Larangan dan Kebiasaan

26 5 0
                                    

"Rey! Ini taruh mana?" tanyaku pada sang ketua.

"Taruh di atas lemari tuh! Sampe gak? Kalo gak sampe ada kursi tuh!" tunjuknya pada sebuah kursi.

Saat ini ada latihan untuk persiapan lomba tiga minggu lagi. Dan hampir senja seperti ini aku masih berada di sekolah untuk mempersiapkan lomba tersebut.

"Kirain mau bantuin."

Badannya yang cukup tinggi mungkin bisa dengan mudah untuk memindahkan barang ini ke atas lemari. Tapi yaudah lah! Dengan bantuan kursi aku bisa.

"Ya apa gantian?"

Pekerjaan dia lebih berat. Ya kali gantian. Itu tugas bagian cowok kok.

"Gak perlu deh! Makasih."

"Kak Fai mau pamit dulu! Keburu sore! Maklumin ya! Rumah jauh nih!" tutur Abbas mengulurkan tangan.

"Hati-hati ya!" balasku mengulurkan lengan. Maksudnya sih agar gak berjabat tangan. Makanya pake lengan. Maunya sih menelangkupkan tangan. Tapi belum sanggup menghadapi lingkunganku.

Ah ribet banget bilang gitu! Intinya mencoba gak sentuhan bukan mahram.

Organisasi ini sudah terbiasa berjabat tangan sebelum pulang. Bukan kewajiban sebenarnya. Tapi jabat tangan sebelum pulang kayak sudah mendarah daging di sini.

Dan parahnya aku baru tau larangan berjabat tangan baru dua mingguan ini. Dan hari ini mulai mencoba untuk menghindari jabatan tangan.

"Oh okey, kak! Selamat lembur!" cetusnya menghilangkan rasa terkejutnya karena responku tak seperti biasanya.

"Enak aja! Siapa yang mau lembur? Habis ini mau pulang!"

Jujur! Menghindari jabat tangan aku masih sulit banget. Gini aja pake lengan rasanya udah takut. Takut respon mereka berlebihan. Awal hijrah emang sulit! Apalagi gak ada teman!

"Nia! Motor kamu di parkiran depan atau belakang?" tanyaku pada Nia yang berada agak jauh dariku.

"Depan. Kamu belakang kan?" cetusnya mengejek. "Fairuz ... Fairuz! Di suruh parkir depan kok parkir belakang terus. Kalo sore gini udah takut ke belakang."

Dari kemarin Nia emang menyuruh aku parkir di depan. Tapi apalah daya kalo berangkat kesiangan? Parkiran depan udah penuh.

"Motorku juga di belakang kok, Fai! Tenang aja!" cetus Rey.

Kalo kayak gini lebih bingung lagi aku. Kondisi gedung bagian belakang sudah sepi. Ada temen kok malah si Rey. Kalo sama temen cewek aku masih ga masalah. Lha ini?

Apalagi dalam Islam berdua dengan lawan jenis yang bukan mahram itu dilarang, karena setan akan dengan mudah menggoda manusia itu melakukan perbuatan yang dilarang oleh Tuhan.

Aku pun tersadar dari lamunan, kemudian kembali menyimpan barang dalam kardus ke atas lemari.
Setelah pekerjaanku selesai, aku melirik Nia yang akan menggendong tas berwarna navy miliknya. Sepertinya ia akan pulang, jika ia pulang maka aku tinggal berdua di ruangan bersama Rey.

Karena tersadar akan hal itu, aku pun langsung menghampiri Nia.

"Nia, kamu mau pulang?" tanyaku sambil menatapnya.

"Iya, kerjaanku udah selesai," jawabnya.

"Ya udah, bareng aku!" ajakku.

"Kita 'kan gak searah, motor aku di depan dan motor kamu di belakang," tukasnya.

"Kamu 'kan bisa nganter aku dulu ke belakang," ujarku.

"Kamu 'kan ada Rey, jadi bareng dia aja! Udah ya, aku disuruh pulang cepet sama Mamah!" Nia bergegas. menyalamiku dengan Rey. Kemudian, dia berlari keluar seperti maling yang dikejar warga.

Liburan Berkarya 2021Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang