"Only stories are forever."
"Untuk apa ini?"
Jeongguk mengernyitkan kening setelah terkesiap begitu menerima sekaleng soda dingin menempel di sebelah pipinya. Jimin—sahabat sejatinya di kampus, tersenyum lebar tanpa dosa, mengabaikan sorot skeptis Jeongguk terhadapnya dengan tangan menggenggam kaleng soda penuh kecurigaan.
Jimin tersenyum. "Ucapan terima kasih untuk hal itu."
Jungkook mengerut. "Itu?"
"Kau lupa?" Jimin menjawil siku Jeongguk main-main. Melirik santai sembari berbisik. Binar dalam hazelnya penuh canda. "Pergi kencan denganku, Jung."
Sontak, Jeongguk menatap sinis dan melempar kaleng soda di tangannya sembarangan. Suara klontang nyaringnya menggema di seluruh koridor sementara Jeongguk berusaha mengambil langkah selebar-lebarnya dan mendengus luar biasa keki.
"Jeongguk! Aku benar 'kan?" Jimin tertawa, dasar sinting. Matanya mengekori figur Jeongguk yang menjauh sembari berlari kecil untuk menyetarai langkahnya. Napasnya sedikit terengah.
"Hei, aku menganggapnya kencan loh?" Ucap Jimin dengan nafas pendek.
Jeongguk mendelik. "Tapi, kemarin kamu bilang hanya temani pergi ke toko buku 'kan?" Ucapnya dengan separuh bibir yang mengerucut lucu dan pipinya yang berubah menjadi merah; menahan kesal.
Jimin justru terpingkal, keras sekali, tampak luar biasa terhibur. Bahkan suaranya memekik kencang di koridor yang sepi ini.
"Hah—aku hanya bercanda!" kelitnya berusaha menarik pergelangan tangan Jeongguk, namun pria itu hanya berjalan terlalu cepat. "Iya-iya, kau kemarin hanya menemani ku pergi ke toko buku." Jimin berkata pelan, tawanya masih belum berhenti. Intonasi pemuda itu turun satu oktaf sembari berusaha meraih lengan Jeongguk sedikit kasar. Dan membuat pria dengan style seluruhnya bewarna hitam itu, berhenti melangkah. Menatap Jimin yang masih menahan kekehan gelinya dengan begitu malas.
"Dasar nggak waras."
Jimin mengangguk. Baginya, meledeki Jeongguk adalah keharusan yang ia lakukan tiap kali bertemu dengan pria manis yang sialnya sangat di kagumi oleh beberapa dosen mata kuliahnya. Memberikan kaleng soda yang sempat Jeongguk lempar. Jeongguk hanya mengedikkan bahu kikuk sembari menerima minuman pemberian Jimin ogah-ogahan.
"Reaksimu seperti orang yang sudah di hak pateni, Gguk." Jimin menegak minumannya, membiarkan Jeongguk mengamati bagaimana jakunnya naik turun dan otot-otot leher yang berkedut kentara setiap kali air karbonasi itu mengalir di kerongkongannya. Jeongguk akui, meski Jimin sering kali menunjukkan sikap gemasnya pada orang lain. Namun, tidak menutup kemungkinan jika pria dengan tinggi lebih pendek beberapa senti dibanding Jeongguk itu memiliki aura yang luar biasa seksi.
Menanggapi ucapan Jimin hanya dengan gumaman kecil yang mana membuat Jimin tersedak keras hingga hidung nya merasakan sakit dan perih bersamaan. "Kau serius?!" Ucapnya dengan iringan suara batuk.
Jeongguk tersenyum pelan. "Apa?"
"Kau serius sudah di hak pateni?" Tanyanya sekali lagi sambil mengelap air soda yang keluar sedikit dari saluran pernapasannya.
Jeongguk menggigit bibir bawahnya ragu selagi menelisik sepasang obsidian Jimin berhati-hati, dan itu menggemaskan. "Iya." Ucapnya dengan satu kata yang seketika membuat Jimin membulatkan matanya tidak percaya.
Terkekeh geli dengan hidung yang masih memerah. Sejenak Jimin ingin tertawa betapa lucunya pupil mata Jeongguk tatkala pandangan mereka bertemu. "Aku tidak percaya. Kau—bagaimana bisa? Oleh siapa? Dengan Professor Kim ya?" Tanyanya dengan pertanyaan yang hampir membuat Jeongguk menatap datar manusia berambut silver di depannya ini.
"Kau ingin bertanya atau hanya meledek ku?"
"Tentu saja bertanya!"
"Mm," Jeongguk menyahut sekenanya sembari meneguk sodanya. Jemarinya meraba kemeja hitam yang ia pakai, merambat masuk ke dalam dada seolah mengambil sesuatu di dalamnya. Obsidian Jimin membola kala Jeongguk mengeluarkan kalung dengan satu cincin perak yang menggangung bebas. Memegang cincin itu dan menunjukkannya pada Jimin, memmbuat pria itu menutup mulutnya dengan telapak tangan. Terlalu dramatis.
"Kau—" Jimin mendecak. "Tidak bercerita dengan ku?"
"Tidak penting juga." Sahut Jeongguk acuh sambil meneguk air berkarbondioksida itu. Kembali melangkah dengan Jimin yang masih dengan shock nya.
"Demi Tuhan Jeongguk. Dengan siapa? Sejak kapan?" Jimin mendecak kesal dengan rautnya yang protes. "Apa kau tidak mengundangku ya? Atau karena aku mempunyai utang padamu jadi kau tidak memberikan selebaran undangan pernikahan mu 'kan Jeongguk?"
Jimin mendesah frustasi, mengacak poninya sesaat. Jeongguk hanya mengangguk-angguk membenarkan sambil menahan tawa, yang sesungguhnya ia tidak benar-benar mendengarkan.
"Tidak. Aku tidak mengundang siapapun." Jeongguk berkata terus terang menatap Jimin yang menukikkan satu alis. Maka pemuda bersurai kelam itu hanya mengedikkan bahu ringan. "Hanya mama yang hadir, Jim."
Jimin menyemburkan tawa singkat. "Aku masih belum percaya—hei, katakan siapa istrimu? Atau suamimu?" sorot matanya penuh kecurigaan dan penasaran yang menggebu-gebu.
Membuat Jeongguk tersenyum begitu indah dan mengabaikan waktu yang akan menjelang waktu sore. Ia akan menghabiskan waktunya dengan bercerita hal yang ia rahasiakan dari siapapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only Then [ completed ] ✔
Fanfiction[ COMPLETED ] "I still remember, how you calling my name so rough and begging to me." taekook fanfiction, 2021.