Pagi yang mendung di awal Juni, membuat siapa saja malas untuk beraktivitas. Baru beberapa hari UAS berjalan, para siswa ramai memenuhi depan kelas masing-masing, duduk di kursi-kursi taman atau ada yang betah di dalam kelas untuk sekedar mempelajarai kembali materi yang sekiranya akan keluar dalam UAS berikutnya.
Tidak seperti hari-hari biasa, kantin sepi oleh siswa yang berebut antrean dan memenuhi meja-meja. Jevan berada di kelas Rega, menemani sang kekasih belajar.
"Lihatin aku terus nggak bikin kamu pinter." Ujar Rega sambil mengalihkan perhatiannya dari buku-buku, ia sedikit risih diperhatikan sebegitunya oleh jevan.
"Ya mau gimana, kamu lebih menarik sih daripada buku-buku ini." Balas Jevan santai, masih dalam posisinya menekuk lutut di atas meja, matanya terus memperhatikan wajah kesal kekasihnya yang membuatnya terlihat lebih imut.
"Ngomongnya manis terus ya."
Jam istirahat selesai dan seperti hari-hari UAS sebelumnya, Jevan akan terus spam chat ke whatsapp kekasihnya. Meminta jawaban atas soal-soal yang tidak ia ketahui. Rega membalas pesan-pesan itu pada saat ia akan keluar kelas, selesai mengerjakan soal-soal itu.
Sore hari di Juli, gerimis di hari yang cerah. Harusnya sudah masuk musim kemarau, tapi beberapa hari ini hujan terus saja turun. Kemarau basah kalau kata orang. Rega sedang duduk di sebuah cafe yang menyediakan tempat baca buku bagi pelanggan yang datang.
Ia duduk di bagian pojok dekat dengan jendela. Di tangannya sudah ada sebuah buku, di luar gerimis masih saja turun, menambah kesan cozy di dalam cafe tersebut. Cafe tersebut terdiri dari dua lantai. Rega berada di lantai dua, ia menoleh ke arah jendela, melihat rintik-rintik hujan yang tipis, sebuah mobil terparkir di halaman parkir cafe, seseorang dengan kemeja hitam pendek dan celana dengan warna senada keluar dari sisi pengemudi, Rega menajamkan penglihatannya ketika merasa tidak asing dengan sosok tersebut, sedangkan dari sisi penumpang, keluar seorang gadis dengan dress mini membalut tubuh jenjangnya.
Rega memejamkan matanya, menghempuskan nafas beberapa kali sebelum membuka ponsel dan membaca ulang chat dari kekasihnya yang bilang bahwa sore ini ia sedang bermain game di rumah Harsa, teman sekelasnya.
"Emang sekali buaya tetep buaya ya, Jev." Rega berucap pelan sambil tertawa miris.
Ia beranjak dari kursinya, buku yang ia baca baru sampai setengah halaman itu ia letakkan kembali di rak buku tempatnya semula. Ia menuruni tangga menuju kasir di lantai 1 setelah sebelumnya meyakinkan diri bahwa ia bisa menunjukkan dirinya di hadapan sang kekasih dan selingkuhannya, Karina.
"Meja nomer 23 ya mas." Ucapnya pada sang kasir. Ia menyerahkan selembar uang seratus ribuan kemudian menuju pintu keluar. Namun sebelum itu, ia melihat Jevan dan Karina berada di meja yang tidak jauh dari kasir.
"Oh Jev, katanya main game di rumah Harsa?" Rega bertanya setenang mungkin.
"Ah, Oh itu.. Mmm Harsa lagi nggak di rumah sayang." Balas sang kekasih dengan raut wajah gugup yang jelas terlihat.
Karina masih diam di tempat, ia tidak begitu dekat dengan Rega, ia hanya mengenal Rega sebagai siswa berprestasi dan kekasih dari laki-laki yang mengajaknya berselingkuh ini.
"Oh yaudah kalau gitu, have fun ya." Ucap Rega berlalu meninggalkan keduanya. Hatinya sakit sekali saat ini.
Gerimis tidak menyurutkan langkah kecilnya untuk terus berjalan menyusuri jalanan. Ia sebenarnya tidak tau tujuannya saat ini hendak kemana. Fakta bahwa Jevan tidak mengejarnya untuk menjelaskan sesuatu juga menambah kesedihan Rega. Lalu ketika melihat seseorang menuntun sepeda motor, ia menghampiri.