Dingin
Saat malam belum pergi dan udara masih dingin menyelimuti, seorang laki-laki keluar dari apartemen dan berlari di tengah kesunyian malam dengan terengah-engah ke arah gedung tua.
"Gesa, jangan Gesa, bertahan lah," teriaknya dari bawah gedung.
"Sudahlah, apa untung nya kamu menahan aku?" teriak resah gadis di atas gedung yang dingin terhembus angin.
"Memang aku tak untung apa-apa, namun ku lelah dengan kasus yang sama terus menerus," teriak lelaki berambut hitam kilap itu sambil berlari menuju ke arah lantai teratas gedung.
"Berhentilah menahan aku, jiwa ku kini hampa dan tak terasa lagi, penyakitku telah merajalela, dan nafas ku pun telah sesak, ditambah Bryan sudah meninggalkan ku, padahal ku mencintai dia dengan tulus, tapi apa balasan nya?!" keluh gadis malang yang diiringi tangisan yang kembali tak terbendung.
"Kamu masih ada harapan Ges, aku percaya kamu cewek hebat, kamu pasti bisa, percaya aku."
"Hah?, Kuat?, Aku sudah jatuh banyak kali dengan laki-laki yang hanya bisa memberikan harapan palsu, sekarang apa?, kalau mati? mati aja lah, sudah lelah diriku ini."
"Memang kamu siap?, kalau kamu siap silahkan aja, aku nggak larang You, Ges."
"Itu urusanku, bukan urusanmu, aku muak dengan kamu, Va."
Tanpa Gesa sadar, Reva sudah mencapai di lantai yang sama dengan dia, karena Reva juga atlet lari sehingga tak heran untuk bisa sampai di lantai 10 dia bisa menyelesaikan kurang dari 5 menit.
"Hentikan Gesa, pikirlah lagi kembali, jangan lah seperti ini, aku percaya kamu pasti-."
"Cukup Reva, cukup aku sudah tak dapat berpikir lagi, ku sudah letih dengan segala perilaku mereka padaku, bahkan kedua orang tua ku pun mengusir aku, sekarang Bryan pergi tanpa alasan, dan terakhir mereka mencaci aku karena aku nggak berkaca sebelum ku dekat dengan laki-laki lain, sekarang apa!!? Sudahlah ku lelah dengan hidup, lebih baik kamu jaga Bryan ya, buat dia jadi lebih baik lagi ya." kata lagi-lagi dari gadis malang sembari tersenyum tipis penuh akan kebahagiaan yang tersiksa.
"Jangan Gesa, sudah cukup, kalau kamu mau dengan Bryan maka tunggulah."
"Apa yang mau di tunggu lagi?"
"Apakah kamu nggak mau mikir lagi, ingat segala kenangan manis, segala kebaikan dan kesenangan yang kamu rasakan." Rayu Reva sambil berjalan mendekati Gesa perlahan namun pasti.
Gesa disana hanya bisa menangis, dan tatapan nya kosong yang menemani dirinya, hingga Gesa tak sadar Reva sudah ada di belakang nya dan menarik Gesa dari tepi gedung itu.
"Lepaskan aku!"
"Cukup Gesa, cukup, jangan kamu nekat."
"Aku lelah, Va."
"Ya, aku ngerti, kamu tenang dulu." Kata Reva sambil memegang tangan Gesa.
"Ya, baiklah aku akan berusaha tenang." Kata Gesa dengan lemas dan terjatuh.
Seketika tangisannya pecah kembali di pipi gadis dalam dekapan remaja laki-laki yang masih ikut duduk sambil merangkul ya.
"Tico, kamu ingat nggak masa-masa indah kita dulu, kamu selalu ngejar-ngejar aku, padahal aku udah berusaha jauh dari kamu, eh, malah kamu kejar terus, lama-lama aku jadi tergila dengan kamu, seakan aku itu ingin bersamamu terus, lewati hari di sekolah, ganggu si Mala, hehehehe, saat kita melewati dingin nya malam dengan berjalan-jalan di jalan raya yang sunyi nan sepi, aku senang sekali, ketika denganmu, sambil melihat bintang-bintang dan bulan, ya kan Tico?" kata perempuan yang menyandarkan kepala nya ke Reva.
KAMU SEDANG MEMBACA
Main Dengan Khayalan
Teen FictionSegala Cerpen yang berharap jadi sebuah dunia tanpa batas