"Tangkap saja."
Bagaimana bisa polisi kotor membuat tangannya sendiri kotor?
Kesalahan atau guyonan?
Ketika fajar menyingsing, burung pipit bernyanyi nyaring, aroma pagi terhirup kembali itulah saatnya Min Akazumi bangkit dari ranjang untuk memulai rutinitas pagi.
Dan saat itu adalah saat ini.
Wanita berusia 27 tahun itu menghela napas dalam kantuk, kemudian sedikit menggerutu, ketika keinginan untuk tidurnya-bahkan siapa saja-semakin besar di hari libur. Lebih baik begitu daripada harus melakukan sesuatu yang sama berulang kali hingga suntuk, apalagi yang jelas-jelas membuang waktu.
Namun, mau tidak mau dia harus, ketika mengingat tiga anak kecil Yamada yang tak lama ini dia asuh.
Belum sempat membuka mata apalagi menghilangkan kantuk dan mengumpulkan jiwa, Akazumi dikejutkan dengan suara derit pintu kamarnya yang dibuka oleh salah satu anak asuhnya, hingga mereka tak sengaja berkontak mata yang membuat jiwanya terkumpul seketika, ketika merasa tak asing dengan sosok mungil yang merupakan salah satu ciri si bungsu Yamada.
Panjang umur sudah, karena ia baru saja memikirkan mereka, yakni anak-anak asuhnya, Yamada bersaudara.
Si bungsu Yamada mulai memanggil kakak-kakaknya dengan suara imut yang sedikit sarkastik, "Ah! Okaa-san di sini, Ichi-nii! Jilo mou! Cepat ke mali!" Sayangnya, tetap terdengar lucu, mengingat dia cadel di beberapa huruf saat berucap tadi.
"Hmm, pelankan suaramu, Saburo. Ini masih pagi, Sayang."
"U-uh, n-nanti Ichi-nii tidak dengal. Apalagi Jilo!" bela si bungsu Yamada yang bernama Yamada Saburo itu dengan wajah kesal dan tanpa dosanya di saat bersamaan.
Akazumi terkekeh pelan melihat ekspresi Saburo yang kurang relate dengan ucapannya barusan. "Kemarilah," katanya sambil menepuk ranjang empuknya yang tersedia tempat untuk Saburo yang segera disambut dengan semangat permintaannya oleh anak asuh terkecilnya. "Dan biasakan panggil Jiro dengan 'Onii-san' juga, ya?" ucap Akazumi lagi dengan nada kantuknya. Begitu pun dengan wajah yang masih ada sisa-sisa kantuk di sana.
Saburo menggembungkan pipinya. "Jilo itu belisik! Dan itu menyebalkan, Okaa-san!" serunya bersamaan dengan sorakan kegirangan yang terdengar menggema di sepanjang lorong kamar Akazumi, ibundanya.
"Yeayy! Okaa-san libur! Okaa-san libur!"
"Kan!" Saburo memeluk erat Akazumi seolah melindungi sang ibunda dari kakaknya yang berisik, meski tak seerat yang dia bayangkan mengingat lengan tangannya yang berukuran mungil.
Sementara Akazumi hanya tertawa kecil dan menunggu dua anak asuhnya datang.
Namun, tak disangka jika mereka datang dengan penuh kejutan, terutama anak asuhnya yang kedua yang tiba-tiba melompat ke ranjangnya di mana dirinya nyaris saja ketindihan.
"Nee, nee, Okaa-san benar-benar libur? Ayo, ayo, kita lakukan sesuatu! Ah, aku tahu! Bagaimana kalau bermain bersamaku?" kata si Yamada tengah dengan semangat sampai-sampai melompat kegirangan di atas ranjang sang ibunda.
"Hah! Tidak bisa! Sabulo di sini duluan! Sabulo yang pertama main sama Okaa-san!" seru Saburo yang mulai kesal dengan pernyataan kakak keduanya yang seenaknya mengajak Akazumi bermain bersamanya hanya untuk kesenangannya seorang.
Sepertinya dia juga sama.
"Apa?! Kau curang! Kau memanggil aku dan Nii-chan saat sampai di kamar Okaa-san!" balas si Yamada tengah alias kedua. Yamada Jiro namanya yang sama seperti posisinya sebagai anak tengah di Yamada bersaudara. Selalu tak terima dan tidak mau kalah dari Saburo, adiknya.
"Aku tidak culang!"
"A-ano, kalian-" Akazumi tak dapat berkata-kata, ketika keduanya sudah terlanjur bergelut yang membuatnya membatin kebingungan, "Biasanya Ichiro yang diperebutkan ... Kenapa aku jadi diikutkan beginian?" Akazumi tak habis pikir dengan tingkah dua Yamada muda di hadapannya.
"Sekarang ... Mana pawangnya?" batinnya lagi seraya melihat sekitar. Berharap yang dicari menampakkan diri dengan segera.
"Ohayou, Okaa-san!" Panjang umur lagi, ketika mendengar sapa semangat dari seorang yang Akazumi cari, yakni si Yamada tertua yang kini telah hadir meski datang terakhir dengan senyum lebarnya yang menampakkan giginya yang putih bersih.
Akazumi terkekeh senang. "Oha-"
"Jilo halus mengalah!"
"Tidak! Kau curang!"
"Baka Jilo!"
"Oh! Kalian sudah di sini lebih dulu ternyata!" seru si Yamada tertua. Yamada Ichiro namanya yang sesuai dengan posisinya sebagai pawang adik-adiknya yang kini ia beralih memeluk kedua adiknya. Selain melerai mereka, ia ingin menyapa, ketika tak mendapati Jiro dan Saburo berada di sampingnya kala membuka mata.
"A-ah, Nii-chan/Ichi-nii!"
"Jangan ribut pagi-pagi, oke? Lebih baik kita menghabiskan waktu bersama dengan Okaa-san mumpung hari ini adalah hari liburnya!" kata Ichiro dengan semangat.
"Tentu saja!"
"Harus!"
Jiro dan Saburo melupakan pertengkaran mereka seketika karena ucapan sang kakak.
Sementara Akazumi yang melihat pertengkaran mereka yang mereda pun membuatnya bernapas lega.
Terkadang, Akazumi merasa malu dan tak berguna, karena belum bisa menangani pertengkaran kecil antar Yamada bersaudara. Dan ia tak suka mengakuinya, tapi, benar adanya jika dia masih bergantung pada Ichiro untuk mengatasinya. Secara dia memang anak pertama yang bertanggung jawab atas adik-adiknya, tapi, tetap saja Akazumi adalah ibu, meski hanya seorang ibu asuh bagi Yamada bersaudara yang seharusnya siap dan bisa mendidik dengan baik agar mereka tidak bertengkar.
Sepertinya Akazumi harus banyak belajar mulai dengan mendekatkan diri agar dapat memahami Yamada bersaudara ini di tengah statusnya yang juga merupakan pengacara walau kecil.
To Be Continued
Story By LadyIruma
KAMU SEDANG MEMBACA
❤︎𝄢 Love Rumor :: ー I. Jyuto × M. Akazumi ー
Fanfiction「Project! Fanfiction ー Discontinued」 Tersebar rumor yang menggemparkan Yokohama. Seorang polisi kotor telah sengaja menodai namanya. Berharap dapat menarik perhatian seorang pengacara kecil yang mengasuh Yamada bersaudara. Ya, inilah rumor cinta. ...