"Bang Vian! Lepasin! Ratu mau nungguin Elang, dia pasti pulang."
Devian Ramatha-- ialah Abang kandung Ratu yang terpaut usia dua tahun di atasnya. Vian Menarik tangannyan yang ringkih, membawa pergi dari tempat itu.
Setelah sampai dirumah, Vian segera menutup dan mengunci pintu dari dalam agar adik perempuan satu-satunya itu tidak kesana lagi. Vian menghempaskan tangan Ratu dengan kasar, sehingga menimbulkan bekas merah pada pergelangannya.
"Bisa nggak sih, kamu nggak nyusahin aku hah?!" pria tinggi bermata hazel itu meneriaki adiknya yang tengah menunduk.
"Ma-afin Ratu Bang. Ra-atu nggak ada maksud bu-buat nyusahin kalian," ucapnya, ia tak berani menatap mata Abangnya ketika marah.
"Maaf? Kamu bilang maaf?" Vian mengangkat dagu Ratu dengan jarinya, membuat gadis itu mendongak menatapnya. " Aku malu Ratu. Kamu kabur saat acara ulang tahun kamu, padahal teman- teman aku kesini mau ngasih suprise ke kamu! Teman-teman aku sengaja datang kesini ngorbanin waktu sibuknya demi kamu yang chilldish! Dan karena kamu kabur-kaburan nggak jelas mereka semua pulang." Menghembuskan napas kasar. "Mau taro dimana muka gue?!" Vian tersalut emosi karena adeknya memiliki kepala sekeras batu. Pria tersebut meninju dinding yang ada di sebelah Ratu berdiri.
Ratu terlonjak kaget. "Abang, Ratu minta ma--,"
"CK! Jadi adek nyusahin terus," potongnya mengibaskan tangan di udara, lalu melenggang pergi meninggalkan adiknya yang sedang bertengkar dengan pikirannya sendiri.
Gadis berambut ikal sebahu itu menyadari bahwa dirinya sepenuhnya salah. Bisa-bisanya ia meninggalkan acara pentingnya dan mengabaikan tamu undangan yang datang malam ini demi menemu pria yang dirindukannya selama sewindu ini. Ia terlalu berlebihan merindukan sahabatnya, sehingga dia menjadi sedikit egois.
Setelah Vian pergi, Ratu melangkah menuju kamar, ia menarik gagang pintu. Di saat pintu terbuka Ratu melihat seorang gadis seusianya duduk di ranjang sambil memeluk boneka teddy kesayangannya.
Gadis berpipi tirus, rambut hitam lurus sepunggung, bibir tipis, hidung mancung dan memiliki mata bulat dengan warna kornea hitam legam yang duduk di ranjang tersebut adalah Arum-- sahabat Ratu.
Mereka berteman semenjak kelas satu SMP, Ratu sudah menganggap Arum layaknya saudara. Orangtua keduanya juga berteman dekat, jadi tidak heran kalau secara tiba-tiba Arum berada di kamarnya. Arum sudah menganggap rumah ini sebagai rumah keduanya, begitupun sebaliknya. Jarak Rumah Ratu menuju rumah Arum hanya bersikar sepuluh langkah. Mereka bertetangga semenjak Arum pindah kesini pada enam tahun lalu. Tepatnya saat menginjak bangku sekolah menengah pertama.
"Ratu!" panggil Arum saat melihat kedatangannya.
Ratu duduk diranjangnya, tepatnya di samping Arum. "Ee, lo nginap di sini ya?" tanya Ratu berusaha tersenyum, seolah tidak terjadi apa-apa pada dirinya.
"Lo kemana Rat? Ini udah jam 11 malam, udah berjam-jam tamu yang hadir nungguin lo," Arum balik bertanya, ia tidak menjawab pertanyaan yang di ajukan oleh Ratu.
"Rumah Elang," aku Ratu, ia menangis lagi air matanya tak terbendung saat Arum menanyakan perihal darimana dirinya.
"Udah Rat, jangan nagisin Elang lagi. Lo pikir dia tau lo sesakit ini mikirin dia tiap hari? Lo pikir dia peduli sama air mata lo yang terbuang sia-sia karena nungguan dia? Sampai nangis darah pun dia nggak bakal tau Rat, gue mohon jangan ke tempat itu lagi lupain Elang ya Rat? Lupain cowok berengsek itu," ucap Arum sambil mengusap punggung Ratu.
"Elang nggak berengsek Arum, lo nggak kenal dia, gue yang kenal sama Elang. Gue yakin sifatnya nggak akan berubah, " bantah Ratu, gadis itu mengusap air matanya kasar sambil menggelangkan kepalanya sebagai tanda tidak setuju dengan perkatakan sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ratu Elang
Teen Fiction"Elang jahat! Elang bohongin Ratu, Elang janji bakal pulang sebelum ulang tahun Ratu yang ke-17, dan hari ini Ratu ulang tahun, tapi Elang ngga datang," gumam gadis bergaun putih dengan suara bergetar, gadis tersebut tengah duduk di teras sebuah ru...