Chapter 2

67 18 2
                                    

Normal POV

Semenjak kejadian satu bulan lalu, [Y/N] pulang ke rumah orangtuanya dan tinggal di sana sampai hari di mana ia akan berangkat untuk pergi ke Italia.

Setelah sampai Italia pun semua peserta perwakilan akan dikarantina selama dua minggu di Italia, dan itu merupakan keputusan dari komite yang menyelenggarakan kompetisi yang tidak bisa diganggu gugat, dan karantina itu bertujuan untuk memastikan penampilan yang maksimal.

Sedangkan orangtua [Y/N] benar-benar marah besar dengan perbuatan Dazai. Keluarga bermarga 花畑 Hanabatake (Ladang bunga) itu benar-benar kecewa dengan perlakuan Dazai kepada [Y/N].

Meski [Y/N] terus membela Dazai, kemarahan keluarga Hanabatake tak bisa reda. Namun, demi [Y/N], mungkin mereka masih bersedia untuk memberikan kesempatan.

Karena itu, hari ini mereka meminta Dazai untuk datang ke kediaman mereka agar Dazai bisa menjelaskan asal asap dari masalah tersebut, yang tak lain adalah penyebab bagaimana api dari asap masalah tersebut muncul.

Diam memang tidak akan menimbulkan masalah, tapi diam juga tidak akan menyelesaikan masalah. Saling bicara secara kekeluargaan adalah jalan utamanya.

Saat itu, dering telpon mengalihkan fokus, suara tersebut ternyata berasal dari ponsel kakak [Y/N]. Dari tempatnya duduk, [Y/N] memberikan tatapan dari lubuk hatinya yang sedang bertanya-tanya. Sedangkan kakaknya hanya menunjukkan layar ponselnya sembari sedikit menggoyangkannya.

Lalu menekan tombol hijau pada layar dan mulai berbicara.

"Ya? Dengan 花畑 蘭 Hanabatake Ran (Ladang bunga anggrek) disini? .... Ibu?! Kenapa nomernya tidak dikenal??"

Ada apa ini..

[Y/N] yang penasaran segera terperanjat halus dari duduknya, lantas ia pun segera mendekati Ran lalu mencoba mendengarkan percakapan di antara kakaknya dan ibunya. Ran yang sudah mengerti harus apa lalu menekan tombol speaker dan mengatur volume.

"Kami sudah tiba di stasiun Chokokunomori, tapi tidak ada taksi yang lewat. Lalu ponsel Ibu tertinggal dirumah sepupu kakek, sedangkan ponsel Ayah mati karena habis daya, jadiー"

"Bisa cepat jemput kami? Ayah lelah sekali!"

"Huft, sudah jelas kan siapa yang akan disalahkan?!"

"I-iya, maaf Bu, maaf!"

Sementara ibu dan ayah [Y/N] dan Ran yang sibuk berdebat ala-ala pasutri senior dengan menyela satu sama lain, [Y/N] dan Ran hanya tertawa canggung seraya menepuk jidat dan mengelus dada.

"Salah siapa juga tidak menghubungiku dari tadi? Ujung-ujungnya jadi buang-buang tenaga dan waktu! Buuuu~"

"Kami hanya tidak ingin merepotkanmu," kata ayah mereka dengan cepat.

Lalu Ran menatap adiknya, ia berkata melalui gestur matanya guna hemat kata-kata.

Seolah pikiran mereka terhubung, [Y/N] tersenyum dengan ketus. "Baiklah, aku akan menjaga rumah," bisik [Y/N] seraya tersenyum kecil. Namun sayangnya perdebatan antar pasutri yang ada di sebelah panggilan telpon umum tersebut pun tidak kunjung disudahi oleh kedua belah pihak.

"Sudah-sudah, aku tutup telponnya."

Mendadak [Y/N] terkekeh kecil, seperti anak kecil saja, katanya. Dan, toh, memang benar. Semakin tua seseorang, maka kelakuannya akan jadi seperti bayi.

"Kalau begitu, aku berangkat sekarang." Wanita yang dua tahun lagi akan menginjak usia kepala tiga itu berjalan menuju pintu garasi, lalu di dekat pintu tergantung beberapa kunci yang memang ditempatkan disana, Ran pun mengambil salah satunya yang tergantung di tengah-tengah.

Watashi wa Anata ni Aitaku naru [BSD • Normal!AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang