CHAPTER 1

11 0 0
                                    


"Ayolah, Ell. Sekali aja," pinta seorang siswa.

"Gua bilang enggak, ya, enggak!" bantahnya.

"Okay, nanti gua datang ke rumah lo, ya." Tanpa menunggu jawaban dari sang gadis, laki-laki itu langsung pergi dari hadapannya.

"Gua 'kan belum bilang mau, Alvaro!" jeritnya frustasi dengan laki-laki yang baru saja berniat menjemputnya.

Dia Azriella Michelle, kini ia hanya mampu menahan kekesalannya pada seorang laki-laki. Laki-laki itu adalah Alvaro Adnan, laki-laki yang telah lama mendekatinya.

"Kenapa muka lo, Ell?" tanya Amira---sahabat Azriella.

"Gapapa," sahutnya.

"Alvaro ngajak lo dinner?" tebak Amira yang entah kenapa bisa tepat sasaran.

Tak menjawab, Azriella hanya menidurkan kepalanya di atas meja. Entah kenapa kepalanya menjadi pening memikirkan tentang alasan apa akan ia lontarkan. Meski mencoba itu sia-sia saja, ia takkan berhasil. Orang tuanya di pihak Alvaro, siapa sebenarnya anak kandung mereka?

"Udah seratus kali, loh. Alvaro ngajakin lo buat dinner," ucap Amira yang berada semeja dengan Azriella.

"Gua tau, tapi gua gak bisa." Azriella benar-benar frustasi entah kenapa hatinya ini sangat sulit untuk terbuka.

Tiba-tiba saja Ibu Guru masuk, membuat Azriella dan Amira bungkam masalah tentang Alvaro. Guru dihadapan mereka sedang menjelaskan, namun Azriella sama sekali tidak mampu fokus. Pikirannya entah kemana.

***

"Alvaro!"

Suara lantang itu mampu membuat Alvaro tidak jadi memanjat dari tembok sekolah. Ia menoleh dan mendapati Bu Selvi---Guru BK.

"Eh, Ibu. Makin cantik aja, deh." Alvaro cengengesan sambil menggaruk tekuknya yang tak gatal.

"Ngapain kamu? Mau panjat tebing?!" tanya Bu Selvi dengan nada tinggi.

"Ibu, tuh. Gak boleh seudzon ... tapi, kok Ibu tau, sih?!" tanya Alvaro dengan nada ketus.

"Ikut saya!" Bu Selvi langsung menarik daun telinga Alvaro dan menyeretnya.

"Aduh,Bu ... pelan-pelan kenapa, sih?! Sakit telinga saya, Bu." Alvaro terus saja ngedumel kesal karena telinganya terus saja di tarik oleh Bu Selvi.

***

Bel tanda istirahat sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu. Azriella dan Amira sedang duduk di kantin sembari menyantap makan siangnya. Amira terlihat lahap memakan baksonya dan sesekali ia menyeruput es teh yang ia pesan tadi.

Namun, berbeda dengan Azriella. Sendari tadi Azriella terus saja mengodak-aduk bubur ayam yang tadi ia pesan. Bahkan, wajahnya nampak lesu tak bertenaga.

"Hai, Cantik. Kok makanannya dimainin, sih?! Kasian tau nanti makanannya sakit hati, loh." Entah dari mana datangnya tiba-tiba Alvaro sudah ada di hadapan Azriella.

Entah karena dia melamun terus sendari tadi, atau memang Alvaro memiliki kemampuan teleportasi. Azriella sama sekali tidak minat dengan Alvaro.

"Hmm," dehem Azriella.

"Hei, kok lesu? Mau gua cium?" tanya Alvaro menaik-turunkan alisnya.

"Gak usah mesum!" ketus Azriella. Moodnya sedang tidak baik-baik saja, perutnya juga sedikit nyeri.

"Ell,"

"Hmm?"

"Lo pake pembalut gak?"

Azriella dibuat bingung dengan ucapan Alvaro yang nyeleneh, sangat nyeleneh. Ingin sekali ia menendang Alvaro.

"Kenapa?"

"Ini tanggalnya," ucap Alvaro.

Azriella menepuk dahinya. 'Kok bisa-bisanya gua lupa, sih. Dan kenapa malah Alvaro yang inget? Yang cewek gua apa dia, sih?!' batin Azriella.

Tangan kekar Alvaro menarik tangan Azriella hingga ia jatuh dalam pelukan Alvaro. Bahkan, Azriella dapat mendengar detak jantung Alvaro yang tk beraturan. Deruan nafas Alvaro pun dapat Azriella rasakan.

"Mau ngapain?" bisik Azriella.

"Lo harus pake pembalut kalo gak mau malu," bisiknya.

Azriella sangat malu, bisa-bisanya ini terjadi. Memang bukan pertama kalinya, tapi tetap saja ia malu. Untung kantin mulai sepi.

Alvaro pun membawa Azriella menuju kamar mandi perempuan. Alvaro menutupi bokong Azriella yang terdapat noda merahnya. Mana mungkin Alvaro akan membiarkan orang-orang menertawakan dan mengejek bidadari yang selalu ia jaga.

"Nih." Alvaro menyerahkan satu rok SMA dan kresek yang berisikan pembalut.

Azriella menerima pemberian Alvaro. "Kok lu tau, sih?!" tanyanya.

"Bunda sama lu gak jauh beda," jawabnya sambil menyenderkan tubuhnya di dinding yang berhadapan dengan pintu kamar mandi.

Azriella memperhatikan barang yang diberikan Alvaro. Agak aneh, tapi apa perlu ia menggunakannya.

"Cepet pake!" perintah Alvaro.

"Hah?!"

"Pake, Azriella Michelle!"

Azriella pun masuk dan menutup pintu kamar mandi. Sedangkan, Alvaro bersedekap dada dengan posisi yang masih senderan di dinding. Kakinya ia buat menyilang.

'Azriella, lo terlalu istimewa untuk aku sia-siakan. Mau seberapa kerasnya lo, gua pasti bisa dapatin hati lo dengan senang hati,' batin Alvaro.

***

Sekolah telah usai, tapi supir jemputan Azriella belum juga datang. Sudah setengah jam Azriella menunggu. Teriknya matahari tak lagi ia pedulikan. Azriella hanya ingin pulang.

"Naik." Entah dari mana asalnya, Alvaro bersama dengan motor sportnya sudah berada di samping Azriella berdiri.

"Gak mau," ucap Azriella.

"Bunda yang nyuruh, lo gak bakalan di jemput," jelas Alvaro memakai helm di kepala Azriella.

"Ini pasti lo yang minta, 'kan?" tanya Azriella yang hanya mendapatkan senyuman khas Alvaro.

Azriella menghembus nafasnya pasrah, lalu ia naik ke motor Alvaro. Segera mungkin Alvaro menyalakan motornya dan pergi meninggalkan sekolah mereka.

Diperjalanan hanya ada keheningan. Percuma juga mau berbicara apapun tidak akan berguna. Telinga akan budek saat berkendara karena suara knalpot yang sangat bising.

TERLAMBATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang