Iklima Putri yang Disayang

24 4 0
                                    

"Ma Luna ikut boleh perayaan Ulang tahun papa?"


"Tidak usah ikut! Tinggal saja dirumah." Mama menjawab dengan dingin. 


"Tapi, Ma."


"Tidak ada tapi-tapi, dengerin kata Mama,"


"Aku kan anak mama juga," 


Mama melihatku, melihatku dengan aneh.  Tidak ada ekspresi menghina di matanya tapi aku tau mereka menyebutnya ketidaksukaan. 


"Bukan Mama tidak mau bawa, tapi Iklima akan hadir di sana. Papa kalian akan susah menjelaskan ke orang kenapa ada dua putri dalam rumah mereka."


"Kan tidak ada salahnya,"


"Kamu tidak mikir psikologi Iklima jika orang-orang menyudutkannya karena mengira dia merampas posisi putri kandung?"


Aku tidak berbicara


"Sudah tidak usah hadir. Di rumah saja? Klo waktu sudah tepat baru nanti Mama kenalin kamu ke orang-orang sebagai putri keluarga ini. Kamu sadar posisi sedikit di rumah. Iklima sakit, dan sebagai orang yang sehat kamu harus pengertian sama Adikmu sendiri,"


"Aku tau," Jawabku entah kenapa serasa dipukul palu. 


"Karena kamu tau, lakuin. Jangan bikin ulah. Apalagi membuat Iklima sedih."


"Iya, Ma."


"Ini terakhir kali mama tegaskan, Adik kamu Iklima sama Hamid saja sudah cukup untuk hadir."


"Iya,"


Aku mengusap telapak tangan, menjawab dengan emosi hancur. 


Mama pergi. Mengambil semangkuk bubur dan menuju kamar Iklima. Diriku jangankan dikasih semangkuk bubur di kenalkan ke tetangga aja tidak pernah. 


Bahwa anak kandung mereka sudah kembali sesudah hidup menderita di luar selama 18 tahun. 


Ada banyak cara memberikan kasih sayang di dunia ini, namun manusia selalu bisa membedakan antara itu kasih yang disamarkan atau memang ketidaksukaan. 


Iklima dan aku seumuran. Ketika bayi kami tertukar di rumah sakit dan Ibuku membawa putri yang salah. Sehingga Iklima tumbuh di lingkungan serba baik dan cukup sementara aku diambil seorang Ibu tunggal yang baru saja kehilangan suaminya karena bencana alam. 


Ibu angkatku tau aku bukan putrinya, tapi tidak menukarnya kembali ke rumahku. Dia takut anak kandungnya akan hidup menderita sehingga memilih membesarkanku sebagai putrinya.


Aku tidak membenci Ibu angkatku, setidaknya aku bersyukur dia menyayangiku seperti anak kandung meskipun bukan putrinya. 


Menjelang kematiannya Ibuku datang ke rumah Ibu kandungku untuk mengaku, dia bilang dia merasa berdosa menyeret gadis tidak bersalah yang seharusnya hidup dengan baik menjadi anaknya untuk hidup susah. 


Mama dan Papa tidak begitu menyambutku ketika kenyataan itu terbongkar. Mereka justru sibuk menenangkan putri palsu mereka yang mengalami tekanan jantung ketika kejadian itu terbongkar. 


Iklima tidak punya kesehatan yang baik sejak kecil sehingga Orang tuaku begitu menyayanginya. Mereka mencari alternatif pengobatan lain selama bertahun-tahun untuk kesembuhan Iklima. Syukurnya akan ada jantung yang cocok dari pasien penderita kanker stadium akhir yang bersedia mendonorkan jantungnya menjelang kematiannya nanti tahun depan. 


Karena itu kasih sayang untukku dari orang yang bagi mereka asing berbeda dengan anak yang disapih dengan baik. 


Aku bisa mengerti selama bertahun-tahun. Tapi hari ini entah kenapa aku tidak ingin menanggungnya lagi. 


Aku mengambil skuter kesayangan yang kubeli 4 tahun lalu dan melaju ke kantor. Mengirim pesan pada seorang teman. 


(Aku setuju datang) 


Tulisku, tanpa basa basi. 


***


"Pak Atmaja selamat untuk perayaan ulang tahun ke 50 anda, anda masih terlihat sangat muda di usia ini, "


"Terima kasih," Atmaja menjawab dengan senyum, memperkenalkan putrinya. 


"Ini perkenalkan putriku yang akan masuk Universitas tahun depan," 


"Halo Om," Iklima menunduk dengan sopan. Gadis itu cantik dengan gaun tanpa lengan malam ini. Dia terlihat sexy, tapi karena wajahnya yang polos dan kulitnya yang menawan orang tidak bisa menyamakan kata-kata itu dengan sebutan murahan. 


"Oh ini anakmu? Sangat cantik. Kamu dan istrimu sangat beruntung,"


Sa'diah tersenyum bangga pada putrinya.  Keluarga itu terlihat harmonis. 


Sampai seseorang berdiri di pintu dengan rambut tergerai dan cara berjalan yang anggun mendekat. Tersenyum kecil pada semua orang. 


"Ceo Luna sudah datang," Pak Tama buru-buru masuk keramaian, menyambut gadis di depan pintu.


Ceo Luna? 


Atmaja dan Istrinya melihat ke arah kerumunan dengan kaget. Ada putri yang mereka buang di sana, sedang tersenyum pada tamu yang berbondong-bondong datang untuk menyapa.

Kerinduan LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang