PART 01

618 38 75
                                    

"Ayo woi! Kencangkan lari kalian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayo woi! Kencangkan lari kalian. Setiap napas dan jenjang kaki yang kita kerahkan adalah perjuangan menuju nilai emas!"

Instruksi seorang lelaki yang mengenakan kaus dan outer abu-abu itu kepada kedua teman perempuannya yang kini berjuang berlari sekencang mungkin di belakangnya. Suara napasnya terengah-engah dikarenakan energik yang berlebihan. Teriakan kecil menggema di gedung fakultas itu, menyusuri koridor sebegitu luasnya, dimana setelahnya masih harus menaiki anak tangga menuju lantai lima.

"Kurang dua menit lagi!" Perempuan dengan rambut terkuncir satu memekik diantara napasnya yang ngos-ngosan, "Satu menit harus kita gunakan keluar dari lantai tiga gimanapun caranya! Sisanya untuk dua lantai dan lorong!"

Gedung fakultas manajemen yang luasnya tak kira-kira itu menjadi saksi derap kaki ketiganya saling bersahutan ramai tanpa memedulikan beberapa mahasiswa yang melintas. Mereka berperang dengan waktu. Kelas akan dilaksanakan sebentar lagi, mata kuliah statistika. Dengan dosen pengampu yang dijuluki monster kampus sangking garangnya. Memberikan ancaman kepada siapapun yang terlambat saat kelasnya, akan diberikan nilai jelek tanpa nego. 

"Seperti kata pak Hendra. Setiap perjuangan itu ada resikonya masing-masing, meskipun sekecil biji salak." Satu perempuan berkerudung segiempat bersuara dalam larinya, "Contohnya—"

Gedubrak! Tubuh perempuan itu terjerembab sempurna ke lantai seusai kakinya tersandung anak tangga paling ujung. Seluruh isi totebag-nya berhamburan keluar, menggelinding ke bawah.

"Contohnya jatuh!" teriak teman lelakinya begitu frustasi. Berlari ke belakang membantu gadis itu.

"HUAAA SHAYRA!" pekik satu teman perempuannya yang sepertinya memilih pingsan saja saat ini. Waktunya sudah tinggal beberapa detik lagi.

***

"Bilangnya open book, tapi materinya satu pun nggak ada di buku! Buangsat!"

Lelaki itu meluapkan kekesalannya di gazebo kampus bersama dua perempuan yang juga memijat kening stres. Kejar-kejaran yang mereka hadapi tadi telah terlewati. Entah doa siapa yang menembus langit sampai dosennya sendiri yang justru terlambat. Akan tetapi, rasa syukur dan kebahagiaan tidak berselang lama. Mereka kembali dibantai habis-habisan oleh kuis dadakan.

"Bisa diulang aja nggak sih kuisnya?" Eva, perempuan berkuncir satu itu merengek, "PLEASE HARUS DIULANG!"

"Ra." Tak menggubris perkataan Eva, Rizki justru memanggil nama Shayra, "Beneran lutut lo nggak luka?"

Shayra terkekeh kecil. Sudah berapa kali pria itu menanyakan keadaan kakinya, "Empat kali loh kamu nanyain ini, Ki!"

"Ya lu sukanya bohong. Bilangnya nggak apa-apa, ternyata sakit. Sini mangkanya lihat, biar gue obatin kalau luka."

Butterfly Binder Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang