Siang yang mendung, aku berjalan dengan malas melewati jalanan kota. Kulirik kanan kiri tak ada penjual minuman atau sekedar es serut, astaga meski mendung hawa terasa sangat panas. Masih memakai seragam identitas khas sekolah ku, aku duduk di bangku taman dengan padangan kesal menatap kedua sepatu ku yang mulai koyah.
"Haduh, andai saja kemarin nggak nabrak si mas - mas, siang gini ngga bakalan capek jalan kaki"
Gerutu ku kesal, sambil melirik ke kanan aku mendengar lonceng khas dari penjual es "ting-ting" . Sontak aku berdiri, berlari kecil menuju bapak - bapak berpeci putih yang berada di bawah pohon mangga yang rimbun."Pak, saya mau satu dong.. Yang rasa greentea yaa" ucapku sembari merogoh dompet yang ada di tas selempang.
"Greentea teh apa neng?" Tanya beliau keheranan.
"Eh astaga, anu pak saya salah sebut hehe. Yang rasa coklat aja deh pak"
Jawabku bingung karena kebiasaanku dulu memesan ice cream greentea di cafe sepulang sekolah."Permisi, ini ya neng"
Ucapnya sambilnmenyodorkan es cone kepadaku.Setelah membayarnya lantas kubalikkan badan dan berencana menuju bangku yang kududuki tadi, namun alhasil kudapati dua anak kecil beserta ibunya sedang asik bercengkrama, aku mengamatinya dari kejauhan.
"Andai aku juga bisa bergurau dengan mama lagi.." Gumamku pelan sambil menatap kosong pemandangan hangat itu.
Tetesan ice cream yang perlahan mencair membuyarkan segala bayang - bayang tentang mama yang hampir 3 bulan ini tidak pulang ke rumah.
"Astaga!"
Dengan perasaan hampa aku berjalan ke arah timur, tanpa tujuan yang jelas hanya beberapa burung dara yang tiba - tiba terbang mendapati aku yang mendekatinya.
Langkahku terhenti tepat di samping dua ayunan yang sedikit berkarat, mungkin berayun sebentar akan membuat perasaanku lebih baik, ya semoga.
Hampir setengah jam aku masih terpaku duduk di ayunan itu, menikmati angin yang perlahan mendingin seakan membekukan luka - luka yang masih membekas.
Setetes air dari langit turun mengenai punggung tanganku, refleks aku menoleh ke arahnya. Ku abaikan saja, sesekali menikmati hujan di Jakarta pada siang hari adalah sesuatu yang menyenangkan."Hei!"
Suara nyaring terdengar, tidak terlalu keras tetapi mampu membuyarkan lamunanku.
"Langit sangat gelap di sebelah utara, sebentar lagi hujan turun deras. Apa kau masih mau berlama - lama disini?"
Sontak aku menoleh, mendapati seorang lelaki yang kemarin kutemui di puskesmas sedang berbicara daj berdiri di samping kanan ayunan yang kunaiki."Bukan urusanmu"
Ucapku ketus sembari membuang muka, menghadap ke depan dan mengayunkan ayunan lebih cepat.Tanpa ada sahutan dari Mas Arga lagi, ia duduk di ayunan sebelah dengan santai.
"Aku ikut duduk disini ya? Boleh kan?"
Tanya nya ringan."Kau sudah duduk, mana mungkin aku menyuruhmu berdiri dan pergi"
Balasku sembari menunduk dan memainkan kaki yang kusilangkan."Haha, oh ya aku belum tau nama mu"
"Kenapa? Mau dibuat surat laporan ke polisi?"
Jawabku sembari melotot ke arah Mas Arga, refleks dia menoleh balik dan kedua manik mata kami bertatapan."Eh ya enggak lah, mana mungkin toh kamu sudah tanggung jawab dan aku yang salah"
Jelasnya sembari mengeluarkan ponsel dari saku jaket jeans hitam yang ia kenakan."Bagus deh"
"Mas Arga kenapa disini?"
Tanya ku penasaran, masih dengan sifat acuh aku menunggu jawaban darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweis
DiversosLagi-lagi kisah tentang bagaimana kekecewaan beruntun datang. Tentang hati yang di rapuhkan, diobati dan dipatahkan berkali-kali. Tidak mengapa, akan ada akhir nya. Entah itu indah atau lebih buruk. I hope will happy ending~ "Semua hal harus dimulai...