1

980 140 3
                                    

Pemandangan putih langit-langit ruangan menjadi pembuka ketika Kinanthi mulai membuka matanya perlahan. Rasa pening yang mendera masih saja menggoyahkan Kinanthi karena pandangannya ikut kabur.

Ada rasa luar biasa kesal yang ia rasa saat mengingat kembali perbuatan apa yang menjadi penyebab pingsan dirinya hari ini. Sekelompok senior sialan yang benar-benar layak untuk di mutilasi.

"Hai, udah bangun?"

Kinanthi nyaris terjungkal dari ranjang saat seorang lelaki yang entah sejak kapan duduk di kursi pada sudut ruangan tengah menyapa nya dengan wajah yang dihiasi senyuman tipis.

Ganteng.

Satu kata itu yang langsung terlintas di kepala Kinanthi kala netra nya menatap lekat sosok tersebut.

"Lo udah mendingan belom? Lo pingsan lumayan lama sih. Nyaris sejam." Kinanthi mengangguk pelan meski ia kaget karena durasi pingsannya yang lebih mirip seperti durasi orang tidur.

"Udah kok Kak." Cicitnya segan, sekaligus lumayan ngeri. Siapa tau lelaki ini the next killer senior yang bakal memlonco dirinya di ruang kesehatan ini secara face to face. "Ehm, makasih Kak. Tapi saya harus balik lagi ke lapangan. Takut makin banyak ketinggalan sesi ospeknya."

Lelaki itu tak menggubris ucapannya. Namun tangannya dengan cekatan segera membuka styrofoam yang berisi nasi uduk dengan segelas teh yang masih cukup hangat ketika disodorkan kepada Kinanthi.

"Udah, di sini aja. Lagian bentar lagi masuk ke jam istirahat kedua kok. Ada jeda waktu buat isoma mahasiswa. Nah, mending sekarang lo makan aja. Lo pasti belum makan siang, kan? Ini nasi uduk paling lejen di kampus ini. Enak banget. Lo wajib coba." Jelas nya antusias, seolah nasi uduk yang tengah di promokannya tanpa sadar itu adalah dagangannya sendiri.

Tak ingin mengecewakan sosok yang sepertinya cukup baik itu, Kinanthi lantas menyuap sesendok nasi uduk yang memang nyatanya seenak sesuai yang di promosikan.

Lelaki tersebut tersenyum ketika menatap Kinanthi sedang lahap menyantap nasi uduk pesanannya. "Enak, kan?"

Kinanthi menoleh dan seketika menunduk malu. "Iya Kak, enak banget."

Lelaki itu tersenyum saat menyadari kalau Kinanthi sedang dirundung malu. "Kalo lo mau lagi, lo bilang aja ke gue."

"Eh? Kenapa gitu?" Tanya nya tak mengerti.

"Soalnya Budhe Iroh kalo jualin pelit. Tapi selama gue yang jadi pembelinya, lo bakal dapet porsi yang melimpah."

Tanpa sadar Kinanthi terkekeh geli karena kejumawaan si lelaki asing yang sungguh lucu di mata nya.

"Kenalin, gue Yasa, presma di sini." Mulut Kinanthi menganga saat menyadari siapa lelaki di hadapannya saat ini. Jadi....ia sejak tadi ditemani oleh seorang....presma? What the....

"Sa-saya- saya Kinanthi, Kak."

Yasa tersenyum lebar dan mengangguk. "Hai Kinanthi. Salam kenal ya. Kalo boleh tau, lo ambil jurusan apa?" Tanya nya ramah, khas sekali presma dambaan seluruh mahasiswi seantero kampus.

"Pendidikan Bahasa Indonesia, Kak Yasa. Kalo Kakak?"

Yasa tersenyum tipis menyadari Kinanthi yang meskipun segan, tapi tetap berusaha menjadi lawan bicara yang baik.

"Gue arsitektur. Semester tiga." Kinanthi tak bisa menyembunyikan kekagumannya akan sosok Yasa. Sudah sejak lama ia merasa kalau profesi seorang arsitek itu cool dan juga seksi. Apalagi ditambah kegantengan Yasa yang makin menyempurnakan kehaluan Kinanthi akan pandangannya terhadap seorang arsitek.

"Maafin temen-temen gue, ya. Mereka itu emang lumayan membangkang di himpunan. Senior boleh, tapi nggak untuk senioritas. Kita di sini sama-sama mahasiswa yang bayar dan menuntut ilmu, jadi besok lagi, kalo ada senior yang kurang ajar, jangan diem aja. Kalo perlu lo pukul aja mereka."

Kinanthi tersenyum geli mendengar nada jenaka dari mulut Yasa. "Nggak mungkin lah Kak. Kalo saya mukul orang, yang ada udah bakal di black list sebelum sah jadi mahasiswa kampus ini."

Yasa terbahak dan mengangguk. "Bener juga ya. Kalo gitu, misal ada yang kurang ajar, lo lapor aja ke gue. Biar gue pukulin pantat nya satu-satu. Ngerti?"

Kinanthi tak mampu lagi menahan tawa nya karena celetukan Yasa. Namun ia tetap berusaha mengangguk, menyanggupi usulan Yasa. "Siap Kak."

Ada jeda di antara kedua nya. Yasa memang sengaja memberi Kinanthi waktu untuk menyantap jatah makan siang nya. Sekaligus menatap wajah maba itu dengan pandangan lekat. Gadis di hadapannya ini sangat menyenangkan. Memang bukan tipe yang sangat cantik seperti boneka, yang mampu menyita perhatian setiap lelaki yang menatapnya. Tapi gadis ini begitu ceria sekaligus penuh semangat. Hal yang menjadi nilai plus untuk maba baru kesayangannya.

"Gimana progres tanda tangan?"

Diingatkan mengenai tugas tersebut, tanpa sadar bibir Kinanthi mencebik kesal yang nyaris membuat Yasa sesak napas karena kepolosan gadis di hadapannya ini.

"Baru dapet sepuluh, Kak. Lumayan susah buat dapet nya. Syarat nya aneh-aneh banget. Masa saya harus nebak di umur berapa dia mulai mimpi basah?" Erang nya kesal sekaligus malu. "Ya mana saya tau lah Kak. Mau jawab gitu tapi takut di marahin."

Yasa mengulum senyum karena kejahilan rekan-rekan sesama panitia ospek yang ada-ada saja menggoda para maba.

"Yaudah, nggak usah dipikirin. Mending lo istirahat aja."

"Eh? Tapi...."

"Udah, tidur aja. Itu cuma buat selingan aja kok biar pada nggak bosen."

Yasa mengambil alih styrofoam kosong di tangan Kinanthi dan kembali mengulurkan teh yang diteguk habis oleh gadis itu.

Kinanthi menuruti perintah Yasa dengan memejamkan mata karena cukup lelah dengan kegiatan ospek yang menguras tenaga sekaligus air mata kesal nya.

Dan dua jam kemudian, ketika Kinanthi terbangun dari tidur nya, rasa kaget tak mampu di bendung oleh gadis itu saat melihat buku yang semula berisikan sepuluh tanda tangan senior, kini sudah terisi penuh lengkap tiga puluh orang beserta tanda tangan dan tak lupa permintaan maaf untuknya.

Apakah ini ulah Yasa?

Yuk kasih komentar dan vote🤗

09 September 2023

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Luar BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang