Chapter 6

56 5 0
                                    




"Sometimes the right place is a person."












JEONGGUK terdiam, lalu tangan kirinya merogoh saku jeans belelnya, mengambil ponsel dengan casing yang matching dengan outfitnya. Jemarinya mengetikkan sandi dan lansung menuju galeri. Menggulirnya kebawah dan mengetuk satu foto lalu ia tunjukkan pada Jimin. "Dengan dia."

Hanya afeksi dan sorot tajam yang begitu samar. "Kau serius, Gguk?" Jimin merasa isi kepalanya mulai gila dan ia harus mengatakan sesuatu atau reaksi yang mungkin akan menciptakan atmosfir tak masuk akal tentang pernyataan Jeongguk kali ini.

Man, siapa yang tidak tahu sosok yang Jeongguk tunjukkan padanya tadi? Sosok diva sempurna yang menjadi sorot utama di Korea Selatan. Pikiran Jimin penuh akan pertanyaan beruntun yang acak memberantaki isi kepalanya.

"H—aha," tawa sedikit gugup. "Ceritakan seluruhnya tanpa melewati satu scene pun!" titah Jimin sambil menarik lengan Jeongguk untuk duduk di salah satu kursi kantin kampus.

"Hm." Gumaman singkat serta arahan matanya mengikuti Jimin yang berlalu pergi ke stand minuman dingin. Melakukan transaksi dan kembali ke arah Jeongguk sambil memegang dua botol air mineral dingin.

"Kau hanya membayarku dengan air mineral, Park?"

"Fuck—iya." Ucapnya membuat Jeongguk terkekeh geli. Dan menghembuskan nafasnya pelan. Menatap langit yang sepenuhnya tertutup awan membuat sinar matahari hanya tampak pada celah-celah kecil awan yang menggumpal seperti kapas.

"Jadi, itu sekitar 2 tahun lalu? Entahlah aku tak ingat. Ia tiba-tiba saja mengajakku makan malam lalu mengajukan pernyataan cinta yang sesungguhnya—sangat payah," Jeongguk tertawa, memorinya kembali terputar. "Lalu, ya—aku terima. Dan keesokannya mengajakku tinggal bersama dengan seluruh biaya tanggungan ku sekalian. Tapi, aku tolak. Karena, jujur saja aku tidak memberinya jaminan apapun padanya. Bahkan untuk urusan mencuci itu aku serahkan pada pihak laundry dan masak pun hanya yang aku bisa. Tak peduli dia suka atau tidak, nyatanya ia memang tidak pernah protes tentang apapun." Lanjutnya. Dan Jimin hanya menatapnya tanpa mengucapkan kata sepatah pun.

"Dan keesokannya, aku dan dia pergi kerumah mama di Busan untuk meminta izin. Ya—izin menikah. Awalnya mama tidak mengiyakan dan menolaknya, beliau justru menawarkan untuk menginap disana beberapa hari. Dan itu kali pertama aku tidur bersama dengannya."

"Tunggu. Jadi—kau?"

"Iya. Hanya tinggal bersama. Tapi beda kamar."

Jimin mengangguk.

"Di Busan, dia benar-benar pendiam namun tidak kaku juga. Terlihat profesional dan benar-benar memberi kesan berwibawa yang tinggi. Aku pernah menyuruhnya membeli biskuit, tapi dalam konteks bercanda. Dan dia benar-benar pergi membelikannya meski saat itu hujan," Jeongguk tersenyum. Ia tidak akan melupakan momen penting itu. "Lalu keesokannya, mama tiba-tiba saja memberikan izin pada kami dan segera melaksanakan pernikahannya."

Only Then [ completed ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang