Awal Mula

2.7K 320 21
                                    

"Asta!" pekik seorang lelaki dengan senyum tipis terukir di wajahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Asta!" pekik seorang lelaki dengan senyum tipis terukir di wajahnya. Tangan mengisyaratkan satu-satunya orang disana —selain dirinya— untuk mendekat. Lantas dengan langkah sedikit menyeret, pria yang dimaksud datang sambil menguap.

"Pagi, Lunar."

Bagaimana bisa ada makhluk yang bangun sepagi ini dan sudah menyunggingkan senyum yang begitu lebar? Matahari bahkan baru terbit. Asta tak habis pikir.

Berbeda dengan Lunar, pria itu tak suka sinar matahari yang menyusup lewat celah pepohonan lebat tempat mereka tinggal. Ia berasal dari klan penyihir gelap. Tidak seharusnya ia tinggal di rumah kayu sederhana yang dikelilingi taman indah. Berbagai macam tumbuhan ada disana, berkat lelaki cantik yang selalu merawatnya sepenuh hati.

Bahkan binatang-binatang sekitar pun betah berlama-lama disana. Taman itu selalu disinggahi penghuni tetap, para kancil dan kupu-kupu. Pagi harinya selalu cerah semenjak tinggal dengan Lunar. Hidup yang berbeda 180 derajat dengan kehidupannya sebelum itu.

"Lihat, Asta. Mawar hitam yang kutanam minggu lalu sudah berbunga." ucapnya kagum dengan hasil karyanya sendiri.

"Tentu saja. Kau pasti menyuruhnya tumbuh dengan cepat. Mawar bahkan membutuhkan waktu paling sedikit 1 bulan untuk tumbuh. Kau curang"

Asta tak sadar jika perkataannya barusan membuat lelaki itu merengut. "Babi! Serang diaa!!"

Tak butuh waktu lama, suara gemuruh langkah berhamburan menyerbu. Segerombolan babi hutan datang membabi buta, mengejar pria malang yang membuatnya sebal.

"Lunar! Lunar! Aku bercanda! Ampun!"

Para babi hutan seketika berhenti mengejarnya saat Lunar bertitah. Pria itu memang perlu diberi pelajaran karena selalu menjahilinya. Untuk apa menunggu 1 bulan jika Lunar bisa membuatnya tumbuh bahkan dalam 1 minggu?

Rasanya Asta ingin marah pada para binatang yang mau-mau saja diperintah oleh lelaki itu, karena sesungguhnya ia tak bisa marah pada Lunar.

"Mantra apa itu?" Asta memperhatikan Lunar yang komat-kamit sendiri disana.

"Oh, bukan." Lunar menggeleng ringan. "Aku hanya meminta rumput-rumput ini agar tumbuh lebih cepat, supaya para ulat hijau tidak menghabisi daun mawarku yang baru tumbuh."

Percaya atau tidak, besok ia akan menemukan rumput yang mulai menggondrong sesuai dengan pesan Lunar. Lelaki itu selain dapat berbicara dengan binatang, ia juga bisa bicara dengan tumbuhan. Untuk hal itu Asta mengaku, tanpa Lunar ia tidak akan bisa hidup tenang di alam bebas.

"Kau bisa menyemprotkan pengusir hama."

"Tidak boleh, Asta. Kasihan, ulatnya juga mau hidup!"

Tentu saja, dengan hatinya yang selembut permen kapas, Lunar tidak akan tega menyakiti binatang walau tergolong menyusahkan seperti ulat dan kecoa. Untung saja ada Lunar. Kalau tidak, ulat-ulat itu sudah berakhir menjadi marshmello panggang olehnya.

"Kurasa aku harus pergi ke desa dalam waktu dekat. Sabun dan wewangian sudah mau habis. Kau ingin menitip sesuatu?"

Mendengar itu Lunar langsung mengendus tangan dan ketiaknya. Lantas menyengir lebar karena bau petrichor pada tubuhnya sudah sangat menyengat. Ia tidak menyukai wewangian manusia atau yang biasa mereka sebut parfum. Asta lah yang menghabiskan berbotol-botol cairan itu selama ini.

Para penyihir memiliki bau khas petrichor, yang jika dideskripsikan akan tercium seperti bau tanah selepas hujan. Bau itu akan tersamarkan oleh hujan tapi manusia yang pernah berkontak langsung dengan kaum mereka pasti akan tahu perbedaannya. Terlebih untuk makhluk yang malas mandi seperti Lunar.

"Aku ikut!"

"Tidak perlu. Aku tidak akan lama disana."

"Ayolah.. aku sudah lama tidak bertemu manusia."

"Tidak, Lunar"

"Pwease.."

Asta yang bersikeras melarang Lunar ikut, akhirnya luluh juga setelah bocah itu memohon-mohon sambil memoncongkan bibir dan menatapnya dengan penuh harap. Berarti kali ini ia harus ekstra hati-hati. Asta yakin bocah itu tidak akan bisa mengendalikan diri saking senangnya. Beberapa tahun lalu, mereka nyaris lari terbirit-birit untuk pulang kalau bukan karena ulah Lunar.

"Coba sebutkan aturan paling penting."

"Tidak boleh bersentuhan dengan manusia."

"Bagus. Ingat itu! Dan tidak perlu terlalu ramah dengan siapapun."

Lunar tertawa geli. Ia tahu peringatan kedua itu hanya akal-akalan Asta saja. "Kau cemburu"

"Dalam mimpimu"

Srakk srakkk

Tiba-tiba sebuah suara mengalihkan perhatian mereka. Bunyi sepatu boots besar bergesekan dengan rerumputan liar. Seorang manusia, lebih tepatnya seorang pria besar sedang mengendap-endap, membawa senapan untuk menembak seekor kancil diujung sana. Sontak Lunar dan Asta menoleh ke arah satu sama lain dan tersenyum jahil.

Manusia itu tidak bisa melihat rumah mereka dan sekelilingnya. Itu perbuatan Asta, menipu penglihatan manusia. Yang akan terlihat oleh pria itu hanyalah hutan. Tidak ada rumah kayu dan taman yang indah.

Dengan rencana jahil keduanya, Lunar memanggil beruang coklat. Pemburu itu menatap horror beruang tersebut, lalu lari sekencang yang ia mampu, meninggalkan mereka yang tertawa terbahak-bahak disana.

Hidup mereka layaknya dongeng impian, bukan? Makanan? Lunar akan meminta para monyet membawakan tumbuh-tumbuhan yang bisa mereka makan seperti jamur dan buah-buahan. Ia yang akan mengolahnya. Sungai yang berada tak jauh dari rumah pun memudahkan mereka untuk menimba air. Pakaian? Mudah saja. Mereka akan terlihat seperti memakai pakaian dengan kemampuan Asta.

Andai saja manusia tidak akan langsung melempar pisau atau membakar mereka hidup-hidup jika ketahuan menginjakkan kaki di desa, Lunar sungguh ingin tinggal disana. Lelaki itu sungguh ingin berteman dengan manusia. Menurutnya, tidak semua manusia itu jahat.

Setelah manusia memusnahkan seluruh kaum penyihir, Lunar —dengan kebaikan hatinya yang menyerempet bodoh— masih punya hati untuk mengampuni.

Dan setelah semua itu terjadi, memilih untuk bersembunyi dan tinggal di hutan Elden sepertinya adalah pilihan terbaik. Hutan yang paling dekat dengan desa Mort namun jarang dikunjungi manusia karena banyaknya tumbuhan yang dapat mengeluarkan gas beracun jika tersentuh.

Lunar menerawang langit dibalik rimbunnya pepohonan besar. Sudah seperti apa bentuknya desa itu? Ia sudah lupa. Terakhir kalinya ia pergi adalah 5 tahun lalu bersama Asta. Itu pun hanya sebentar.

Nanti ketika sampai disana, satu yang pasti Lunar inginkan! Namericano!

To be continue...
Early readers ku mana suaranyaa 🥳

Lunar [NOMIN] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang