Chapter 4 ; You invest in

83 5 0
                                    

Semalaman penuh, Deraksa duduk di depan perapian bersama dengan tiga bungkus marshmellow juga sebuah teko berukuran sedang yang diisi dengan coklat panas. Rencananya, dia akan menemui Saira besok pagi dan membicarakan mengenai proposal yang sekarang sedang dibuatnya. Deraksa sudah mempertimbangkan tentang rencana yang dibuatnya sejak dua minggu yang lalu, setelah rapat bersama perempuan itu. Juga tadi mereka bertemu secara tidak sengaja, membuat Deraksa menganggap itu sebagai keberuntungan. Karena itu akan mempermudah rencananya untuk mengadakan kerjasama dengan seorang anggota Tjandranegara.

Terdengar suara dua manusia yang sedang melakukan percakapan dari Macbook pria itu. Deraksa sedang menonton interview Saira Tjandranegara. Seperti yang orang-orang bilang 'kenali kawanmu, kenali musuhmu', dia memang berencana membuat perempuan itu menjadi temannya, tapi itu belum terjadi. Dan manusia seperti Saira bukanlah orang yang gampang didekati, perempuan itu adalah contoh perempuan yang bisa mendominasi dalam situasi apapun. Deraksa memutuskan untuk mengenali perempuan itu lewat interview yang dilakukan wanita itu.

Awalnya Deraksa tidak percaya kalau perempuan itu mau melakukan banyak interview seperti ini. Tapi setelah dilihat-lihat organisasi yang Saira ikuti, Deraksa hanya mengangguk diam. Saira Tjandranegara termasuk bagian dari UNICEF. Dia selalu menyempatkan diri untuk memberikan motivasi kepada orang-orang lewat event besar diberbagai negara. Lulusan Harvard dalam bidang kesehatan publik, membuat dia juga menjadi bagian dari organisasi kesehatan dunia, WHO. Deraksa terkesima dengan perempuan itu, namun dia tidak tahu mengapa perempuan itu tetap saja menjadikan bisnis sebagai pekerjaan utamanya. Jika dipikir-pikir, mungkin karena keluarganya yang mendoktrin sejak dini untuk melanjutkan yang sudah menjadi pekerjaan utama dalam keluarga mereka.

Deraksa sudah tahu dia akan menemui perempuan itu dimana. Tadi tanpa sengaja, ia melihat notes diponsel Saira, menunjukan jadwal yang sudah perempuan itu atur. Kata rapi dan teratur melekat dalam diri Saira. Deraksa bisa melihatnya. Mulai dari caranya bersikap dan berpakaian hingga bertutur kata. Dia adalah kandidat sempurna untuk Deraksa.

***

"Memangnya kamu ingin tahu apa saja mengenai saya?"

Bola matanya bertemu dengan milik Deraksa.

"Ya, apa saja." Melihat tatapan Saira, dia melanjutkan, "Makanan kesukaan? Warna?"

"Broccoli Feta Cheese. Green Sage."

Mereka saling terdiam setelah mendengar perkataan Saira. "Kamu nggak mau tanya balik?" Sahut Deraksa untuk memecahkan kecanggungan yang sedang mereka alami.

"Makanan kesukaan? Warna?" Saira mengulangi pertanyaan yang tadi diucapkan olah lelaki di depannya. Tangannya kembali mengenggam cup teh jahe yang kesekian kalinya.

"Rendang kalau kategori daging. Sayuran ya bayem aja. Dessert sih yang penting ngga terlalu manis. Warna simple aja, putih." Jawaban panjang yang diberikan Deraksa hanya ditanggapi anggukan kepala oleh Saira.

"Berarti kamu nggak pernah ke pantai Selatan ya?" Tanya Deraksa, lagi.

"Apakah itu seharusnya adalah lelucon? Kalau iya, maaf cukup garing. Pernah, ya ngga mungkin juga pakai baju hijau ke sana. Saya tidak setiap saat pakai baju hijau, Deraksa."

Saira meletakkan kembali minumannya ke meja, kemudian matanya menuju kearah telinga Deraksa yang memerah. Gesture yang keluar dari dalam diri lelaki itu menunjukan bahwa dia sedang malu. Jari-jari tangan Deraksa tak berhenti mengetuk meja, bersamaan dengan kakinya yang digoyang-goyangkan pelan. "Kalau tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, saya pamit. Kamu bisa menghubungiku lewat nomor ini. Untuk bisnis kita." Ucap Saira sembari menyodorkan secarik kertas yang berisi nomor teleponnya ke depan Deraksa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DATANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang