Prolog

8 3 0
                                    

Adakala langit yang cerah berubah menjadi kelabu, adakala laut yang surut berujung ombak yang menghantam deretan karang. Seperti itu pula hati seseorang. Kadangkala merekah bak bunga musim semi, kadangkala rasa itu lebur bagai butiran pasir.

Gadis itu berdiri sambil menatap nanar butiran hujan yang turun deras membasahi jalanan. Ia berdiri sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku hoodienya. Sedang di kupingnya tersemat earphone yang memperdengarkan musik.

Ia menatap hujan yang entah kapan reda dan membiarkannya pergi. Pikirannya kosong dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Mulutnya sedari tadi komat kamit melantunkan nada yang entah apa itu.

Kaki kanannya terus saja menghentak tanah, seakan menghitung tetes demi tetes air hujan yang turun dari atas genteng.

"Tiga ribu lima ratus sembilan puluh delapan, tiga ribu lima ratus sembilan puluh sembilan, tiga ribu enam ratus.... Aarrggghhhhhhh...." gadis itu berteriak kesal karena ternyata hujan telah menjebaknya selama satu jam lamanya.

"Si*l*n $ghja$*$/$#fhska**#$fhq*/":#fqhkknm*$':#stjenm**#$. D*s*r hujan... Waktu gue bawa payung kagak ujan. Giliran payung gua rusak malah ujan. Si*l*n." kata-kata tidak terpuji mulai keluar dari mulutnya sambil telunjuknya yang menunjuk-nunjuk langit.

Mendengar ucapan gadis itu, seorang pria yang sedari dari juga ikut terjebak disana karena hujan, seketika terkejut.

"Kkamccagiya.. Aish... " pria itu mengelus-elus dadanya sambil refleks memukul pelan bahu gadis di depannya itu.

Mendapati pukulan tersebut, gadis itu langsung melepas earphone nya dan berbalik menatap pria di belakangnya dengan tatapan mengintimidasi.

"Heh...Ngajak ribuk lo? Sama... Bahasa apa lo ngomong tadi? Kagak ngerti gua. Kalo lo kagak bisa bahasa, mending gak usah ngomong. Ujan-ujan ngajak gelud aja lo." ucap gadis itu seraya mengintimidasi dengan mengayunkan kepalan tangan kanannya.

Gadis tersebut langsung berbalik kembali sambil memakaikan kembali earphone nya.

"Cantik-cantik tapi cabe-cabean." balas pria tersebut sambil menjulurkan lidahnya.

Kembali, gadis tersebut berbalik menghadap pria tersebut karena merasa ada yang aneh. "Lo ngibahin gue?" ucapnya secara kembali melepas earphone nya.

"Sorry, i don't know what you say."

"Wah.. Sok-sok an pake bahasa Inggris segala ni bocah. Btw... Lo anak Korea yang tadi salah masuk ke toilet cewek kan? Kalo gak salah nama lo Ga.. Eum.. Ga.. Rem?"

"Aish... Ga-Raa. Bukan Ga-Rem. Aku manusia, bukan bumbu dapur." ralat pria yang bernama Garaa itu.

"Nah.. Tu bisa bahasa Indo nya. Lain kali kagak usah pake bahasa alien kaya tadi ok. Oo ya, kenalin.. Gue Elsa,  bukan Elsa "Frozen"." Gadis yang bernama Elsa itu memperkenalkan dirinya.

"Sorry, i don't know." jawab Garaa sambil menggidikkan bahunya pura-pura tidak mengerti apa yang gadis di hadapannya itu bicarakan.

"Wah... Ngajak gelud beneran nih bocah." Elsa mengipas-ngipas wajahnya tanda kesal atas sikap sok tidak tau nya pria di depannya itu.

Elsa lalu menggulung lengan hoodienya, bersiap-siap baku hantam dengan Gara, pria yang telah membuatnya naik darah. Belum selesai ia menggulung hoodienya, Garaa malah berlari pergi meninggalkan Elsa tanpa aba-aba.

Garaa berlari karena memang kebetulan hujan mulai mereda saat ia dan Elsa, gadis yang ia temui tadi, sedang adu mulut.

Melihat Garaa yang pergi tanpa aba-aba itu pun sukses membuat Elsa semakin kesal. "Awas aja lo, kalo kita ketemu lagi gua ulek tu mulut cabe lo jadi sambel."

Elsa menghembuskan napas panjang. Ia kembali menatap jalanan yang dibeberapa bagian penuh dengan genangan air hujan. Ia melangkahkan kakinya pelan menyusuri jalan sambil mengematkan kembali earphone di telinganya. Melangkah sambil ditemani hujan gerimis yang menjuntai turun dari langit kelabu.

Sepuluh menit kemudian, ia tiba di sebuah pemakaman umum. Ia berjalan masuk sambil tangannya memegang dua ikat mawar merah yang ia beli di jalan tadi. Tak lama, ia berhenti diantara dua nisan yang saling berdampingan, yang salah satu nisan itu berbentuk salib.

Ia duduk bersimpuh di tanah yang basah. Menatap nanar dua nisan disamping kiri dan kanannya. Lalu meletakkan bunga mawar di atas masing-masing tumpukan tanah disampingnya.

Iya... Itu adalah makam kedua orang tuanya yang meninggal tahun lalu, tepat dihari ulang tahunnya yang ke 17. Ia menatap nisan disamping kanannya dengan bibir yang ia paksakan tersenyum.

"Mah... Mama apa kabar mah? Mama ngak kesepian kan disana? Hiks... Mama ngak usah khawatirin aku yah, aku baik-baik aja kok disini." tangis Elsa mulai pecah kala menyapa sang mama yang kini sudah berbeda dunia dengannya.

Elsa memegang lemah nisan mamanya, selemah hatinya saat ini. Ia menelusuri jejak-jejak kenangan indah yang ia miliki bersama sang mama. Sungguh indah untuk dimiliki, namun menyakitkan jika dikenang.

Setelah selesai melepas rindu dengan sang mama, Elsa berbalik ke sebelah kirinya dimana yang tak lain adalah makam papanya dengan nisan berlambangkan salib.

Ia menatap tajam kearah salib yang bertengger diatas makam papanya. Setiap kali teringat papanya, kenangan kelam masa lalu itu selalu saja terlintas dipikirannya. Kenangan yang harusnya ia ikhlaskan seiring dengan kepergian sang papa.

Kedua orang tua Elsa memang menikah beda agama. Mamanya seorang muslim sedang papanya penganut protestan. Dan sedari kecil Elsa memang sudah tumbuh dalam ajaran Islam.

Elsa bangkit bermaksud untuk meninggalkan pemakaman karena hari sudah beranjak sore. Ia tak mau membuat bibinya yang kini mengasuhnya jadi khawatir.

***

Garaa menyusuri jalan setapak untuk pulang. Ia berjalan sambil menggenggam ponselnya. Masih membekas di pikirannya tentang sosok gadis yang menjadi cinta pertamanya. Pikirannya mengenang saat pertama kali ia bertemu dengan gadis itu tiga tahun lalu.

Gadis itu memainkan piano di ruang latihan sekolah. Matanya terpejam menghayati tiap lantunan bunyi tuts yang ia tekan. Garaa menatap gadis itu dari balik jendela saat ia sedang melaksakan hukumannya karena terlambat ke sekolah.

Garaa yang sedang mengelap kaca seketika terkesima dengan alunan nada yang gadis itu mainkan. Ditambah sosok gadis itu yang terlihat bagai bunga yang mekar di musim semi.

Dari pandangan pertama itu pula, gadis itu adalah satu-satunya perempuan yang berhasil menggetarkan cinta di hati Garaa. Ia menamai gadis itu dengan nama 'Gadis impian'.

"Huffff...." desahan panjang itu mengakhiri lintas gadis itu di pikirannya. Ia tersenyum mengenang gadis impiannya itu.







TBC

Sebelumnya terima kasih buat kalian yang udah memilih cerita ini menjadi bacaan yang menemani hari kalian ya😇😇

Jangan lupa vote dan komen kalian ya 🤗🤗🤗

Salam hangat😘😘😘








Blueming DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang