Chapter 19

1 0 0
                                    

  Ibu komiyah atau embah putri komiyah bisa dekat dengan yu Miti wajar saja sebagai ibu dan anak sebagai sesama wanita, tapi bagaimana dengan mas Nurdin, ko mas Nurdin juga bisa dekat dan ramah pada ibu komiyah? saya sebagai penulis kurang tahu tentang itu, tapi paling tidak ibu komiyah seperti halnya juga pada yu Miti dia sangat ramah dan sangat kasih sayang pada anak-anaknya, keduanya yang masing-masing tidak serumah dengan ibu komiyah.
Tapi ibu komiyah setiap kali jumpa menunjukkan rasa rindu dan kehilangan pada keduanya, paling tidak mas Nurdin akan dibela ketika embah Djunaedi memarahi, dan ibu komiyah selalu menunjukkan kebangga pada keduanya karena keduanya lah yang kala itu merupakan anak-anak yang sudah besar, mandiri. Atas dasar inilah mengapa kami yang 8 bersaudara masih menyatu,akrab dan saling berkunjung.

  Penulis sempat menangis pada catatan ke 27 ini, mengingat ibu komiyah seperti halnya wa ri dan wa ru orangnya pendiam, kalem dan penuh kasih sayang, hanya saja tidak sama kesabaran dan ketabahan dalam menjalani bentuk rumah tangga yang embah Djunaedi berikan pada istrinya kala itu.

  Penulis sangat senang dan mengagumi embah Djunaedi, karena dia adalah laki-laki yang rajin bekerja,ibadah dan pola pikirnya optimis/maju dan bukan tipe laki-laki pemalas, peminum, penjudi. Dia tidak suka memancing, beradu ayam, main perempuan. Embah Djunaedi jauh dari itu semua, jauh dari penyakat masyarakat yang murahan, dia adalah orang yang bersih sebagaimana ayahnya H Abd Rozaq dan ibunya yaitu Siti Muninggar.
Tapi ada hal lain pada spikis embah Djunaedi, yaitu karakternya keras, itupun bukan hasil dari "gen" karena kedua orang tuanya juga termasuk orang-orang yang ramah dan bijak.
Ini terlihat seperti hasil depresi yang menekan jiwa nya sejak embah Djunaedi berusia 4 tahun an sampai masa remaja dan terbawa sampai masa dewasa.

  Memang yang terlihat dipermukaan dia terkadang terlihat galak, pemarah dan serius dalam satu bidang yang sedang ia kerjakan.
Tapi sesungguhnya jika pembaca teliti seseorang yang mengalami depresi terlalu lama, apalagi ini sejak kecil dimana keadaan waktu memaksa dia menahan depresi yang cukup berat, maka ungkapan yang dia keluarkan berupa marah atau galak dalam suatu keadaan menjadi tidak asli dan bukan karakter. Kenapa karena marah disitu mengandung tritmen, mengandung pengobatan spikis karena setelah itu biasanya seseorang marahnya mulai reda dan mulai menyesali kejadian itu.
Atas dasar inilah penulis memaklumi embah Djunaedi yang terkadang muncul sebagai figur keras.

( Nuriman, 28 November 2018 )

 

SILSILAH KELUARGA EMBAH DJUNAEDITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang