ᩍ halaman ketiga

1.4K 393 87
                                    

ᩍ 𝐃𝐢 𝐩𝐢𝐧𝐠𝐠𝐢𝐫 𝐬𝐮𝐧𝐠𝐚𝐢

•••

Pikiran tentangnya tak bisa dibuat pergi. Tak berhasil dan akan berakhir pada dia lagi.

Senju memilih untuk keluar dengan pakaian biasa. Celana pendek, serta hoodie hitamnya.

Laki-laki itu mengumpat pelan saat tahu keputusannya salah. Matahari begitu terik, sementara ia memakai pakaian hitam. Keringat mengucur, membuat laki-laki itu ingin segera menceburkan diri ke dalam kolam.

Langkahnya terhenti saat melihat gadis yang tengah berjalan ke tengah sungai.

Manik lautnya melebar.

Gadis gila itu—!

•••

Langkahnya semakin berat melawan arus saat sungai menelan setengah tubuhnya. Napasnya mulai terengah.

Kemudian, sebuah tangan melingkar diperutnya. Membuat sang surai hitam tersentak kaget. Berontak kala ditarik mundur secara paksa.

"Brengsek, lepaskan aku!"

"Hei, diamlah! Kau berat tahu!"

Emosinya semakin memuncak, dan saat sampai ditepi, dirinya menoleh dengan cepat. Menatap laki-laki yang baru saja mengatainya berat.

"Kau— yang kemarin?"

Senju mengangguk. Ia menghela napas sekali lagi.

Apa Shibuya adalah tempat yang begitu sempit? Lagi-lagi ia bertemu dengan gadis ini.

Tatapan Senju mengarah pada pergelangan kanan sang gadis. Dimana gelang itu kembali tersemat pada tuannya.

"Kau gila ya? Sudah berapa kali kau mencoba bunuh diri? Kalau mau, jangan saat aku ada di sekitar dong!"

Senju melepas hoodienya, memperlihatkan kaos putih yang sama basahnya.

"Lihat, aku jadi basah kuyup."

Gadis di depan Senju menatap aneh.

"Aku tidak mencoba bunuh diri."

Senju menoleh dengan cepat, melempar tatapan tidak percaya.

"Huh?"

Jari telunjuknya mengarah pada jaket biru muda yang mengambang di tengah sungai. Wajah gadis itu berubah muram. Semakin muram sampai-sampai Senju kesulitan menangkis aura negatif darinya.

"Jaketku ... kayaknya punya kaki sendiri."

Senju memasang wajah datar. Ia menyesal sudah mengeluarkan gadis ini dari sungai.

•••

Akhirnya, Senju memilih untuk menemaninya.

Apa kalian tahu, kalau terkadang, berbicara pada orang asing itu lebih nyaman?

Telinga dipasang, dan terus mendengar secara seksama.

Sang gadis terus berbicara pelan, seolah mereka adalah teman lama yang kembali bertemu.

Keduanya merasakan perasaan asing.

"Kawaragi-san, mengapa kau menolongku saat itu?"

Ditatapnya Senju yang tengah menepuk-nepuk hoodienya.

Jika dipikir-pikir, Senju sendiri tidak menemukan alasan khusus. Tubuhnya bergerak sendiri, tanpa otak yang memberi perintah.

"Tanpa alasan."

Gadis dengan surai hitam kini menekuk kakinya.

"Kawaragi-san mengingatkanku akan seseorang," gumaman kecil terdengar. "Kamu mirip dengan cinta pertamaku."

Senju sedikit mengulas senyum. Gadis yang aneh, apa dia tidak tahu kalau Senju adalah ketua geng?

Dia berbicara dengan sangat santai, seolah tidak tahu-menahu tentang Senju.

"Cinta pertamamu?"

Gadis itu merentangkan tangan kirinya. Seolah memamerkan gelang yang dikenakan. Bandulnya bergoyang, serta matanya bersinar.

Seulas senyum memudar.

Pada lelaki yang tersorot sinar.

"Ini, diberi oleh cinta pertamaku."

Itu adalah perasaan asing yang menyelinap masuk ke dalam hatinya. Dengan jahil mengetuk. Dengan iseng berteriak.

Serta dengan lancang, membuat dindingnya retak.

"Itu gelang yang bagus, (Surname)."

Gadis di sampingnya sedikit mengulas senyum. Ujung matanya terlihat merah, mungkin sebelumnya ja memangis.

Penasaran, namun tak ada hak untuk bertanya.

Senju kembali mengeluarkan suara, "apa kau masih menyukai cinta pertamamu?"

Matanya dipejamkan. Suasana suram khasnya seolah sirna tatkala senyum membuat Senju terpana.

"Aku belum bisa melupakannya, Kawaragi-san."

•••

14 Juli 2021

𝐔𝐑𝐀𝐍𝐔𝐒! kawaragiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang