7. Blue Ballons

178 28 2
                                    


Belum terlalu sore ketika tidak biasanya kelas dibubarkan karena rapat mendadak yang diadakan oleh kepala sekolah. Pak kepala mengundang seluruh guru untuk makan malam bersama begitu rapat selesai,namun Jisoo menolak dengan halus ajakan tersebut karena ia hampir tidak terlalu menyukai keramaian dan suasana mabuk setelah makan malam.Setelah berpamitan dengan sopan,ia bergegas meninggalkan ruangan.

Jisoo hanya menghindari acara makan bersama itu,lantas bukan berarti ia langsung kembali ke rumah.Tak ada yang tersisa untuknya jika ia pulang tepat waktu.Tak ada lagi yang menyambutnya, tak ada lagi yang memasakinya,dan tak ada lagi yang memberinya pelukan ketika ia begitu lelah.

Lalu kaki jenjangnya membawa Jisoo ke tempat ini.

Jisoo mengambil duduk di rerumputan, menyesap kopi yang ia beli di swalayan tadi lalu menyamankan diri.Dipandanginya danau yang tenang,dalam hati ia berharap menemukan ketenangan yang sama setelah semua yang ia hadapi sendiri.

Kegagalan,pertarungan batin,dan perpisahan.. semua Jisoo lewati tanpa kecuali. Mimpinya terganjal restu, pertarungan kepribadian di dalam dirinya, dan tentu saja yang paling menyakitkan.. perpisahannya dengan Kim Jennie.

Setelah semua itu Jisoo masih terus bertahan tanpa tujuan.Menyibukkan diri dengan pekerjaan,menghabiskan waktu untuk memahami dirinya sendiri,dan tidak lagi terlalu terlibat dengan orang lain.Tapi tetap saja,selalu ada waktu baginya untuk merasa sendirian dan kesepian.Tak terkecuali detik ini.

Jisoo menyesap kopinya lagi, bersamaan dengan itu seseorang menyapanya.

"Sejujurnya kopi tidak terlalu cocok untukmu,Soo."

Jisoo menoleh ke sumber suara yang ternyata tengah berdiri di sisi kanannya.

"Oppa?"

"Boleh aku duduk?",kata pria itu kemudian.

Jisoo mengangguk.

"Apa yang sedang oppa lakukan disini?Bersepeda lagi?",tanya Jisoo mengonfirmasi.

"Tidak.Aku tidak bersepeda hari ini."

"Lalu?Apa oppa bersama-"

"Tentu.Seokjin sedang menyapa teman kampusnya ketika kami sedang berjalan-jalan tadi.Lalu aku melihatmu disini dan meminta ijinnya untuk mendatangimu..",pria itu menunjuk ke sebuah arah tak jauh dari mereka yang menunjukkan dua pemuda sedang berbincang.

Pria yang sedang bersama Jisoo sekarang adalah Namjoon,seniornya ketika masih berkuliah dulu.Mereka cukup akrab karena Jisoo tertarik pada banyak hal,dan Namjoon yang terkenal cerdas seantero kampus dengan ramah selalu membantunya.

"Ah,begitu." Jisoo kehilangan kata-kata untuk berbicara banyak.Ia bahkan lupa apa yang tadi Namjoon katakan tentang ketidakcocokan kopi bagi Jisoo.

"Bagaimana kabarmu?Disibukkan pekerjaan atau menyibukkan diri dengan bekerja?",Namjoon bertanya.

Jisoo berusaha menyembunyikan keterkejutannnya.Fakta bahwa seniornya itu selalu bisa memahaminya sejak dulu membuatnya tak sempat memasang topeng baik-baik saja.

"Tidak ada yang bisa kulakukan selain menyibukkan diri,Oppa.Aku tidak punya kehidupan lain untuk dijalani atau dipertahankan..",gamblang Jisoo.

"Jangan tidak adil pada dirimu sendiri, Soo.Berikan dirimu kesempatan untuk bahagia bahkan jika bukan Jennie penyebabnya."

"Aku hanya tidak tahu harus bagaimana, Oppa..",lirih Jisoo.

"Buka ponselmu..",minta Namjoon tiba-tiba.

"Eoh?"

Meski begitu isyarat mata Namjoon dipahami Jisoo,tanpa berkata lagi ia mengeluarkan ponselnya.

IkigaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang