💋 All Eyes on Me

64 10 0
                                    

Genre:
HUMOR – MEDICAL THRILLER

[Cerita ini juga pernah dipublikasikan di akun NPC2301 dalam work berjudul "GenFest 2020: Humor x Medical Thriller"]

[Cerita ini juga pernah dipublikasikan di akun NPC2301 dalam work berjudul "GenFest 2020: Humor x Medical Thriller"]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku baru bangun tidur saat mendapati sosok dalam cermin memandangiku sayu. Bibir tebalnya memberengut dan hidung peseknya mengerut. Sebelah tangannya mengacak rambutnya yang awut-awutan, membuatnya makin terlihat seperti replika sarang burung. Kupandangi lekat-lekat kulit wajahnya yang kusam dan bergidik jijik mendapati bentol-bentol kecil mengerikan di atasnya.

Dia jelek banget!

Namun, perlahan kutersadar.

... itu aku.

Ternyata semalam aku cuma bermimpi jadi kembarannya Gigi Hadid.

Ternyata aku masih terperangkap di tubuh ini.

***

"Aku bosan jadi jelek." Aku menghela napas. "Betapa kasihannya mata orang-orang yang mesti melihatku tiap hari."

Seandainya pasang susuk tidak dosa dan operasi plastik tidak mahal, aku pasti sudah cantik dari jauh-jauh hari.

Wanita berjas putih itu tersenyum tipis, terlihat bosan mendengarkan keluhan yang sama. Seandainya aku bukan keponakannya, dia pasti sudah menendangku keluar dari kantornya.

"Aku mau tahu rasanya ditaksir dan jadi pusat perhatian." Kuulangi kalimat yang sudah kuucapkan ratusan kali. "Puberty hits me really hard, but in the wrong way."

"Belle."

Aih, betapa bencinya aku sama nama itu. Belle berarti "cantik" dan ironisnya aku malah tumbuh jadi kebalikannya. Namun, sejak film Annabelle booming, namaku mulai menjadi sedikit relevan. Cocok banget, kata teman-teman. Dasar asem.

"Harus percaya diri!" Tante menepuk-nepuk bahuku. "Kamu cantik kok. Kecantikan paling baik berasal dari ha--"

"Tante belum tahu, ya? Sila kelima sudah berubah jadi 'keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang cantik, tampan, dan kaya'."

Tante tertawa, mengekspos lekuk kecil di pipi kirinya. Aku kembali mempertanyakan pertalian darahku dengan wanita itu. Tidak hanya cantik dan elegan, otaknya juga cerdas. Belum menginjak 35 tahun, dia sudah berhasil jadi dokter spesialis kulit yang menjalankan sebuah klinik kecantikan. Sebentar lagi dia bahkan akan mengantongi gelar Doktor.

Mungkin salah satu dari kami berdua adalah anak pungut. Eh, tapi Tante dan Mama kan bagai pinang dibelah dua.

Fix, akulah yang anak pungut.

"Love yourself first, Honey."

"Aku sudah kenyang sama kata-kata motivasi." Aku merengek. "Sudah, Tan. Aku jelek. Titik. Nggak ada cowok yang tertarik."

Interlude [Kumcer]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang