"Suruh makan sama Eyang loh! Nggak boleh bobo teruuss!"
"Kakaaaak!"
Suara-suara berisik itu muncul berulang kali seperti burung yang terus berkicau ramai, membuat gadis berpiyama coklat di atas kasur itu langsung membalikkan badan, menutup indera pendengaran dengan guling rapat-rapat. Tubuhnya kembali digoyang tanpa jera, hingga sebuah decakan kesal keluar.
"Shafa!" Matanya seketika terbuka, menatap sang bocah mungil di tepi ranjang, "Kakak masih ngantuk! Sana keluar," usirnya. Ia menenggelamkan tubuh ke dalam selimut tebalnya.
"Katanya Eyang, kalo bobo terus nanti kayak kebelalar loh!"
Sebuah kekehan kecil terdengar dari dalam selimut. Sejujurnya ia masih sangat mengantuk, "Kelelawar." Ia turunkan selimutnya perlahan, memandangi bocah mungil yang sudah wangi dengan kunciran rambut menggemaskan.
"Eyang bikin per—per." Bibir lucu itu kesulitan mengucap, mengingat-ingat namanya, "Peredel!" pekiknya antusias.
Shayra lantas mencubit pipi chubby sang adik dengan raut gemasnya, "Perkedel." Kesal sekali, rasa kantuknya menjadi hilang gara-gara bocah itu, "Dasar nakal! Kamu bikin Kakak nggak ngantuk lagi." Padahal ia ingin memuaskan tidurnya di hari libur ini sampai siang. Sebelum menghadapi jam kerja sore nanti.
"Shafa disuruh Eyang bangunin Kakak loh! Nggak boleh bobo teruuuss."
Muka bulat nan lucu itu seakan menghipnotis Shayra sampai hatinya berhasil luluh begitu saja, jemarinya menoel-noel hidung imut sang bocah, "Kok kamu udah cantik?"
Seketika perempuan mungil itu menyunggingkan senyum, menampakkan salah satu rongga gigi susunya yang telah ompong, "Karetnya banyaaak!" Kepalanya bergoyang-goyang memamerkan ikat rambutnya yang berwarna-warni.
Shayra tersenyum. Masa kecil Shafa sebegitu nikmat dan indahnya.
"Ya udah ayo kita makan perdekel!" Shayra menyingkap selimutnya, merenggangkan otot-otot tangan sampai puas. Kemudian bangkit berdiri sembari menggandeng tangan Shafa ke luar kamar, "Coba bilang kelelawar lagi."
Suasana di bawah tidak sehening kamarnya. Televisi dengan channel kartun yang dibiarkan menyala tanpa ada penontonnya, getaran mesin jahit dari ruangan lain, sekaligus suara percikan air keran dan dentingan piring gelas dari arah wastafel dapur. Sudah bisa ditebak sosok yang tengah mencuri piring ialah perempuan yang selalu ia sebut dengan panggilan Eyang.
Dugaannya tak meleset. Sosok itu keluar dari pintu dapur seusai suara keran menghilang.
"Nah ini!" Perempuan dengan atasan blouse batik berwarna biru itu seolah ingin mengomel ketika mendapati cucu pertamanya menuruni anak tangga terakhir, "Sarapan duluuu! Perkara masih ngantuk ya lanjutin tidurnya anak ayu anak manis ...." Nada bicaranya sengaja dipanjangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly Binder
DragosteDiantara banyaknya keinginan-keinginan dalam hidup, hanya satu yang paling Shayra harapkan. Mendapatkan cinta dari sang ibu. Sampai pada suatu ketika, takdir membawanya ke dalam sebuah pilihan. Seseorang hadir memberikan penawaran yang baginya cuku...