"Pergi!dasar perempuan nggak tahu diri."teriak seorang laki-laki disebuah kamar.
"Mati aja sana. Dasar perempuan nggak tahun diri."rancaunya lagi.
"PERGI DARI SINI."suaranya semakin keras.
PLAAAK
Suara tamparan itu terdengar sangat keras. Ava hanya menunduk tanpa menangis karena sudah kebal dengan tinggkah laku kakak pertamanya yang selalu menjadikan dirinya sebagai bahan pelampiasan.
Ava tidak pernah marah kepada Diko kakak pertamanya, karena ini bukan murni kesalahan Diko. Kalian tahu apa yang sakit ketika kakaknya menjadikan Ava sebagai bahan pelampiasan. Hati Ava yang sakit, karena seseorang yang telah menghancurkan hidup kakaknya.
Diko Riano Dirgantara mengalami gangguan kejiwaan. Karena ditinggal pergi oleh calon istrinya. Selain itu, perusahaan Diko diambil alih oleh calon istrinya dan juga selingkuhannya. Bagaimana tidak stres menjadi Diko. Dia merasa bersalah kepada semua saudaranya.
"Kak Diko tenang ya!"Ava berusaha menenangkan Diko yang sedang kambuh.
"Minum ini dulu kak!"untung saja Diko langsung menurut pada Ava. Mungkin Diko sudah sadar. Kalau sudah terlanjur kambuh Diko tidak bisa mengenali Ava dan malah mengira Ava adalah Kania mantan calon istrinya.
Setelah meminum pil penenang itu Ava menuntun Diko ketempat tidur supaya Diko tidur. Ava menyelimuti badan Diko. Ava duduk disebelahnya sambil mengelus rambut Diko. Ava ingin menangis tapi ia tahan. Bagaimanapun Diko harus bisa sembuh. Berkali-kali Ava meminta kakaknya untuk ikhlas, tpi kalian tahu sendiri kan bahwa mengikhlaskan itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Ava memilih untuk merawat Diko sendiri daripada harus dirumah sakit jiwa. Ava tidak tega. Selain itu biayanya juga nggak murah dan Ava belum mampu untuk membiayai itu. Ava masih terus bekerja dengan dibantu Aldo. Mungkin kalau nggak ada Aldo, Ava akan merasa sangat keberatan. Seperti tiga bulan yang lalu ketika Aldo dipecat dari tempat kerjanya yang dulu. Rasanya Ava ingin menangis keras karena makan pun kadang susah. Bersyukur buat yang masih bisa Setipa hari makan tanpa harus repot mencari-cari uang sendiri.
Setelah Diko tidur Ava keluar untuk melakukan pekerjaan rumah yang belum ia kerjakan. Mengabaikan rasa sakit yang menghujam dadanya karena nasib keluarganya. Tapi apa boleh buat Ava hanya berusaha mengikhlaskan. Buat apa kita terus-menerus merenungi kesedihan yang akan menghancurkan hidup kita sendiri nantinya.
🌺🌺🌺
Membalik baju lalu menyetrikanya adalah kegiatan Ava saat ini. Lalu tak lama pintu dibuka dari luar, karena memang Ava sekarang sedang berada didalam ruangan untuk menyetrika.
"Kak Ava aku masuk ya?"
"Masuk ya masuk aja kali Ga. Udah masuk juga lagian ngapain nanya."lawan bicaranya hanya menanggapi dengan tawa.
"Iya juga sih."
"Gaje deh. Mau ngapain, tumben?"
"Gapapa kangen aja sama kakak. Soalnya kakak kerja terus jarang dirumah. Nggak capek apa?"diakhiri dengan hembusan nafas panjang dari Ava.
"Nggak lah, ngapain kok capek? Kakak malah seneng kok."
"Aku mau bantu kerja boleh ya kak?" Kata yang laki-laki sambil memohon.
"Nggak usah, lagian kakak juga udah sama kak Aldo kan kerjanya, jadi nggak usah dibantu."Ava mencoba memberi pengertian pada Sagara.
Ava tidak mau kalau Sagara kenapa-napa saat bekerja, terlebih jika melukai orang. Ava lebih baik bekerja keras sendiri.
"Yaudah deh, daripada kalau aku maksa aku bakal berantem sama kakak."kata adiknya mulai sadar.
Ava tersenyum menanggapi adiknya. Sagara memang anak baik. Dalam hati Ava berdoa semoga Saga bisa sembuh. Ava juga berdoa semoga rahasia yang ditutup rapat-rapat tidak akan diketahui oleh Saga. Karena itu bukan salahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVANA
Teen FictionAva gadis kelas XI SMA yang menjadi harapan terbesar untuk 4 saudara laki-lakinya yang masing-masing memiliki kekurangan. Gadis tegar dan juga pekerja keras. Ava juga ingin merasakan kasih sayang yang sesungguhnya. Hidupnya mungkin akan berakhir ket...