuju puncak akan selalu menjadi sejarah berharga yang mustahil untuk dilupakan. Keringat, d...