09. Tears

180 23 3
                                    

"Unnie, pukul delapan malam ini sibuk tidak?"

Satu pesan masuk dari SinB. Yongsun tidak akan sibuk kalau tidak ada rencana photoshoot atau syuting iklan untuk produk.

"Tidak, ada apa?"

"Main lah kemari, unnie. Aku sungguh bosan. Moonbyul unnie sedang tidak di rumah."

Yongsun tidak berpikir panjang. Iya hanya mengiyakan tawaran SinB. Tidak ada salahnya main kesana. Toh, Moonbyul sedang tidak di rumah jadi tidak akan canggung.

19.45

"Aku masih memiliki waktu lima belas menit. Aku akan bersiap sekarang."

*****

"Sebentar!" SinB berteriak dari ruang keluarga setelah mendengar bunyi bel.

"Siapa?"

"Temanku," jawab SinB singkat. Moonbyul tidak mempermasalahkan lebih panjang lagi. Ia memang lebih membebaskan SinB membawa temannya ke rumah asalkan tidak melakukan hal yang negatif daripada bepergian ke club dan sebagainya.

"Masuklah, unnie." Suara SinB terdengar lagi.

Saat teman SinB tadi masuk, dia terkejut. Karena menurut kabar yang di dapat, Moonbyul tidak di rumah. Lalu siapa perempuan yang duduk meluruskan kaki di atas sofa itu?

"Maafkan aku, unnie. Aku memang sengaja tidak memberitahu kalian tentang ini. Karena kalau aku mengatakan dengan jujur pasti kalian tidak mau bertemu. Aku ingin kalian cepat menyelesaikan masalahnya." SinB menjeda ucapannya untuk menatap dua orang yang lebih tua darinya itu.

"Aku tahu kalian tidak bisa berpisah terlalu lama, jadi cepat perbaiki pertemanan kalian," SinB tersenyum tulus menatap keduanya.

Yongsun mencoba menahan SinB, tapi SinB seakan mengatakan "tidak apa-apa unnie, semuanya akan baik baik saja," melalui matanya.

SinB masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan dua perempuan itu untuk berbicara dengan leluasa. Tapi sejak kepergian SinB, Yongsun masih berdiri berjarak satu meter dari tempat Moonbyul duduk.

Moonbyul hanya diam, lalu berdiri dan menggenggam tangan Yongsun.

"Kita selesaikan ini di kamarku," Moonbyul mengatakan itu sambil menatap teduh ke arah Yongsun. Sungguh sisi Moonbyul yang jarang di perlihatkan.

Setelah memasuki kamar, Moonbyul duduk terlebih dahulu di tepi ranjang. Ia kemudian menatap Yongsun dan menepuk tempat di sebelahnya, meminta Yongsun duduk disana.

Yongsun memberanikan diri berbicara lebih dulu.

"Kau... kenapa tiba-tiba mendiami ku Byul? Katakan apa salahku lalu aku akan memperbaikinya," tatapan yang Moonbyul berikan membuat Yongsun ciut. Dia menunduk menghindari mata Moonbyul.

"Aku mencintaimu, unnie." Ucapan Moonbyul barusan membuat Yongsun spontan menoleh kaget.

"Lihat, aku baru mengatakan itu saja sudah membuatmu kaget. Aku tidak mengatakannya sejak lama karena aku takut kau akan menjauhiku. Aku mendiami mu selama dua minggu, itu usaha ku untuk menghapus perasaan ini. Tapi aku sudah mengatakannya sekarang. Kau bisa memukulku kalau ingin," sekarang giliran Moonbyul yang menunduk. Bersiap kalau Yongsun akan menampar atau mungkin memukulnya. Tapi karena tidak ada reaksi apapun dari Yongsun, Moonbyul melanjutkan kalimatnya.

"Sejak kita bertemu saat itu, aku selalu ingin melindungimu dan menjadikanmu milikmu. Aku selalu merasa nyaman saat tangan mu menepuk pelan punggungku atau mengelus rambutku lembut. Tapi aku tahu kau tidak menyukai perempuan. Sekarang aku benar-benar tidak berharap banyak. Kau mau mendengarkan aku saja sudah lebih dari cukup untukku," Moonbyul mulai menangis. Semua pikiran yang berkecamuk di hatinya membuat air mata itu tumpah.

Yongsun menarik Moonbyul ke pelukannya. Sama seperti kejadian saat di Jeonju dulu. Menepuk pelan bahu Moonbyul dan menyandarkan kepala gadis itu di bahunya.

"Pelukan ini yang kau sukai? Kenapa kau tidak mengatakannya sejak lama? Dan kenapa kau terus bertahan dengan semua dugaanmu itu padahal kau belum tahu apa yang akan terjadi." Ia masih memeluk Moonbyul, membiarkan gadis itu menumpahkan air matanya. Semua.

"Kau tau Park Chorong? Dia bukan sahabatku. Dia dulu kekasih ku," Moonbyul mengangkat kepalanya. Kaget dengan ucapan Yongsun. Yongsun hanya balas menatapnya dengan senyuman sambil tetap mengelus lembut rambut Moonbyul.

"Keluargaku tahu tentang itu. Awalnya mereka menentang. Tapi lama kelamaan ibuku tahu bahwa kebahagiaan ku adalah hal terpenting. Sejak saat itu ibu membebaskanku untuk berhubungan dengan siapa saja asalkan aku bahagia."

Moonbyul melepaskan dirinya dari dekapan Yongsun. Menatap wanita itu lekat mencari kebohongan yang di simpan Yongsun. Nihil, matanya hanya memancarkan kejujuran dan ketulusan. Yongsun kembali mendekap tubuh Moonbyul.

"Kalau kau mengatakan bahwa kau menyukai pelukan ini sejak lama. Aku akan rajin memberikan ini, Byul. Aku harus jujur. Aku memang belum mencintaimu. Tapi kau mau berusaha membuatku jatuh padamu?" Tanya Yongsun sambil mengangkat dagu Moonbyul, memintanya menatap wajahnya.

Moonbyul akhirnya membalas pelukan yang diberikan Yongsun. Gadis itu mengangguk semangat.

"Akan ku coba, unnie. Tapi maafkan aku kalau kadang sikapku terlalu dingin. Akan ku coba bersikap lebih baik kepadamu," senyuman manis milik Moonbyul terbit walau dengan wajah yang masih basah oleh air mata.

"Aku tidak pernah menyesal mengenalmu Byul. Aku tahu kau gadis baik hati namun hanya tertutup oleh luka yang kau dapat dulu. Kau gadis cantik yang hebat."

Moonbyul hendak berdiri mengambil air minum. Mengeluarkan banyak air mata membuat tenggorokan nya haus. Namun baru saja berdiri, kepalanya terasa berputar, pandangannya buram. Tangannya refleks berpegangan pada kepala ranjang.

"Byulyi? Kau kenapa? Kau sakit?" Yongsun segera berdiri, panik karena dia tidak pernah melihat Moonbyul seperti ini.

Setelah pandangannya membaik, ia menatap Yongsun.

"Tidak masalah, unnie. Aku hanya terlalu banyak minum soju kemㅡ" belum sempat Moonbyul menyelesaikan ucapannya. Yongsun sudah memotong dengan galak.

"Terlalu banyak soju? Kau minum berapa banyak Byul? Kau mau mati?" Nyali Moonbyul menciut karena nada suara Yongsun.

"Unnie, maafkan aku. Aku hanya terlalu frustasi kemarin jadi aku meluapkannya dengan minum alkohol. Lagipula aku hanya menghabiskan tiga botol, kata SinB begitu. Sebenarnya lima botol yang ku sediakan. Tapi SinB segera melihatku dan menyimpan dua sisanya."

"Hanya tiga botol kau bilang? Gila." Yongsun kembali duduk dan menatap Moonbyul jengah.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Yongsun memutuskan untuk menginap di rumah Byulyi. Sekarang mereka sudah menggunakan piyama milik Moonbyul dan berbaring diatas tempat tidur bersiap menyelam ke alam mimpi. Mereka saling menatap dan tersenyum.

"Unnie..." panggil Moonbyul dengan manja. Yongsun tahu panggilan itu. Moonbyul meminta pelukannya sama seperti saat Moonbyul sakit saat itu. Tapi dia sengaja menunggu Moonbyul mengatakannya.

"Disini terlalu dingin, padahal aku tidak menghidupkan pendingin ruangan," Yongsun tersenyum dalam hati. Gengsi tinggi yang dimiliki Moonbyul membuat Yongsun  ingin menggodanya.

"Ada selimut disini, kau mau ku pakaikan selimut?"

"Tidak mau!" Jawab Moonbyul cepat. "Akan terlalu gerah nanti."

Moonbyul mendekat ke arah Yongsun. Meringkukkan tubuhnya dan menenggelamkan wajahnya ke dada Yongsun. Yongsun tidak tahan lagi dengan tingkah Moonbyul. Ia segera memeluk tubuh di depannya.

"Kenapa kau tidak mengatakan kalau kau menginginkan pelukanku?" Tanya Yongsun sambil terkekeh.

"Aku malu," hanya itu yang di dengar Yongsun. Lalu setelahnya mereka benar benar tertidur dengan tenang. Mimpi indah akan menghampiri mereka malam ini.

Winter Star [MOONSUN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang