Seorang gadis berbalut seragam abu putih khas SMA berjalan dengan santai mendekati kerumunan. Langkahku terhenti, lalu menggerakan tangan membuka celah untuk masuk ke pusat kerumunan,
"Permisii, maaf"
"Eh astaga bapak, permisi saya mau lewat" ucapku lagi.
Sontak seluruh sorot mata yang ada langsung menatap tajam gadis dengan suara nyaring ini.
"Heh!!! TANGGUNG JAWAB KAMU..!!"
teriak salah seorang gadis remaja yang berada tak jauh dari tubuh pria yang tergeletak di tepi jalan tersebut."Ehh apa apan, saya nggak sengaja nyerempet mas nya ini, orang saya tadi bawa motor nya pelan. Dia nya aja yang nyebrang ndak liat liat"
pembelaanku yang saat ini berdiri tepat di samping kiri pria tersebut,sambil mengernyitkan dahi, tanda aku tak terima disalahkan.
"Mas..hiks ayo mas bangun..hiks"
ucap remaja itu lirih sembari menepuk pelan pipi pria itu."Gimana pun juga, mbak harus tanggung jawab mbak!.."
ucap salah seorang warga"Siapa yang mau lari dari tanggung jawab pak? saya mau tanggung jawab kok!!" balasku dengan nada naik menatap bapak dengan baju orange itu sinis.
"Sudah-sudah, ayo dibantu dulu bawa mas nya ini ke puskesmas"
"Pakai mobil saya aja pak gapapa"
Tampak beberapa warga berusaha memopong tubuh lemas pria dengan kemaja kotak hitam itu.
- - - - -
"Tadi saya dari arah selatan pak, mau belok ke kanan. Saya bawa motornya pun pelan, lha kok mas sama adek nya ini nyebrang jalan nggak liat kanan kiri.."
jelasku dengan tangan lihai memperagakan kronologi kejadian.
Hanya dibalas anggukan kecil dari bapak yang duduk di dekat bed puskesmas itu.
Selang beberapa detik, aku memutuskan mencari udara segar keluar ruang UGD. Aku berhenti, mengamati sekeliling yang ramai orang mengantri obat.
Fyuhhh
Aku bersadar di dinding dekat jendela, melipat kedua tangan dengan gaya khas ala tim julid di suatu sekolah, menggerak gerakkan kaki dan melempar pandangan pada abang penjual cilok dengan bosan.
Krekk....
Decitan kasar dari pintu UGD yang terbuka membuyarkan lamunanku, refleks aku menoleh ke sumber suara yang berada tepat di samping kiri nya.
"Permisi, mbak nya keluarga Mas Arga ya?" ucap sopan perawat yang menghampiri ku.
Aku memasang ekspresi kaget dengan mata melotot dan mulut menganga, sungguh memalukan.
"M-mas arga?.." balasku linglung.
"Iya, pasien yang tadi kecelakaan itu mbak. Ehm maaf apa saya salah orang?" ucapnya lagi lalu menatap seluruh wajahku dengan cermat.
"Ohh i-iya mbak, ada apa ya?" tanya ku sok ramah
"Pasien meminta untuk memanggil keluarga untuk masuk mbak, permisi ya" balasnya sembari berlalu menuju ke ruang sebelah UGD.
"oh si laki laki yang pake acara pingsan itu nama nya Arga.. hmm merepotkan" gumamku sambil melangkahkan kaki berat dan membuka pintu dengan kasar.
Saat ini aku tepat berada di samping kiri pria yang terbaring memejamkan mata, pandanganku menyusuri seisi ruangan. Tak nampak lagi bapak yang tadi duduk di kursi sebelah kanan bed.
"ehem.." deham ku ringan bermaksud menyadarkannya.
refleks ia menoleh kaget ke arahku, aku yang kikuk lantas membuat gerak gerik grogi dan malu menjadi satu.
"Oh.. kamu ya, dimana adik saya?" tanya nya sambil mendongak menatapku
"y-ya mana saya tau!" ucapku acuh membuang pandangan pada selang infus yang menetes pelan.
"oh iya mbak yang nyerempet saya tadi ya?"
"heem, maaf ya mas gak sengaja. Lagian mas nya juga yang ssa-"
"iya mbak, saya yang salah nggak liat kanan kiri juga. Maaf ya"
balasnya memotong kalimatku. Aku paling nggak suka ada orang yang memotong kalimat. Benar,pria ini sangat menyebalkan.
Aku menatapnya malas, memutar bola mata ku lantas mengalihkan pandangan pada perawat yang kebetulan lewat.
"Mbak duduk aja, nanti capek. Mungkin adek saya segera kesini" imbuhnya lagi.
Aku hanya membalas dengan anggukan kecil, seperti bapak tadi.
"Btw mas, bapak yang tadi itu bapaknya mas?" refleks bibirku melontarkan pertanyaan random.
Aku tersadar, segera menepuk-nepuk ujung bibirku dengan cepat.bodohh, delll, bodoh banget lu
ucapku dalam hati sembari berlalu menuju sisi kanan bed dan menarik kursi sedikit ke belakang untuk ku duduki.
"Bapak yang mana mbak?" tanya nya balik sembari mengernyitkan dahi.
"Udah mas lupain, ga jadi" ucapku kikuk dengan membuang muka, jujur aku malu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweis
RandomLagi-lagi kisah tentang bagaimana kekecewaan beruntun datang. Tentang hati yang di rapuhkan, diobati dan dipatahkan berkali-kali. Tidak mengapa, akan ada akhir nya. Entah itu indah atau lebih buruk. I hope will happy ending~ "Semua hal harus dimulai...