Aku Kuat

593 21 3
                                    

===

"Buset, muka Aerla persis tai kucing!"

"Udah pendek, kerempeng, kucel lagi!"

"Gizi buruk lo, hah? Hahahah."

"Kulit pun bersisik, dasar Biawak!"

"Iya sih lo putih, tapi jelek!"

"UGLY SO MUCH, HAHAHAHA!"

Bullying mengarah ke mental maupun fisik memang sudah sering cewek berambut pendek itu dapatkan selama bersekolah di sini 2 tahun lalu. Bahkan ia telah akrab dengan macam-macam luka, karena itu apa yang mereka lakukan barusan bukan lagi hal yang benar-benar menyakitkan.

Tetap sakit, tapi bukan masalah besar.

Aerla Biyungga, perempuan yatim pintu berumur 17 tahun yang tak pernah bisa membalas perlakuan mereka, bukan sebab enggan, melainkan karena tak tahu caranya. Sejak lahir hingga sekarang, tiada  seorang pun yang mengajarkannya cara berlaku buruk ke sesama makhluk.

"Lo kapan pindah sih, Upik!?" Geram Vivi si ketua geng sambil menendang lututnya.

Aerla mendesis menahan sakit.

"Open BO lo ya bisa sekolah sini, hah!?" tambah Dona, salah satu anak buah Vivi.

Semua orang pun bertanya-tanya tentang caranya masuk sekolah ini padahal jujur saja Aerla pun tak memiliki uang untuk sekedar membeli air sekolahan.

Tapi kenyataan karena dia dipaksa sang majikan yang aslinya jauh lebih bringas  memperlakukannya sebagai manusia, sebab tiap kali di tempat kerja, Aerla kerap mendapat pelecehan seksual.

Aerla tak tahu apa motif yang dimiliki majikanya hingga menyekolahkannya juga, di sini pula. Namun dugaan terkuat, sebab mereka ingin menghamburkan uang saja.

Ya, ujung-ujungnya kebaikan tetap dia dapatkan.

"Si Up–"

Teng! Teng! Teng!

Kala Dona akan lanjut menghinakannya, lonceng telah dibunyikan petugas. Sejauh ini Aerla tetap aman, namun tak ada yang bisa menjamin kabarnya nanti.

"Sial! Udah bel aja. Cabut!" ajak Vivi lalu berjalan beriringan bersama gengnya ke kelas. "Ming–"

Dug!

"Aduh," rintih Aerla saat pundaknya ditabrak sewaktu Vivi melewatinya.

"–Gir, Bodoh! Jangan di tengah jalan!"

Sambil terus menahan sakit, Aerla minggir ke tembok sambil mengangguk-angguk.

Mereka benar, ia salah. Aerla lantas menghukum diri sendiri dengan mencubit pahanya.

Aerla salah! Aerla bodoh! Aerla gak guna!

Bahkan, hati dan diri pun ikut andil memperlakukannya buruk. Perbuatan yang tak merugikan siapapun itu saja bisa membuatnya menyalahkan diri sendiri.

"Masuk, Upik!" suruh ketua OSIS sambil menjitak cukup keras kepalanya.

Aerla hanya meringis, tapi kemudian kakinya melangkah kembali ke kelas.

~~~

Setibanya di kelas, Aerla menuju bangku yang diletakkan ujung belakang padahal dulunya ia menempati barisan depan. Sayangnya sebab mereka memutuskan keberadaannya hanya merusak mata, kini posisinya di isolasikan dari murid lain.

"Hari ini kelas siapa!?" teriak Dona sambil mengangkat sebelah kaki ke kursi padahal roknya saja pendek sepaha.

Tiada yang perlu diherankan, simpang siur saja orang-orang mengatakan rombongan mereka di luar sekolah membuka jasa remaja penghibur.

They Bullied Me √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang