Ini hanya sepenggal kisah cinta anak SMA, terdengar klise, dan masih menggebu-nggebu. Tentang bagaimana cinta itu diartikan dengan akal anak remaja. Interpretasi cinta yang paling lugu. Padahal makna cinta yang sesungguhnya saja sulit mereka pahami dan maknai.
Rega adalah siswa paling berprestasi di SMA nya, namun ia jarang sekali show off dengan kemampuannya. Ia cenderung pemalu, tidak suka menjadi pusat perhatian, ia tidak suka tampil di depan umum, memiliki anxiety disorder yang cukup parah.
Prestasi satu-satunya yang tidak bisa ia tutupi adalah menjadi juara satu paralel di angkatannya dengan jumlah siswa lebih dari 400 orang itu. Guru-guru menjulukinya silent killer, karena meskipun terlihat pasif, Rega selalu membuktikan kecerdasannya.
Rega adalah gambaran remaja lugu yang butuh afeksi dan cinta. Ia begitu menghargai teman-teman yang selalu berada di sisinya, atau orang-orang yang bermaksud mendekatinya karena ia sadar bahwa ia butuh dicintai oleh orang lain.
Afeksi dan cinta itu Rega dapatkan dengan mudah. Rega termasuk golongan anak famous di sekolahnya, siapa coba yang tidak kenal Rega? Lelaki manis dengan banyak prestasi yang menjadi teladan adik-adik kelasnya, di sukai banyak guru-guru dan juga menjadi buruan teman perempuan dan laki-laki.
Rega aktif di klub pecinta alam. Fokusnya selalu tentang lingkungan. Bagaimana bumi terus dijaga kelestariannya, alam terus dijaga ketersediannya. Di kelas XI ini, ia sedang menjalin hubungan dengan seorang kapten futsal sekolahnya.
Jevandra, lelaki dengan mata bulan sabit itu menaruh ketertarikan dengan Rega saat suatu ketika kelas mereka berdekatan. SMA mereka ini memang memberlakukan moving class setiap jam berganti pelajaran. Jevan IPA 2, sedangkan Rega IPA 1. Sejujurnya, mereka berdua dulunya satu SMP, tapi sebatas kenal saja tidak begitu dekat. Hubungan keduanya langsung tersebar luas. Couple goals katanya, Jevan yang juga populer karena tergabung di tim futsal sekolah sekaligus sebagai kapten itu bersanding dengan si juara 1 paralel.
Sebentar lagi masuk semester genap, di awal Desember yang hari-harinya sudah mulai di penuhi degan rintik-rintik hujan dan mendung yang suka datang tanpa diduga, lapangan sekolah itu tengah ramai, persiapan class meeting, UAS baru saja selesai minggu kemarin, pembagian raport tinggal menghitung hari.
"Sayang, bentar lagi yang tanding kelasku lawan kelasmu. Kamu dukung siapa?" tanya Jevan pada kekasih manisnya itu ketika mereka duduk di depan kelas mereka yang memang bersebelahan, tepat di sisi kiri lapangan.
"Mmm.." Rega terlihat berpikir sebelum menjawab.
"Lama mikirnya, dukung aku lah harusnya, biar aku tambah semangat." Jevan tidak sabar menunggu jawaban Rega.
"Nggak mau. Maunya dukung kelasku aja, bagian dari nasionalisme. Ehehe." Rega menoleh ke sisi kanannya, dimana kekasihnya duduk.
Jevan menampakkan wajah cemberut yang lucu menurut Rega, kemudian ia terkekeh geli.
"Kan kalau sama kamu, nggak perlu aku ucapin juga kamu tau kalau aku pasti dukung kamu. Jangan cemberut gitu, bentar lagi main tuh." Rega mengelus tangan Jevan sekilas.
"Ih manisnya pacarku, jadi makin sayang." Jevan mengusak rambut Rega pelan.
"Udah ih sana siap-siap, aku nonton dari sini, jangan sampai cedera ya." Rega berucap demikian sebelum Jevan mencium pucuk kepalanya itu sekilas kemudian berkumpul dengan tim futasl IPA 2.
"Duh yang abis dicium-cium.." Ucap Wilona menggoda ketika Rega menghampirinya di dalam kelas.
"Udah biasa kan Wil kita liat yang uwu-uwu gitu." Felix menimpali dengan nada menggoda yang tidak kalah menjengkelkan di telinga Rega.