Yoo Jonghyuk x Kim Dokja

278 47 10
                                    

Semua orang memanggilnya pembawa kematian.

"Aaaaah! Bunga yang dipegangnya mati!"

"Tidak! Hewan yang disentuhnya---!"

Semua makhluk yang hidup akan mati bila disentuh olehnya.

"Pembawa kematian!"

"Monster!"

Dirinya adalah sesuatu yang mengerikan di mata orang lain.

Termasuk, keluarganya.

Juga kekasihnya.

Tidak ingin membuat orang lain takut dengan keberadaannya, ia pun ingin menghapus jejak keberadaannya di daerah pedalaman, jauh dari sentuhan orang lain.

Terlupakan, tak lagi diingat.

Sendirian hingga akhir menjemput.

Jonghyuk berencana seperti itu.

Namun, semua rencananya gagal tatkala seorang pemuda datang di kehidupannya yang hampa.

Satu-satunya yang tak takut dengan dirinya.

Satu-satunya yang masih menganggap Jonghyuk manusia.

Seseorang yang Jonghyuk anggap tidak normal.

"Kenapa kau tetap berada di sisiku?" tanya Jonghyuk.

"Karena kau dan aku sama," jawabnya tenang. "Kau dan aku sama-sama sendirian di dunia ini."

Alis pedang Jonghyuk bertaut. Amarah memenuhi hati mendengar jawaban yang sama dari mulut pemuda itu.

Tangannya mengambil sekuntum bunga mawar putih layu di dekatnya. Mawar itu seketika layu. Jonghyuk berkata dengan suara putus asa, "Apa kau tidak melihat ini? Apapun yang hidup ... jika disentuh olehku akan mati! Kau juga akan mati bila disentuh olehku! Seharusnya kau takut padaku, Dokja!!!"

Pemuda itu tetap tenang dengan senyumannya. Ia berkata, "Tapi, hingga saat ini aku masih hidup di sisimu."

Jonghyuk terdiam.

Dokja mengambil bunga layu itu dengan hati-hati dari tangan Jonghyuk. "Dan apakah kau tahu ...," Dokja mencium bunga mawar putih itu. " ... Dalam bahasa bunga, memberikan bunga putih layu artinya adalah bersumpah untuk hidup semati dengan orang yang kau berikan."

Jonghyuk terhenyak. Ia buru-buru berkata, "Siapa yang bilang aku beri bunga itu untukmu?! Buang!"

Dokja menggeleng. Menolak menuruti. "Jonghyuk, apapun yang kau katakan, aku tidak akan pernah meninggalkanmu."

Tangan Jonghyuk terkepal. Berbagai emosi memenuhi dirinya.

Ia marah dengan perkataan Dokja.

Namun, ia juga senang di saat yang sama.

Tidakkah Dokja tahu betapa inginnya dia menyentuh seseorang yang bersedia menemani dirinya yang dikatakan pembawa kematian?

Berbulan-bulan hidup bersama, melalui hubungan panas dingin. Mereka makan, minum dan tidur bersama.

Setiap pagi, Jonghyuk selalu bangun lebih dulu dibanding Dokja. Menatapi wajah tertidur prang di sebelahnya beberapa saat, sebelum bangun untuk mencari makananan.

Keinginan di hatinya untuk menyentuh Dokja semakin besar. Namun dirinya sadar, bahwa menyentuh Dokja, sama dengan membunuhnya.

Jonghyuk masih ingin seperti ini sementara waktu.

"Hei, Jonghyuk, menurutmu, apa ada cara menghilangkan kemampuanmu ini?"

"Kenapa?"

Dokja memringkan tubuhnya yang berbaring di sisi kiri Jonghyuk.

"Aku ingin menyentuhmu."

Jonghyuk rasanya ingin menarik tubuh ramping di sebelahnya, lalu menenggelamkannya dalam pelukan. Kedua tangannya terkepal erat, menahan hasrat yang menumpuk.

"Idiot!"

Jonghyuk berbalik memunggungi Dokja. Dia bisa mendengar tawa Dokja dari balik punggungnya.

"Aah, aku benar-benar ingin menyentuhmu."

"Diamlah bodoh!"

Setelah itu hanya keheningan yang mengisi malam. Jonghyuk tertidur, tanpa menyadari Dokja yang beringsut menempel pada punggung berbalut selimut milik Jonghyuk.

"Aku, benar-benar ingin menyentuhmu. Selamat malam, dan selamat tidur, Hyuk-ah."

Pagi ketika Jonghyuk bangun hari itu, dokja tak ada disisi nya. Panik melanda diri nya. Jonghyuk bergegas turun dari tempat tidur, mencari keberadaan Dokja di dalam ruangan yang telah mereka huni selama beberapa bulan belakang. Apa yang terjadi? Pikir nya.

Mungkin kah Dokja pergi meninggalkannya? Apakah dia akhirnya merasa Jonghyuk terlalu memuakkan dan memilih pergi?

Serangkaian pemikiran buruk itu menghampiri nya dengan segera.

Apa yang... harus dia lakukan sekarang?

Jonghyuk tertunduk lemas. Bukan kah ini lebih baik? Jika Dokja tak disisi nya, dia tak perlu takut akan menyentuhnya dan menjadi penyebab kematian Dokja. Tapi bisakah ia hidup tanpa Dokja?

Dokja seolah telah menjadi bagian terpenting dalam hidup nya. Seolah ia adalah udara yang dibutuhkan olehnya untuk hidup. Menyedihkan.

Mengapa dia—yang bisa membunuh apapun yang disentuhnya—harus menderita seperti ini hanya karena seorang pemuda yang tiba-tiba saja hadir dalam hidupnya dan mendeklarasikan jika ia tak takut pada kekuatannya?

Entah.

Segala pemikiran itu terputus oleh sebuah suara yang terdengar familiar.

"Ah, kau sudah bangun. Aku pergi jalan-jalan sejenak-"

Jonghyuk tak lagi mendengar penjelasan yang dokja katakan. Dia sibuk bergulat dengan pikirannya sendiri. Betapa ingin dia merengkuh tubuh mungil itu. Memeluknya dengan erat. Menyentuh wajah nya. Merasakan sentuhan bibir nya. Tetapi Jonghyuk masih cukup waras untuk tidak melakukan hal tersebut.

Dia hanya dapat mendengkus sembari berkata, "Bodoh."

Melewatkan senyuman aneh yang tersungging pada wajah Kim Dokja.

"Kau khawatir?" tanya Dokja.

"Tidak," balas Jonghyuk ketus.

Mulutnya memang mengatakan demikian dengan ketusnya, tetapi Dokja tahu bahwa pemuda tampan itu mengkhawatirkannya.

Ekspresi wajah tampak marah, suara ketus, tetapi telinganya yang memerah itu adalah  mimik sejatinya.

"Hyuk-ah." panggilnya.

"Apa?" Jonghyuk enggan menoleh, tetapi ia tetap mendengar suara Dokja.

"Cinta kamu."

.......

Hasil iseng bareng AkuMakhlukHidup dan WolferDarkos

11 Juli 2021

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang