1. Ketahuan

51 30 190
                                    

Kini, Siska dan Bara sedang berada di sebuah caffe mewah di daerah sekitar, Jakarta.

Seperti muda-mudi biasa, Bara mengajak Siska ke caffe ini untuk berkencan. Karna malam ini adalah malam minggu, sudah biasa anak muda berkencan malam ini.

Siska duduk di depan Bara yang sedang meneguk minumanya, kekehan Siska terdengar membuat Bara menghentikan aktivitasnya dan bertanya.

"Kenapa cengengesan gitu sih, sayang," tanya Bara dengan menopang dagunya menggunakan tangannya.

"Nggak, keinget aja pertama kali kita ketemu. Kamu lagi minum es plastik," jawab Siska dengan senyum yang terukir di sana.

"Oh, itu?" Tukas Bara.

"Iya." Siska mencubit hidung Bara dengan gemas, menjadikan Bara menjerit pelan.

"Cakitt," rengeknya, lalu Bara tertawa renyah dan di ikuti oleh tawa Siska.

Tanpa aba-aba datang seorang pria paruh baya yang mengenakan jas dan dasi yang terlihat rapi.

Pria itu menggebrak meja Siska, karna refleks Bara mendorong pria itu. Pria tersebut nampak kesakitan, dan perlahan mendekati Siska.

Siska menoleh ke belakang, dan ternyata pria tersebut adalah papanya. Sontak Siska panik dan bertanya pada papanya.

"Pa-pa, nga-ngapain disi-sini?" Tanya Siska terdengar terbata-bata, bingung bercampur takut yang di rasakan oleh, Siska.

"Siska, ini papa kamu?" Tanya Bara sambil menunjuk pria itu.

"Iya, ini papa aku." Siska berjalan mendekati papanya dan mencoba menenangkannya.

"Om, saya minta ma'af karna tadi udah ngedorong Om, saya tadi nggak sengaja saya kira Om orang jahat." Bara mencoba menjelaskan pada papanya Siska.

Namun, papanya Siska menolak mentah-mentah penjelasan Bara.

"Jadi ini pacar kamu Siska? Papa nggak nyangka kamu suka sama berandalan kayak gini!" Bentak sang papa, Bara sedikit tersinggung dengan ucapan papanya Siska, namun sudahlah.

"Kalau kamu mau pacaran, bilang papa! Papa akan cariin kamu pacar yang tampan, kaya, beratitude, sopan, nggak kayak dia!" Lanjut papanya.

"Pa! Aku juga punya selera, aku punya pilihanku sendiri. Papa nggak bisa maksa aku buat suka sama pilihan papa, ini masalah hati pa!" Bela Siska, tak terasa air matanya mengalir sedikit demi sedikit.

Pasalnya, papanya itu selalu menuntut apapun pilihannya. Siska tak bisa memilih apa yang dia inginkan, bahkan soal sepelepun harus di pilihkan.

"Om, saya minta ma'af kalau tadi saya nggak sopan, tadi kan saya belum tau siapa Om," ujar Bara membela diri.

"Lalu kamu pikir, kalau saya buka papanya Siska, kamu akan menghajar habis-habisan saya, 'kan?"

"Satu lagi, di lihat dari penampilan kamu. Sepertinya kamu seorang preman berandal yang sedang mengincar harta saya, lewat anak saya 'kan?" Tanya Papanya Siska.

Seketika tangan Bara mengepal marah, dia ingin sekali memukulnya jika orang itu bukan papa siska.

"Saya permisi," pamit Bara lalu pergi meninggalkan Siska tanpa menolehnya.

"Bar-Bara, bara!" Teriak Siska.

"Sudahlah Siska, kamu tinggalkan saja preman itu!" Tegas papa siska yang bernama Erik.

"Papa jahat!" Terisak Siska.

Siska berlari ke arah luar untuk mengejar Bara, dia melihat motor milik Bara lalu menghampirinya. Siska tak melihat ada pemilik motor tersebut, tak lama kemudian Bara datang dengan wajah nampak emosi.

RUMIT[OnGoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang