Saat ini, Jeffrey dan Lami sibuk bermain. Lami mengeluarkan semua mainan miliknya dan dengan antusias Jeffrey meladeni Lami.
Taeyong mengintip dari dapur. Sedari tadi ia sibuk menghangatkan dan menyiapkan makan malam untuk Lami. Tapi anak itu bilang tadi ia sudah makan bersama Jeffrey. Itulah alasan mengapa Lami tidak ada dirumah saat Taeyong pulang. Jadilah makanan itu ia masukkan ke kulkas, dan ia akan memakan itu semua besok pagi.
Mengalihkan seluruh atensinya lagi kepada dua orang berbeda usia itu, dahi Taeyong mengkerut. Lihatlah penampilan Jeffrey yang seperti preman. No offense he's not judging Jeffrey, hanya saja dari sudut pandang Taeyong ketika bertemu Jeffrey di kantor Jaehyun, lelaki itu sangatlah licik dan arogan. Tapi lelaki itu terlihat hangat ketika bersama Lami.
"Mencemaskan anakmu?"
Taeyong tersadar dari lamunannya. Ia melihat Lami sedang menonton TV sedangkan Jeffrey berada di dapur untuk mengambil minuman Lami.
"Kenapa kau bisa tahu rumahku? Dan mendekati Lami? Kau tidak bisa berbuat semaumu, Jeffrey."
"Aku bisa," Jeffrey selesai mengisi gelas Lami dengan air, lantas ia berjalan mendekati Taeyong. "Aku bisa karena aku menginginkannya."
Taeyong semakin bingung, "apa maksudmu? Kau mencintai Lamiku?!"
Terdengar suara tawa. Jeffrey tertawa sangat keras hingga Lami mengalihkan perhatiannya dari TV.
"Taeyong.. kau benar-benar lucu."
Jeffrey berkata sarkastik, namun entah kenapa Taeyong justru tersipu. Jelas-jelas ia tahu Jeffrey tidak sedang memujinya.
"Sebelumnya maaf jika aku mencari tahu latar belakangmu. Aku yakin Jaehyun juga sudah melakukannya. Walaupun hubungan kami tidak baik, tetapi kami hidup dan besar bersama-sama. Menurutmu, apa yang membuat orang-orang percaya bahwa kami memang anak kembar?"
Taeyong tidak menjawab karena ia tidak tahu apapun. Mereka bertiga juga baru bertemu dan tidak benar-benar sedekat itu.
"Biar aku beri tahu kau satu hal agar kau tidak mengharapkan saudara kembarku," Jeffrey mendekatkan wajahnya ke telinga Taeyong dan berbisik. "Kami sama-sama berbahaya, Taeyong."
Setelah itu, Jeffrey meninggalkan Taeyong dengan segala kebingungannya.
•
•
•Dua minggu berlalu sejak kedatangan Jeffrey ke rumah Taeyong. Tidak ada yang aneh, Lami masih dijemput oleh Doyoung ataupun Herin. Lalu sesekali Jeffrey datang berkunjung, menemani Lami hingga Taeyong sampai dirumah. Tentu saja Taeyong tidak bilang kepada Jaehyun. Untuk apa? Hubungan mereka hanyalah sekedar atasan dan bawahan.
Selama dua minggu juga, Jaehyun tidak memunculkan batang hidungnya ke hadapan Taeyong. Ia hanya tidak tahu jika Jaehyun selalu memantau Taeyong dari ruangan miliknya. Akhir-akhir ini Presdir JnG Corp itu memang tengah disibukkan oleh pekerjaan karena ia sedang berusaha mengakuisisi 4 perusahaan besar.
Jaehyun tidak tahu, kenapa ia peduli dengan Taeyong yang jelas-jelas tidak dikenalnya. Mungkin, setelah mendengar Taeyong membanting tulang untuk menghidupi anaknya, hati Jaehyun tergerak untuk membantu. Ia merasa Lami beruntung memiliki Taeyong, sedangkan dirinya sudah ditinggal oleh kedua orangtuanya sejak masih berumur 5 tahun.
Ia menghela nafas. Tumpukan berkas di meja membuat moodnya semakin memburuk. Sempat terbesit dipikirannya untuk mengajak Taeyong keluar untuk sekedar jalan-jalan atau makan malam diluar, tetapi angan itu pupus sudah ketika Johnny datang keruangannya dan memberitahu sebuah informasi.
"Jeffrey sering datang kerumah Taeyong?" Rahang lelaki tampan itu mengeras. Kedua tangannya mengepal, menyebabkan urat-urat di tangannya semakin terlihat.
"Ya. Maafkan aku yang sempat lalai dalam mengawasi Jeffrey, Jaehyun. Pekerjaanku akhir-akhir ini sangat banyak.
Jaehyun tahu itu. Karena pekerjaannya tidak kalah banyak. Sepertinya ia butuh anak buah lagi, khusus untuk mengawasi pergerakan Jeffrey.
"Tolong cari pesuruh untuk mengawasi Jeffrey. Siapapun boleh, asal pekerjaannya harus benar dan melapor padaku setiap 3 jam sekali."
Johnny mengangguk. Jika sudah seperti ini, mood Jaehyun pasti sangatlah buruk.
"Baiklah. Kau butuh sesuatu sebelum aku kembali ke ruangan?"
Jaehyun menggeleng, ia mengambil jasnya yang tersampir di kursi kemudian berjalan keluar ruangan. "Tidak perlu. Aku akan menenangkan diri sejenak."
...
Tak dapat Taeyong pungkiri jika ia tengah kelimpungan dengan pekerjaannya. Taeyong tidak pernah kuliah, ia menamatkan sekolah menengah atas dengan beasiswa, kemudian mencari pekerjaan untuk membuatnya tetap hidup. Siapa sangka jika saat ini ia bertanggung jawab untuk mengurus keuangan seluruh kantor JnG?
Seulgi menyadari kegelisahan asistennya. Maka ia mencoba mengusap lembut punggung Taeyong.
"Relax, Taeyong. Aku disini akan membantumu."
Bahu Taeyong terkulai lemas. Ia mengangguk lesu. "Maafkan aku, Seulgi. Aku selalu merepotkanmu."
Seulgi terkekeh, ia kembali menatap dokumen yang ada di tangannya. "Hey, itu sudah menjadi tugasku. Kau tidak perlu sungkan seperti ini, ya?"
Selanjutnya mereka membahas pekerjaan. Seulgi membantu Taeyong untuk menghitung data lalu menganalisanya yang kemudian diolah dalam bentuk laporan dan startegi pemasaran untuk Voux Hotel dan JnG Corp. Seulgi juga berkata jika setiap 3 bulan sekali Taeyong harus mengevaluasi kinerja para divisi bawahannya. Itu sangat banyak dan hampir membuat kepala Taeyong meledak seketika.
Tanpa mereka sadari jika ada sesosok lelaki yang sejak tadi berdiri diambang pintu sambil melihat keduanya. Lebih tepatnya, kearah lelaki manis disana. Sudah sekitar 10 menit ia berada disana, tak melewatkan satupun pergerakan Taeyong tanpa disadarinya. Dirasa cukup, ia mengetuk pintu yang memang sudah terbuka.
"Presdir," Sapa Taeyong dan Seulgi secara bersamaan. Mereka lantas berdiri dari posisi duduk dan memberi hormat kepada Jaehyun.
Sang Presdir berjalan mendekati meja Taeyong, matanya mengisyaratkan Seulgi untuk meninggalkan mereka berdua dan diangguki oleh wanita tersebut.
"Boleh aku mampir ke rumahmu sekarang, Taeyong?"
"Ya?" Taeyong memastikan pendengarannya. Ia melihat kearah jam di dinding yang masih menunjukkan pukul 4 sore. Artinya, jam pulang Taeyong masih tersisa satu jam dari sekarang.
Jaehyun tersenyum kalem, ia mendudukkan tubuhnya diatas meja Taeyong. Tatapannya sedari tadi tak lepas dari makhluk manis dihadapannya. "Boleh aku mampir? Ke rumahmu?"
"Untuk..apa?"
Presdir itu hanya mengangkat bahu acuh, "aku butuh suasana baru. Lagipula, sebagai mantan koki di Voux Hotel, masakkanmu pasti rasanya luar biasa. Aku ingin mencobanya."
Diam-diam Taeyong mengeluh dalam hati. Ia belum mengisi bahan makanan di kulkas karena sedari kemarin ia membeli makanan diluar. Menyuruh Jaehyun menunggu dirumah bersama Lami sedangkan ia pergi ke supermarket sendirian bukanlah ide yang bagus. Bagaimanapun juga Lami pasti bingung melihat wajah Jeffrey dengan penampilan yang berbeda.
"Kita bisa mampir ke supermarket dulu untuk membeli bahan makanan. Kebetulan aku ingin beberapa macam menu," seolah bisa membaca pikiran Taeyong, Jaehyun dengan sukarela menawarkan untuk berbelanja. "kau tidak keberatan, kan?"
'Bagaimana aku bisa keberatan jika kau langsung menodongku begitu.' Sungut Taeyong dalam hati. Sedikit jengkel karena Jaehyun berbuat semaunya, Persis seperti Jeffrey.
Akhirnya Taeyong tersenyum dan mengangguk, "baiklah kalau begitu, Presdir. Tapi Presdir, pekerjaan saya belum selesaiㅡ"
"Tinggalkan saja. Mereka bisa menunggu."
TBC
yaallah sidernya banyak bgt, on hold dulu apa ya?🥲

KAMU SEDANG MEMBACA
Game of Destiny ⭑ Jaeyong
Ciencia Ficción[Sci-fi] [Mpreg] Jung Jaehyun dan Jung Jeffrey adalah kembar identik. Wajah, tinggi, bahkan wajah mereka pun sama. Keduanya sama-sama memiliki perasaan kepada Lee Taeyong, seorang lelaki spesial yang memiliki satu anak.