Prolog

50 19 3
                                    

 "Biru, pinta saya padamu, sesegeralah kembali!"

Binta yang menggenggam sangat erat pergelangan tangan Biru pada saat itu.

"Binta, sesegeranya saya akan kembali, dan pinta saya juga, selagi saya fokus dengan segala hal yang saya lakukan jika saya sudah di sana, kamu pun juga harus demikian"

Senja yang kian meredup, dan mereka pun mulai berbenah untuk pulang ke rumah mereka masing-masing, berjalan perlahan sambil meninggalkan Pendopo, tempat kesukaan mereka setiap sore. Binta yang masih tidak percaya karena Biru akan pindah karena hal pekerjaan dan di tempatkan di daerah yang cukup jauh dalam jangka waktu yang cukup lama, terpaksa ia harus merelakan cinta pertamanya jauh dari dirinya.

Biru yang sedari tadi sudah pulang, hanya duduk di pinggir kasurnya sambil memegang beberapa berkas penting yang belum sempat ia masukkan ke dalam map coklat, kopernya sudah siap karena sebelumnya ia sudah menyiapkan itu dari jauh-jauh hari, sambil sejenak ia termenung dan memikirkan kejadian tadi, saat mereka berbincang mengenai kepergiannya, ia begitu merasakan kehangatan terakhir dari perbincangan tadi, walaupun singkat, sejatinya akan selalu membekas dalam ingatan Biru, tatapan dan kalimat tulus yang dilontarkan oleh cinta pertamanya, Binta.

Seketika lamunannya pecah saat ponsel Biru yang berdering, panggilan masuk dari pimpinannya, yang mengabarkan keberangkatannya dipercepat jadi esok hari karena satu lain dua hal. Biru yang saat itu juga langsung tergagap dan mengiyakan informasi dari pimpinannya, padahal keberangkatannya itu masih ada empat hari setelah pertemuannya hari ini, dan ia kembali termenung, tanpa pikir panjang, ia langsung bergegas menemui Binta ke rumahnya, Biru yang langsung melemparkan ke lantai berkasnya itu yang belum sempat ia masukkan ke dalam map, sambil meninggalkan rumahnya, Biru berjalan di bawah purnama, sambil matanya yang mulai menitikkan air mata.

Binta, yang suka mencurahkan segala perasaannya lewat sebuah tulisan, sedari pulang tadi, ia langsung membuka buku hariannya, dengan mata yang berbinar ia mencurahkan segala perasaannya yang ia rasakan hari ini, Binta tidak tahu akan seperti apa hari-harinya saat Biru tidak ada di sampingnya, sejenak ia mengingat segala hal yang setiap harinya, mereka selalu melakukan segala sesuatunya secara bersamaan, menemani Binta belajar, kadang membantu Binta untuk menjaga warung saat orang tua Binta sedang tidak ada di rumah, dan setiap sore setelah pekerjaan telah terselesaikan semua, mereka pergi ke Pendopo dekat Danau itu.

Besok, dan seterusnya tidak ada lagi orang yang datang sambil membawa permen kapas mengunjungi pendopo dekat danau karena tidak orang selain mereka yang kalau setiap sore ada di Pendopo dekat Danau itu, kebiasaan mereka berdua dan tempat kesukaan mereka setiap sore, saat senja mulai menyingsing, mereka di sana menikmati permen kapas langganannya yang  mereka beli di ujung jalan, tidak jauh dari Pendopo itu, sambil tertawa lirih, canda-tawa mereka.



Terima kasih karena sudah membaca karya saya ini, saya harap teman-teman yang membaca ini bisa terhibur, dan saya sangat menerima dengan senang hati kritik membangun dari kalian, para pembaca untuk ke depannya saya bisa lebih lagi. 



The Way I Understand You : Ended in pain & the way I wonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang