Imagine Memories

111 10 1
                                        

Bagian 2
Terbayang Ingatan

Setahun telah berlalu, tahun berkabung telah berakhir. Tapi meskipun begitu, kenangan bersama sang kekasih selama masih hidup masih tertinggal bersamanya. Kata dan tawa sang mendiang kekasih seolah masih terdengar di telinganya, tak jarang ia seperti melihat bayang-bayang sosok pemuda itu di beberapa tempat yang dulu pernah mereka datangi bersama.

Rindu dan kesepian, bercampur aduk memenuhi hatinya. Terkadang saat ia sendirian, air mata menjatuhi kedua pipinya tak tertahankan. Hari-hari dijalaninya tanpa keceriaan, raut wajah murung dan pendiam sudah menjadi bagian dari hari-harinya. Ya, semua terjadi semenjak terakhir kali ia melihat sang kekasih dalam tragedi kecelakaan maut itu.

Universitas masih terlihat sepi saat ia baru saja memasuki gerbang kampusnya, ia langsung pergi mendapati sebuah bangku panjang yang kosong tempat favoritnya dan sang kekasih dulu pernah duduk bersama. Ternyata sudah ada seorang mahasiswa yang duduk di bangku lain tak begitu jauh darinya, tampak asik dengan buku bacaan dan musik yang ia dengar dari earphone.

Ia baru saja akan menyuapi sarapannya, ketika tiba-tiba mahasiswa di depan sana berbalik dan menatapnya sembari tersenyum. Sontak saja ia yang juga melihat ke arahnya, pun terkejut, membuat sendok yang ia pegangi lepas dan jatuh. “S-Sarawat?” ucapnya tampak syok.

 “S-Sarawat?” ucapnya tampak syok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sarawat Guntithanon

Harusnya ia sudah terbiasa dengan itu, tapi entah mengapa bayangan yang ia lihat saat ini tampak begitu nyata sekali. Orang yang sudah tiada itu bahkan masih tersenyum dan menatapnya dari sana, seakan-akan melalui tatapan teduhnya itu terselip kerinduan yang teramat sangat pada dirinya. Dengan mulut yang masih terisi makanan ia lalu berdiri, namun niatnya yang ingin menghampiri malah tertahan oleh sebuah suara.

“Win, ada apa?”

“Win, ada apa?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Win Metawin

Seketika ia yang tersadar oleh namanya yang terpanggil langsung menoleh, dan ternyata itu adalah Nani. “Oh, tidak, tidak apa-apa” jawabnya sebelum kemudian melempar pandang kembali pada sosok pemuda di depan sana.

 “Oh, tidak, tidak apa-apa” jawabnya sebelum kemudian melempar pandang kembali pada sosok pemuda di depan sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nani Hirunkit

“Ha, kemana perginya?” gumam Win setelah mendapati mahasiswa tadi ternyata sudah tidak ada di sana.

Nani tampak keheranan melihat gelagat aneh pemuda itu, pun pandangannya turut mengarah pada tempat di mana saat ini tatapan Win berfokus. “Siapa yang kau maksud, Win?” tanyanya mengernyit.

Tapi Win lagi-lagi menggeleng, mengatakannya hanya akan dianggap aneh. “Bukan apa-apa, ku kira mungkin aku hanya salah melihat saja” jawabnya.

Nani menggeleng, kali pertama Win juga bertingkah sama seperti hari ini. Sekalipun Win mengatakan tidak, bagi Nani itu adalah sebuah jawaban dari pertanyaannya. “Kau melihatnya lagi, benar?”

Win terdiam sesaat, lalu menatap Nani. “Kau tahu apa yang ku pikirkan” ucapnya tersenyum hambar, “sampai detik inipun aku masih terus memikirkannya” sambungnya.

Nani menghela nafas, lalu membawa pemuda di hadapannya itu untuk duduk kembali. “Win, dengarkan aku” ucapnya lembut. “Sarawat sudah tiada, dia sudah bahagia di sana. Sekarang, yang perlu kau lakukan hanyalah teruslah hidup dan jalani hidupmu selayaknya. Percayalah, semua akan baik-baik saja...”

Ia lalu mengusap lembut helai rambut Win, menatap kedua mata Win lekat-lekat, tangannya kemudian turut mengusap lembut pipinya yang begitu tirus dan pucat itu. “Karena aku masih ada di sini bersamamu, Win” sambungnya, “aku akan selalu menemanimu” tambahnya penuh ketulusan.

Air mata perlahan-lahan jatuh mengaliri kedua pipi Win, namun Nani dengan cepat mengusapnya. Betapa rapuhnya sosok seorang Win yang dulu ia kenal sangat ceria, kini sudah jauh berbeda dan terlihat sangat menyedihkan.

“A-aku hanya...” ucap Win tertahan, tapi Nani dengan sabar ingin tetap mendengar. “Aku merindukan Sarawat...” tangis Win akhirnya terdengar, “aku sangat merindukannya” lanjutnya yang terbata-bata sebelum kemudian direngkuh Nani ke dalam pelukan eratnya.

methalism

You & HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang