Chapter 1. Kesialan bertubi-tubi

149 20 2
                                    

Disclaimer: Naruto ---> Masashi Kishimoto
Pairing: Naruto x Ino
Rating: T
Genre: romance, humor
Fic request for Goldenfox
.
.
.
The Secret Of Pizza
By Hikasya
.
.
.
Chapter 1. Kesialan bertubi-tubi
.
.
.
Setumpuk kotak yang berisikan pizza dihempaskan ke kedua tangan Uzumaki Naruto. Barusan Sarutobi Asuma yang memberikannya pada Naruto. Pria muda berusia hampir memasuki kepala tiga itu, tersenyum sambil menghisap sebatang rokok.

"Ini, Naruto. Tolong antarkan ke alamat ini!" titah Asuma tersenyum, berdiri di dekat pintu toko pizza yang dikelolanya sendiri bersama istrinya, Yuhi Kurenai. Dia juga memberikan secarik kertas kecil berisikan alamat lengkap si pemesan pada Naruto.

"Apa? Aku baru saja pulang, harus mengantar pesanan lagi! Pegawai lainnya ada, 'kan, Asuma-sama?" protes Naruto membulatkan mata sempurna. Dia menerima kertas itu dari tangan Asuma.

"Semua pegawai sedang sibuk. Hanya kau yang bebas, Naruto. Jadi, cepat antarkan sekarang juga!"

"Baiklah."

Naruto bermuka manyun. Mencebikkan mulut. Dia bergegas memutar balik, keluar dari toko itu. Asuma tersenyum saat melihat Naruto meletakkan semua pesanan ke etalase kecil persegi panjang yang terpasang di ekor motor. Lalu beberapa pegawai lain keluar dari persembunyian. Mereka menghampiri Asuma.

"Syukurlah, Naruto mau mengantarkan pesanan itu," kata Haruno Sakura mengatupkan jari-jarinya. Tersenyum lebar.

"Ya," sahut Uchiha Sasuke mengangguk, berdiri bersisian dengan Sakura.

"Hei, kalian semua, kembalilah bekerja!" perintah Asuma memegang rokoknya yang hampir habis.

"Baiklah, Asuma-sama!" Semua pegawai mengangguk, saling membungkukkan badan. Mereka kembali ke tempat masing-masing dengan hati yang dipenuhi perasaan penasaran.

Sementara itu, Naruto berkendara pelan di tengah jalan raya yang cukup ramai. Dia enggan mengantarkan pesanan lagi, sebab perasaan capek telah menggerogoti jiwanya. Betapa tidak, dia yang mengantarkan semua pesanan dari tadi pagi hingga malam seperti ini. Ingin rasanya beristirahat secepat mungkin.

"Karena aku seorang kurir, seenak jidat mereka menyuruhku mengantarkan pesanan. Padahal ada Sasuke, Shikamaru, dan Chouji yang bisa mengantarkannya. Secara jelas, mereka juga kurir," gerutu Naruto. Pakaiannya berkibar-kibar cepat karena deru angin selama berkendara.

Akhirnya, Naruto tiba di tempat yang dituju yaitu sebuah apartemen elit berlantai lima puluh. Dia bertanya pada security yang berjaga di dekat pintu gerbang. Security itu menunjukkan arah yang benar, hingga Naruto sampai di depan pintu apartemen si pemesan pizza itu.

"Benar ini nomornya." Naruto melihat tulisan tangan Asuma yang tertera di kertas itu. Dia meletakkan sebentar, tumpukan pizza menjulang tinggi seperti gedung di lantai. Mengetuk pintu dengan keras.

"Ya, siapa?" tanya seorang gadis berambut pirang membuka pintu. Dia melongokkan kepalanya dari balik pintu yang sedikit terbuka.

"Apa kau yang memesan pizza itu, atas nama Yamanaka Ino?"

"Benar. Aku yang memesan semua pizza itu."

"Kau memesan terlalu banyak. Tidak mungkin kau sendiri yang menghabiskannya?"

"Aku sedang mengadakan pesta di malam ini. Sebentar juga, teman-temanku datang untuk menghadiri pestaku."

"Oh. Kalau begitu, cepat bayar."

Naruto mengulurkan tangannya. Berekspresi serius. Matanya menajam. Ino tersenyum, mengambil dompet besar yang dipegangnya. Dia mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompet. Memberikan semua uang pada Naruto.

"Ini, terima kasih sudah mengantarkan semua pesananku," ujar Ino tersenyum lagi, "tapi, apa aku boleh berkenalan denganmu?"

Naruto menyambar cepat uang dari tangan kanan Ino. "Tidak."

"Kenapa?"

"Aku pergi!"

"Hei!"

Ino ternganga, berusaha memanggil Naruto. Namun, Naruto tidak memedulikannya lagi. Naruto terus berjalan sampai hilang di ujung koridor itu.

"Aaah, dia itu. Menarik juga," bisik Ino tersenyum sendiri. Rona merah menghiasi kedua pipinya.

Naruto tiba di tempat motornya yang terparkir di depan gedung apartemen. Dia mengambil helm yang bergantung di stang motor, sempat teringat dengan masa lalunya. Membuat mukanya muram.

"Aku tidak mau berhubungan dengan wanita lagi. Aku membenci wanita!" gumam Naruto meremas kedua tangannya. Seakan memercikkan sedikit emosi yang berkobar di hatinya.

Naruto memakai helm. Dia naik motor dan berniat kembali ke toko pizza. Ingin cepat mengantarkan uang bayaran dari Ino pada Asuma.

Malam di kota Konoha, sungguh sunyi dan terang. Kendaraan lewat satu persatu di jalanan. Banyak orang yang berjalan kaki dan bahkan bersepeda di jalur khusus. Menyegarkan pandangan Naruto saat berkendara.

Tiba-tiba, ponsel Naruto bergetar hebat di kantong baju seragam yang dikenakannya. Naruto menghentikan motornya ke tepi jalan. Dia mengambil gawainya, dan mendengarkan suara seseorang yang hinggap di gendang telinganya.

"Naruto, kapan kau pulang? Jangan buat Oka-san cemas, tahu!" sembur Uzumaki Kushina, berteriak keras. Refleks, Naruto menjauhkan ponsel dari telinganya.

"Aduh, Oka-san malah memintaku pulang. Tidak, aku tidak mau pulang," tolak Naruto langsung mematikan smartphone-nya. Dia memasukkan lagi gawainya ke saku jaket. Kembali melanjutkan perjalanan dengan hati yang tidak menentu.

Di seberang sana, Kushina merutuki Naruto yang seenaknya memutuskan komunikasi sepihak. Dia tidak habis pikir tentang putra satu-satunya yang memilih hidup mandiri. Ingin sekali melakukan sesuatu agar Naruto bisa pulang.

Naruto egois, tidak mau memikirkan perasaan orang tuanya yang mengkhawatirkannya. Karena alasan tertentu, dia kabur dari rumah dan memilih tinggal bersama keluarga Asuma. Asuma yang merupakan guru SMA, tempat Naruto bersekolah dulu. 

Naruto tiba juga di toko pizza itu. Malah mendapati toko itu sudah tutup, padahal waktu baru menunjukkan pukul delapan malam. Sunyi dan gelap menguasai tempat itu.

"Hah? Kenapa semuanya sudah pulang? Biasanya toko tutup di jam sebelas malam, 'kan? Ini, apa yang terjadi?" tanya Naruto pada dirinya sendiri. Dia berdiri di depan pintu kaca transparan. Di balik pintu itu ada kertas tebal persegi panjang putih yang tergantung dan menempel di pintu. Tulisan 'close' tertulis di kertas itu.

Naruto mencoba menelepon Asuma, tetapi tidak diangkat. Dia gusar, kembali menelepon Asuma. Hasilnya tetap sama, tidak dijawab. Naruto dongkol, mencoba menghubungi beberapa rekan kerjanya. Namun, tidak ada yang mau menerima panggilannya.

"Kenapa dengan mereka semua? Ada yang aneh. Sepertinya, mereka mengerjaiku. Perasaan, aku tidak berulang tahun hari ini," batin Naruto yang sedang berpikir keras. Dia menggaruk kepalanya hingga rambutnya berantakan. "Ya sudah, aku pulang saja."

Naruto berjalan mendekati motornya. Dia naik motor dan mulai menghidupkan motor. Tapi, motor itu tidak menyala. Membuatnya emosi lagi setelah mengetahui kondisi motornya.

"Apa? Minyaknya habis! Ya ampun, aku harus bagaimana sekarang? Mana pom bensin jauh dari sini." Naruto berdiri dan mencoba menelepon semua kenalannya. Tapi, tiba-tiba, kesialan menimpanya lagi. "Aaah, handphone malah mati juga! Aku kesal!"

Naruto berteriak penuh frustasi tingkat tinggi. Dia menghempaskan smartphone-nya ke tanah. Menggaruk-garuk kepalanya. Rambutnya semakin berantakan. Kelimpungan menguasai jiwanya.

"Aku bingung. Apa yang harus kulakukan sekarang?" Naruto menghela napas beberapa kali, berusaha menenangkan hatinya. "Apa boleh buat, aku terpaksa mendorong motor ini."

Naruto malang, langsung menyeret motor milik Asuma. Dia berusaha berjalan cepat, tetapi perasaan capek yang telah menyerangnya, menyebabkannya dia tiarap ke trotoar. Motor yang dibawanya, juga menghimpit dirinya.

Naruto pingsan alias tidur. Tidak kuat lagi menahan kantuk. Badannya tidak bertenaga lagi, memaksanya untuk beristirahat.
.
.
.
Bersambung
.
.
.
A/N:
Fic baru up. Fic request pertama untuk Goldenfox. Terima kasih. Dari Hikasya.

Rabu, 7 Juli 2021

The Secret Of PizzaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang