Tempat Apa Ini?

5 3 0
                                    

Akh, mataku rasanya berat sekali.

Apa aku masih hidup? Tapi aku merasakan dengan jelas bahwa nyawaku seakan keluar dari tempatnya.
Apakah ini kehidupan setelah kematian?

Tapi rasa remuk dipunggung dan sakit dikepalaku masih sama, dan teriakan histeris orang-orang juga masih terdengar samar di telingaku. Apa malaikat maut tidak tega mencabut nyawaku?

Aku berusaha membuka sedikit mataku, hanya untuk memastikan bahwa masih ada awan dilangit.

Baik sedikit lagi dan…..

    Langit terpampang dengan jelas diatas, baiklah itu artinya aku belum mati.

    Aku sudah memastikan jadi aku akan membiarkan diriku pingsan karena rasa sakit yang tidak tertahankan

“EVERY!”

    Kepalaku dengan spontan menoleh saat mendengar seseorang menjerit, kenapa aku merasa familiar dengan nama itu ya?

   Aku ingin menyahut kepada siapa saja itu, tapi suaraku tidak bisa keluar. Yang ada hanyalah helaan nafas sesak, aku tidak tahan lagi dengan rasa sakit ini.

  Maafkan aku orang asing, mungkin lain kali. Batinku

  Ah tunggu, apa tadi aku ditabrak didepan rumah susun?

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Aku ada dimana ini?

Benar - benar gelap hingga aku tidak bisa melihat apapun. Apa ini artinya aku benar-benar mati?

Apa ini rasanya saat menunggu pengadilan akhirat? Rasanya senyap sekali. Tapi rasanya juga akrab denganku, ah apa ini karena aku selalu sendirian?

Yah, mungkin saja.

Selalu sendirian tidak terlalu buruk bukan?

……………………………….....

“engh..”

Erang seorang gadis yang terbaring diatas brankar rumah sakit, gadis itu mengangkat lengan kanannya untuk menutupi matanya yang langsung tersorot cahaya lampu.

Perawat yang baru datang untuk mengganti infus seketika terkejut saat mendapati pasien yang divonis koma sudah duduk tegak dengan gelas ditangan kanannya.

  Perawat itu langsung berlari keluar ruang rawat dan kemudian kembali lagi bersama seorang dokter

……………………………………

Main lead pov

“Anda bisa memeriksa saya kemudian pergi, saya ingin istirahat” ucapku datar.

Aku memejamkan mataku, mencoba berpikir tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Aku yakin aku berada dalam kegelapan selama beberapa waktu yang lalu, dan kemudian ada cahaya kecil yang muncul yang kemudian aku ikuti

Tapi mengapa aku malah berakhir disini?

Brankar, ruangan putih, dokter, perawat, bau obat-obatan yang khas. Ini jelas rumah sakit

Dan juga jangan lupakan bahasa yang keluar dari mulutku, ini bahasa Inggris bukan Indonesia, Damn.

Bukannya aku tidak bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk hidup, tapi harusnya aku sudah mati.

Dan apa-apaan dengan tubuh kecil ini?

Bagaimana bisa aku menjadi anak-anak?

Apa aku kembali ke masa lalu? Oh kurasa tidak, Aku belum pernah masuk rumah sakit seumur hidupku dulu.

“Permisi” ucap dokter itu membuyarkan lamunanku

Aku tidak menjawab, hanya meliriknya dengan sinis.

“Saya ingin memeriksa kondisi fisik anda sebentar” jelasnya

Aku mengangguk dan membiarkan dokter melakukan beberapa pemeriksaan.

Tak lama kemudian pintu terbuka dengan lebar, menampilkan seorang wanita paruh baya dengan peluh dan napas terengah-engah

“Putriku” jeritnya sambil berlari ke arahku dengan tangan terbuka

Aku hanya diam saat ia memelukku dengan erat dan mulai menangis histeris

“Siapa anda?” tanyaku setelah merasa wanita ini cukup tenang

Ia sontak melepaskan pelukannya dan menutup mulutnya dengan kedua tangan, ia nampak terkejut.

“Ini Ibu, nak” ucapnya kemudian kembali terisak.

Ibu? Tapi Ibuku bukan wanita ini.

Aku ingin membantah, namun perasaan saat ia memelukku dan menangis untukku itu benar-benar membuatku terharu dan nyaman

“Sepertinya putri Ibu mengalami amnesia. Saya ragu jika ini hanya amnesia sementara jadi sebaiknya kita bersiap untuk kemungkinan terburuk yaitu amnesia permanen”

“Tolong pastikan dok, saya mohon” ucap wanita itu

“Maafkan kami Bu, tapi putri Ibu masih kecil dan resiko penggunaan mesin pemeriksa otak terlalu tinggi untuk anak seusianya”

Aku tidak begitu memperhatikan pembicaraan antara dokter dan wanita yang menyebut dirinya Ibuku. Aku masih harus mencerna apa yang terjadi

“Sayang bagaimana perasaanmu?” tanya wanita—yang sekarang aku akui Ibuku—sembari duduk dikursi samping brankar

Aku tersenyum, “Aku baik-baik saja, Ibu”

Wanita itu tersenyum haru, aku bahkan bisa melihat air matanya yang kembali menggenang dan siap tumpah.

Aku memperhatikan wajah wanita ini dengan seksama.

Wajah oval dengan kulit kuning langsat, alis berwana kecoklatan, mata yang kelihatan agak sayu dengan iris mata amber gelap, bibir tipis yang agak pecah-pecah, dan pipinya tirus.

“Nama mu Sierra Februana, umurmu sekarang 5 tahun” ucap Ibu tiba-tiba

Aku mengusap pipinya yang tirus itu, “Nama Ibu siapa?” tanyaku

“Chantrea Februana”
Nama yang indah, batinku

“Ibu, bisakah kau menceritakan tentang diriku?” pintaku padanya

Chantrea menarik kursi dan duduk diatasnya

Ia kemudian mengelus rambutku sambil tersenyum, “Tentu sayang, dulu kau…”

Chantrea menceritakan banyak hal, meski tidak terlalu penting menurutku, aku masih mendengarkannya sembari menatap wajahnya

Kantuk perlahan menghampiri. Aku  menguap dan mataku terasa berat

Kurasa aku akan istirahat sebentar

Parallel World - Breaking the lawTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang