6 | Sparing

128 23 0
                                    

“Cepet sembuh, ya? cantik!”

Vino bilang gitu sambil ngelus puncak kepala Keira yang baru aja turun dari motor milik cowok itu, Keira cuma diem. Kalo ini cewek lain, mungkin pipinya sudah merah merona dengan debaran jantung yang menggila. Tapi, ini seorang Keira Davinia yang bahkan hatinya sebeku kutub utara.

Keira termasuk manusia yang tidak peka dan juga tidak berperasaan, apa lagi sama manusia siluman buaya seperti Vino ini. Biasa, mulut para buaya sangat mulus dan manis. Jadi, Keira tidak akan mudah tergoda hanya dengan perlakuan manis seorang buaya tampan seperti Vino.

“Pulang sana!” usir Keira dengan galaknya, Vino yang denger itu mencibir pelan. “Makasihnya mana dulu? Jarang-jarang ya orang ganteng kayak gue ini mau nganter orang dengan percuma.”

“Ya terus? Lo mau gue bayar?” tanya Keira dengan wajah kesalnya, entah karena pusing atau memang benci sekali melihat sosok Vino yang cengar-cengir di hadapanya. Cowok itu menggeleng, sambil nyubit pipi Keira gemas. Ngak takut sama sekali kalo sudah ini Keira baku hantam dia. “Bayar gue dengan waktu Lo kapan-kapan gue butuh.”

“Apaan sih!” kata Keira jijik sambil ngelus pipinya yang sedikit memerah karena cubitan Vino yang tidak bisa di bilang lembut, Vino cuma ketawa aja terus lanjut nyalain motornya. “Gue pulang dulu, Lo sehat-sehat dah.”

Sebelum benar-benar meninggalkan perkarangan rumah milik Keira, Keira cuma ngulas senyum miring. Natap motor Vino yang mulai hilang di tikungan, cewek itu berbalik buat membuka pagar rumah. Vino pikir, Keira ngak tau tujuan cowok itu bersikap sok akrab akhir-akhir ini dengan dia.

“Vino, Vino. Lo pikir gue bodoh kali ya?” gumam Keira, geleng-geleng pelan tidak habis pikir di sela-sela cewek itu tersenyum tipis sambil membuka pintu rumah.

***

“Keira tadi pulang cepet, dia sakit.”

Keira terbangun saat ia merasa kerongkongan miliknya kering, tidak sengaja mendengar suara Nenek sedang berbicara dengan seseorang lewat telepon.

“Gimana? Acara ulang tahun Sabrina sukses?” tanya Nenek, Keira yang mendengar nama yang tidak asing di pendengarannya merasa penasaran. Cewek itu bangkit dari tidurnya, sembari mencoba menahan rasa pusing yang membuat pandanganya kabur. Mendekat ke arah pintu kamar, selagi mengintip ke arah dapur di mana Nenek sedang menempelkan ponsel di telinga sebelah kiri, selagi memasukan nasi yang baru saja ia sendok dari pinring  ke dalam mulut.

“Halo sayang! Cucu nenek sekarang sudah umur sebelas tahun ya! Semoga Rina jadi anak yang rajin, pinter sa----” perkataan Nenek terhenti, seiringan diri Keira yang mulai berjalan ke arah dapur dengan langkah gontai, seolah tidak mendengar apa yang sebelumnya Nenek ucapkan lewat telepon. Keira bergerak membuka lemari pendingin, membuka kaleng berisikan minuman berkarbonasi. Terus menegaknya, tanpa menghiraukan perutnya yang masih kosong belum terisi apapun akan menyebabkan asam lambungnya kambuh.

“Aduh, di tutup dulu ya? Masakan hampir gosong.” Keira yang mendengar suara kursi yang berdecit pada lantai buat cewek itu menghembus nafas pelan. Terus, memilih buat kembali masuk ke dalam kamar.

“Kamu udah mendingan? Makan dulu, Masakan sudah siap.” kata Nenek, sembari wanita baya itu meletakan lauk di dalam kuali ke piring. Keira yang mendengar itu hanya menggeleng pelan. “Nanti aja, aku ngak nafsu makan.”

Keira sengaja datang ke dapur, untuk menghentikan percakapan yang terjalin antara Nenek dengan wanita yang sebelumnya ia temukan di depan pagar rumah menggunakan mobil Brio merah. Keira ngak mau mendengar apapun menyangkut hal wanita paruh baya yang baru saja menelepon Nenek.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PerspektifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang